Menuju konten utama

Amnesty Sebut 1.600 Warga Sipil Tewas Saat Memerangi ISIS di Raqqa

1.600 warga sipil tewas dalam perang melawan ISIS di Raqqa.

Amnesty Sebut 1.600 Warga Sipil Tewas Saat Memerangi ISIS di Raqqa
Ilustrasi Suriah. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Amnesty International menyebut 1.600 penduduk sipil di kota bagian utara Suriah, Raqqa tewas selama pertempuran antara pasukan gabungan Suriah-AS dengan ISIS.

Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibanding yang diklaim oleh pasukan AS-Suriah saat menyerukan kampanye penumpasan ISIS selama 4 tahun.

Amnesty International dan Airwars, pengawas yang berbasis di London mengatakan kepada Associated Press bahwa mereka akan melakukan investigasi komperehensif terhadap penduduk yang meninggal di konflik ini.

Pasukan As-Suriah bulan lalu mengatakan bahwa 1.257 penduduk terbunuh karena serangan udara terhadap ISIS selama 4 tahun perlawanan mereka di Suriah dan Irak.

“Kami masih mengupayakan dengan seksama dan hati-hati dalam menargetkan serangan untuk meminimalisir dampak dari operasi kami terhadap populasi penduduk dan insfrastruktur,” kata pihak pasukan AS-Suriah.

Raqqa merupakan ibukota de facto yang di klaim oleh ISIS, yang telah menguasai sepertiga wilayah Suriah dan Irak. Bulan lalu, ISIS kehilangan kantong terakhirnya di Baghouz, bagian Timur Suriah dan dengan begitu pasukan koalisi Suriah-Irak (SDF) menyatakan kemenangan atas wilayah ISIS di Suriah.

Sedangkan Raqqa, berhasil direbut kembali oleh pasukan koalisi internasional pada Oktober 2017 dalam jangka waktu 4 bulan. PBB memperkirakan ada sekitar 10 ribu bangunan yang hancur atau 80 persen dari kota tersebut.

“Koalisi meluluhlantakan Raqqa, tapi mereka tidak dapat menghapus kebenaran. Amnesty International dan Airwars memanggil pasukan koalisi untuk berhenti menyangkal jumlah kematian warga sipil yang mati dan kehancuran yang disebabkannya di Raqqa,” kata Donatella Rovera, penasihat senior Respon Krisis di Amnesty International, seperti dilansir Aljazeera.

“Banyak serangan udara yang tidak tepat sasaran dan sepuluh ribuan meriam menyasar tanpa pilih-pilih tempat,” tambahnya.

Penemuan oleh kedua organisasi tersebut adalah berkas-berkas penelitian dan analisis data ekstensif, termasuk proyeksi yang menampilkan tiga ribu aktivitas yang didapat dari satelit.

Amnesty dan Airwars mengatakan bahwa mereka telah mendokumentasikan beberapa tindak kekerasan terhadap hukun kemanusiaan internasional.

Keberatan mereka tersebut tertuju kepada negara koalisi yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Negara tersebut didorong untuk melakukan investigasi independen dan membuat skema kompensasi untuk korban dan keluarganya, serta mempublikasikan penemuan mereka tersebut.

Merespons laporan tersebut, negara koalisi mengatakan bahwa mereka akan mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk meminimalisir dampak terhadap penduduk sipil dan mereka menyatakan masih ada tuduhan terbuka yang sedang diselidiki.

“Semua kematian tragis yang tidak disengaja selama melawan Daesh memang tragis. Akan tetapi, perlu ada pertimbangan antara resiko yang emmungkinkan Daesh melakukan aksi terorisme, menyebabkan penderitaan dan rasa sakit ke semua orang yang mereka pilih,” kata Scott Rawlinson, juru bicara pasukan koalisi pada Kamis (25/4/2019).

Laporan Amnesty International dan Airwars tersebut dibuat berdasarkan dua tahun investigasi, termasuk berbulan-bulan penelitian lapangan di Raqqa dan analisis citra satelit, serta sumber terbuka seperti media sosial, sebagaimana diwartakan CNN.

Laporan Raqqa tersebut muncul beberapa hari usai PBB menemukan bahwa pemerintahan Afganistan, AS, dan pasukan internasional bertanggung jawab atas kematian warga sipil di Afganistan daripada kematian yang disebabkan oleh Taliban dan ISIS.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kematian dan korban luka dari warga sipil yang disebabkan oleh pasukan pro-pemerintah lebih banyak daripada yang disebabkan oleh kelompok pemberontak.

Baca juga artikel terkait ISIS atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Politik
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora