Menuju konten utama

Ambisi Berlebihan Kremlin yang Menghancurkan Olahraga Rusia

Rusia terancam tak bisa ikut Olimpiade 2016. Terungkapnya skandal doping yang melibatkan negara, membuat negara gudang atlet terbaik itu tak bisa mengikuti ajang olahraga terbesar di dunia tersebut.

Ambisi Berlebihan Kremlin yang Menghancurkan Olahraga Rusia
Tim lari estafet Rusia merayakan kemenangan di tempat pertama dalam lomba estafet Decanation International Outdoor Games, Paris, Perancis, (13/9/2015) [foto/shutterstock]

tirto.id - Secara jumlah penduduk, Rusia kalah jauh dari Cina. Soal kedigdayaan politik dan ekonomi, Rusia juga di bawah bayang-bayang Amerika. Namun, orang lupa bahsa dalam konteks olahraga, Rusia juaranya. Sepanjang sejarah Olimpiade digelar, Rusia lah yang selalu tampil mendominasi. Bukan Cina atau Amerika Serikat.

Saat masih bernama Uni Soviet, mereka selalu masuk dua besar peraih medali terbanyak, enam di antaranya ada di peringkat satu. Usai jadi negara baru bernama Rusia, mereka tetap berhasil masuk tiga besar. Baru pada Olimpiade London 2012 lalu saja, Rusia untuk pertama kalinya terlempar dari posisi tiga besar dan duduk di posisi empat.

Kabar mengejutkan itu datang pada pekan lalu. Laporan yang dirilis World Anti-Doping Agency (WADA), membuat Rusia terancam tidak tampil di Olimpiade Brasil 2016 dan Paralimpiade. Dalam laporan itu mengungkap penggunaan doping masif dilakukan oleh atlet-atlet Rusia.

Laporan WADA ini menelisik penggunaan doping saat Olimpiade musim panas dan musim dingin antara 2011-Agustus 2015. Hasil ini merupakan investigasi secara independen oleh tim yang dipimpin Dr Richard McLaren. Dia melakukan penelitian selama 57 hari. Hasilnya, 580 tes positif doping, dari 30 cabang olahraga. Itu sama dengan 54 persen atlet Rusia.

Dari temuan itu didapati, doping masif ini terjadi secara sistematis karena disponsori oleh negara. Kementerian Olahraga Rusia pun terlibat dalam manipulasi agar atlet mereka lolos tes doping.

Peluit kasus doping Rusia pertama kali ditiupkan pasangan suami istri Yulia Stepanova dan Vitaly Stepanov pada akhir 2014 lalu, beberapa bulan usai Olimpiade Sochi 2014 yang kebetulan juga digelar di Rusia.

Yuliya adalah mantan pelari 800 meter, sedang suaminya, Vitaliy Stepanov, mantan pegawai lembaga anti-doping Rusia, Rusada. Kedua orang ini jadi narasumber utama dalam film dokumenter karya jurnalis Jerman, jurnalis Hajo Seppelt dan tayang di televisi Leipzig, Mitteldeutscher Rundfunk (MDR). Dalam dokumentari itu, Stepanova mengaku dirinya sering diminta pelatihnya memanipulasi urin saat tes doping berlangsung.

Sedangkan sang suami menuturkan, dirinya sering mendapatkan telepon dari pihak kementerian yang memintanya mengungkapkan identitas atlet yang hasil tesnya positif. “Jika atlet tersebut merupakan atlet tidak terkenal, maka hasil tes akan tetap positif," ujar Vitaliy. "Akan tetapi, jika ia seorang yang terkenal, atau masih muda, atau harapan peraih medali, maka laporan tersebut bisa tidak dilaporkan."

Laporan Vitaliy dan Yuliva diamini oleh kepada salah satu mantan atlet Rusia, Evgenia Pecherina. “Hampir semuanya, 99 persen. Anda juga dapat mendapatkan semuanya, semua (jenis doping) yang atlet inginkan," ujar Pecherina sebagaimana dikutip dari The Guardian.

Asosiasi Atletik Rusia langsung membantah tuduhan dokumenter MDR ini. Tidak hanya itu, Direktur Laboratorium Kontrol Doping Rusia, Grigory Rodchenkov angkat bicara. Dia juga menampik tudingan sering menerima sogokan untuk menutupi skandal doping.

Penyidikan pun dilakukan oleh WADA dengan membentuk komisi independen. November 2015, WADA menemukan bahwa pada Olimpiade Sochi 2014, kecurangan itu memang benar adanya.

Penyelidikan yang dipimpin oleh mantan ketua WADA dan pengacara Kanada Dick Pound, menyebutkan Rodchenkov berperan menutupi kasus doping tersebut. Ia juga dituduh “tidak hanya menerima, tapi juga meminta uang untuk menyembungikan sampel yang positif doping.”

Menurut laporan, pada Desember 2014, ia secara pribadi memerintahkan pemusnahan 1.417 sampel sebelum sebuah tim WADA mengaudit laboratoriumnya. WADA juga meminta agar lima atlet Rusia, termasuk peraih emas Olimpiade nomor lari 800 meter Mariya Savinova, dijatuhi skorsing seumur hidup, dan menyebutkan bahwa perbuatan mereka melakukan doping telah merusak Olimpiade London 2012.

Kasus ini menjadi heboh, tidak lama kemudian Rodchenkov pun mengundurkan diri. Media-media barat mengungkap Rodchenkov dipaksa mengundurkan diri agar keterlibatan negara dalam kasus ini tak terkuak.

Benar saja, karena takut dibunuh, Rodchenkov kabur dari Rusia dan meminta suaka ke Amerika Serikat. Dia memilih ini karena beberapa bulan kemudian, dua mantan pejabat senior di lembaganya yang juga ikut mundur meninggal secara tiba-tiba.

Setelah selamat di Amerika, Rodchenkov pun mulai bersuara membongkar sindikat penipuan terbesar dalam sejarah olahraga Rusia itu. Investigasi jilid dua WADA yang dilakukan Richard McClaren banyak dibantu oleh pengakuan-pengakuan Rodchenkov.

Dalam wawancara dengan New York Times bulan Mei lalu, Rodchenko secara blak-blakan mengungkap pemalsuan hasil doping adalah bagian dari pekerjaannya.

“Publik [masyarakat Rusia] merayakan gelar juara Olimpiade. Tapi kami hanya duduk seperti orang gila dan mengganti air seni [para atlet]," katanya. "Dapatkah kau bayangkan bagaiman Olimpiade ini diatur?"

Proyek besar pemalsuan ini dilakukan pada Olimpiade Sochi. Bagi Rusia, Sochi diproyeksikan jadi sebuah kebangkitan Rusia sebagai kekuatan global. Miliaran dolar dihabiskan untuk mengubah kota yang lusuh menjadi surga bagi olahraga musim dingin. Tak ingin sukses acara semata, Presiden Vladimir Putin, menuntut sukses secara prestasi. Tak peduli apapun cara yang ditempuh, termasuk curang sekalipun. Rodchenkov dibebankan tugas berat ini.

Dia dipilih karena sudah memimpin laboratorium antidoping Rusia di Moskow sejak tahun 2005, dan dianggap ahli top dunia doping. Dalam pengakuannya, dia menggunakan keahliannya untuk membantu para atlet Rusia memakai obat terlarang dan tidak terdeteksi. Setelah bertahun-tahun trial and error, Dia berhasil mengembangkan steroid anabolik - metenolone, trenbolone dan oxandrolone - yang dia klaim banyak digunakan atlet Rusia pada Olimpiade London 2012 dan Olimpiade Sochi 2014.

Obat-obatan ini membantu atlet pulih dengan cepat. Agar tidak terdeteksi dia berhasil membuat obat yang dia bikin larut dalam alkohol - Chivas wiski untuk pria, Martini vermouth untuk wanita.

Tidak hanya memproduksi obat doping, dia pun bekerja sama dengan intelejen Rusia untuk memalsukan hasil tes atlet yang dinyatakan positif mengkonsumsi obat terlarang. Sebanyak 100 sampel dia palsukan saat Olimpiade Sochi.

Pemalsuan ini melibatkan Kementerian Olahraga Rusia yang memberikan data-data atlet mana saja harus diganti tes urinnya. Di Olimpiade Sochi, Rusia mendapatkan 33 medali. Hampir sepertiga atlet yang memenangkan medali masuk dalam list yang tes dopingnya bermasalah.

Kepada New York Times, Rodchenkov mengaku menyesal betul atas perannya dalam program doping Rusia. Pilihan sulit mesti dilakukan agar labolatorium yang dia pimpin terus mendapat dana dan dukungan dari Kremlin.

Di lain sisi, dia pun sedang mengamankan posisinya agar tak dijebloskan ke penjara. Pada tahun 2011, dia diselidiki atas perdagangan obat doping. Kakaknya sudah mendekam di penjara akibat kasus ini. Namun, penyidikan ini dihentikan setelah Rodchenkov mensukseskan Olimpiade Sochi. Sebagai penebusan dosa, dia membantu WADA membongkar kasus yang membelit tanah airnya.

Hukuman terberat kini terancam menimpa Rusia dengan dilarang ikut tampil pada Olimpiade Rio de Janeiro, 5-22 Agustus mendatang.

Presiden IOC (International Olympic Comittee), Thomas Bach, mengatakan, kasus yang doping Rusia ini belum pernah terjadi, serta mencoreng intergritas olahraga dan Olimpiade. “Akan ada sanksi atau tindakan sementara. Namun, yang jelas kami akan menyiapkan hukuman terberat,” kata Bach dikutip dari BBC.

Ini adalah kabar buruk bagi Kremlin. Setelah sebelumnya Mahkamah Arbitrase Olahraga di Swiss, sore tadi (21/7/16) menolak banding Rusia untuk meminta atletnya turun dalam cabang atletik. Keputusan mahkamah menyebutkan atlet Rusia tidak memenuhi syarat di Olimpiade Rio de Janeiro bulan depan berdasarkan peraturan Organisasi Atletik Dunia (IAAF). Rusia masih bisa mengajukan banding atas keputusan Mahkamah Arbitrase Olahraga ini ke pengadilan federal Swiss, namun kans untuk diterima amatlah kecil.

Kabar buruk itu mungkin akan datang beberapa hari ke depan, saat semua cabor akan mendapatkan larangan yang sama. Ancaman tampil di Brazil membuat dunia olahraga di Rusia bergejolak. Putin baru-baru ini baru saja memecat Wakil Menteri Olahraga, Yury Nagornykh. Nama ini memang disebut-sebut dalam laporan yang dibuat McClaren.

Apa yang menimpa Rusia adalah sebuah pelajaran, ketika ambisi politik terlalu dalam mencampuri dunia olahraga, maka tunggulah kehancurannya. Karena dalam politik menerabas batas adalah hal lumrah, selama itu menguntungkan maka nilai-nilai sportivitas bisa diabaikan.

Baca juga artikel terkait OLIMPIADE atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti