Menuju konten utama

Alasan PKS Tolak Revisi UU PPP untuk Perbaikan UU Cipta Kerja

Fraksi PKS menilai metode omnibus hanya bisa digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dalam satu topik khusus atau klaster saja.

Alasan PKS Tolak Revisi UU PPP untuk Perbaikan UU Cipta Kerja
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu (kedua kiri) didampingi Sekjen Aboe Bakar Al Habsyi (kiri) mengamati layar pendaftaran Bakal Calon Anggota Dewan (BCAD) digital saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PKS 2022 di Jakarta, Senin (31/1/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.

tirto.id - Delapan fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui untuk merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP), sebagai upaya mendukung perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak revisi UU PPP sebagai inisiatif DPR pada rapat pleno Baleg DPR RI pada Senin (7/2/2022) kemarin dan pada rapat paripurna DPR RI pada Selasa (8/2/2022) hari ini.

Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan fraksinya meminta pendalaman, khususnya terkait klausul metode omnibus masuk dalam revisi UU PPP. Ia menilai sah-sah saja klausul metode omnibus masuk dalam revisi UU PPP, karena akan menghilangkan tumpang tindih UU dan mempercepat proses pembenukan UU.

Namun, PKS kata Mulyanto menilai metode omnibus hanya dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dalam satu topik khusus atau klaster saja. Tidak boleh melebar ke topik lain, kata Mulyanto.

"Tidak boleh ada penumpang gelap yang sekadar untuk memanfaatkan kesempatan, sebagaimana yang terjadi saat pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja lalu. Pembatasan ini penting, agar kita tidak mengulang kesalahan sebelumnya," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulis, Selasa (8/2/2022).

Mulyanto juga meminta agar proses pembahasan revisi UU PPP tidak dibuat secara ugal-ugalan, kebut-kebutan, dan mengesampingkan aspirasi publik.

Dalam pembahasan mesti melibatkan kalangan akademisi perguruan tinggi, organisasi masyarakat, maupun masyarakat umum. Serta kerja-kerja dengan prinsip transparan.

"Untuk mengoptimalkan partisipasi publik ini, maka setiap rancangan peraturan perundang-undangan, termasuk naskah akademiknya, harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas," ujarnya.

Baca juga artikel terkait REVISI UU PPP atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Politik
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto