Menuju konten utama

Alasan Mengapa Mario Mandzukic Bisa Jadi "Bonus" Bagi Setan Merah

Mario Mandzukic memang bukan buruan utama Manchester United pada musim panas 2019. Namun, pemain asal Kroasia tersebut mempunyai kemampuan yang amat cocok dengan pendekatan taktik Ole Gunnar Solskjaer di Setan Merah

Alasan Mengapa Mario Mandzukic Bisa Jadi
Selebrasi gol Mario Mandzukic pada pertandingan Semifinal Piala Dunia 2018 antara Timnas Kroasia vs Timnas Inggris di Luzhniki Stadium, Moskow, Rusia, Kamis (12/07/2018). AP Photo/Matthias Schrader

tirto.id - Para penggemar Manchester United boleh saja terus berharap Paulo Dybala bakal merapat ke Old Trafford. Namun, keinginan itu tampaknya bakal menjadi isapan jempol. Penyebabnya, Dybala masih ingin bermain di Juventus.

La Joya, demikian Dybala dijuluki, memang sempat diberitakan kecewa terhadap manajemen Juventus. Ia tak mau dibarter dengan Romelu Lukaku, penyerang Setan Merah asal Belgia. Dybala lantas meminta bertemu terlebih dahulu dengan pelatih Juventus, Maurizio Sarri--untuk mengetahui apakah dirinya masuk dalam rencana Sarri atau tidak--sebelum mengambil keputusan.

Pertemuan itu belum juga terjadi hingga laporan ini ditulis. Namun, Fabrizio Romano, salah satu jurnalis Sky Italy, malah yakin pemain kidal ini akhirnya mempertimbangkan kemungkinan pindah ke MU.

"Manchester United adalah klub bersejarah dan bagi para pemain, meski tidak berlaga di Liga Champions, itu tak jadi soal. Dybala pasti mempertimbangkan tawaran United. Ia merasa sedih dengan klubnya, pelatih, dan direktur--dia sekarang hanya fokus untuk memikirkan tawaran United," kata Romano.

Keyakinan Romano pun tak terbukti. Dybala dan MU tak menemui kata sepakat. Bekas pemain Palermo itu masih kekeh bertahan di Turin, ia meminta gaji dan upah agen, yang menurut hitung-hitungan United tergolong tak masuk akal, jika MU tetap mau membelinya.

Soal Gaji, misalnya, Telegraph menulis, "Dybala ingin disamakan dengan pemain-pemain top MU, seperti Alexis Sanchez, David de Gea, serta Paul Pogba."

Situasi ini lantas coba diakali MU dengan cerdik. Red Devil menawar Mario Mandzukic, penyerang Juventus lainnya, untuk dijadikan alternatif barter dengan Lukaku. Namun jika pertukaran gagal, Mandzukic akan bisa diboyong secara terpisah karena harganya berada di kisaran 10-15 juta euro.

Yang menjadi pertanyaan kemudian, mengapa MU memilih Mandzukic?

Demi Pressing

Selama berada di Perth, Australia, pelatih Ole Gunnar Solskjaer menjadwalkan 14 sesi latihan dalam kurun 10 hari. Berbeda dengan latihan pramusim sebelumnya, latihan kali ini lebih intens dan serius. Simon Stone, jurnalis BBC yang mengamati latihan United secara langsung, bahkan mengatakan intensitas latihan kali ini meningkat hingga 50%.

Dalam latihan yang digelar akhir Juli 2019 itu, pemain MU lebih sering berlari daripada tahun-tahun sebelumnya, entah saat berlatih ketahanan maupun latihan taktis. Selain itu, berlari juga diterapkan saat sesi latihan yang digunakan untuk pencegahan dan penguatan area hamstring dan pangkal paha.

Peningkatan latihan ini tentu bukan tanpa sebab. "Kami sedang melatih intensitas dalam melakukan pressing," kata Solskjaer, yang menilai MU era Jose Mourinho, terbiasa dilatih membendung serangan, bukan mem-pressing.

Saat mulai menukangi MU pada Desember 2018, Solskjaer ingin anak asuhnya bermain dengan intensitas tinggi, salah satunya dengan menerapkan pressing. Pendekatan ini semula berjalan baik-baik saja dan perbedaan permainan MU di bawah arahan Solskjaer dan Mourinho langsung tampak begitu kentara.

Menurut laporan Manchester Evening News, MU saat ditangani Mourinho hampir selalu berlari lebih sedikit dari tim lawan. Hingga pekan ke-14 musim 2018-2019, jarak tempuh pemain MU hanya berada di peringkat ke-16, sementara jumlah sprintnya hanya nangkring di posisi 18, atau peringkat tiga dari bawah.

Setelah Solskjaer datang, intensitas sprint pemain MU langsung meningkat pesat: menurut hitung-hitungan statistik Sky Sports, dalam delapan pertandingan awal era Solskjaer, United hanya dua kali kalah sprint dari tim lawan. MU pun selalu bisa meraih poin penuh dalam pertandingan tersebut.

Namun, penampilan tersebut tak bertahan lama. Mendekati akhir musim, intensitas pemain MU mulai memble. Mereka mulai malas berlari seperti orang-orang yang kelebihan berat badan. Penampilan MU pun akhirnya menurun drastis: dalam 8 pertandingan terakhir di liga, MU hanya bisa menang 2 kali.

Menariknya, Jose Mourinho ternyata punya pendapat soal penurunan intensitas permainan MU ini. Ia menyebut lebih sedikitnya pemain MU berlari atau sprint, bukan karena sistem permainan yang ia terapkan.

Mou bilang: "Itu adalah tentang karakter yang tidak dipunyai oleh sebagian besar pemain kami, yakni semangat "mad dogs"--seseorang yang akan mengejar bola dan melakukan tekanan setiap waktu--. Kami tidak punya banyak yang seperti itu."

Bagi Solskjaer, pendapat Mourinho ini ada benarnya. Meskipun menerapkan latihan pramusim yang bisa mendukung MU bermain dengan intensitas tinggi, Solskjaer sadar kalau latihan itu tak akan ada artinya jika para pemain MU tak punya karakter kuat untuk bermain secara intensif. Dari sana, keinginan Solskjaer untuk mendatangkan Mario Mandzukic pun menjadi sangat masuk akal.

Mandzukic adalah sejenis defensive forward, seorang pemain depan yang tidak hanya pandai membobol gawang lawan, tapi juga rela bekerja keras membantu pertahanan timnya. Jika United punya pemain depan dengan kemampuan seperti itu, Setan Merah tentunya bisa lebih mudah dalam mem-pressing dengan intensitas tinggi seperti harapan Soslkjaer.

Dan, soal kerja keras Mandzukic, catatan statistik mantan pemain Bayern Munchen itu bisa jadi bukti.

Permainan Cair di Lini Depan

Jonas Giaever, jurnalis olahraga asal Norwegia yang rajin menulis di media-media besar Inggris, menyebut Mandzukic punya etos kerja yang jauh lebih besar daripada Romelu Lukaku maupun Marcus Rashford. Pada musim 2018/2019, tingkat intercept dan ball-recovery Mandzukic masih berada di atas dua penyerang United tersebut.

Tampil 25 kali (23 starter dan 2 kali sebagai pemain pengganti) bersama Juventus di Serie A, Mandzukic rata-rata melakukan 1,95 kali intercept dalam setiap pertandingan. Sementara itu, rataan ball-recovery dari penyerang asal Kroasia ini mencapai 3,3 kali dalam setiap laga. Bandingkan dengan rataan intercept dan ball-recovery Rashford yang mencapai 1,72 dan 1,63 per laga, dan rataan Lukaku yang hanya 1,09 dan 1,6 per laga.

Dengan statistik tersebut, Mandzukic tentu lebih berguna saat MU ingin meng-counter-pressing dengan intensitas tinggi.

Pada sisi lain, Mandzukic juga punya kelebihan saat bertahan. Ia rata-rata memenangi 3,42 kali duel (65,1% dari duel yang ia lakukan) di dalam setiap pertandingan. Bandingkan dengan Rashford yang menang duel 2,53 kali dalam setiap pertandingan, sedangkan Lukaku hanya menang duel sebanyak 1,64 kali.

Lantas apakah Mandzukic juga cocok saat United bermain menyerang?

Dalam pertandingan pramusim 2019/2020, Solskjaer seringkali memainkan Daniel James, Marcus Rashford, dan Martial di lini depan. Uniknya, posisi pemain depan itu tak tentu: James bisa bermain di kiri maupun di kanan, dan Marcus Rahsford serta Anthony Martial juga sering bertukar posisi sebagai penyerang tengah.

Lewat pendekatan itu, Solskjaer ingin Setan Merah bermain cair di lini depan sehingga serangan mereka tidak mudah ditebak lawan. Namun, ketiga pemain itu punya satu kekurangan: lemah dalam duel udara.

Solskjaer sebetulnya bisa mengandalkan Lukaku sebagai rencana cadangan. Ia mahir dalam duel udara dengan rataan menang 6,49 duel per laga pada musim lalu. Sayangnya, Lukaku punya peran yang terbatas: saat bermain melebar, ia tidak bisa berperan sebagai wide target-man (penyerang yang tetap menjadi target serangan meskipun bermain di posisi sayap).

Sementara itu, Mandzukic sangat berbeda dengan Lukaku. Ia memang tak secepat Lukaku, tapi saat dimainkan di sisi lapangan, Mandzukic sama bergunanya seperti saat dimainkan sebagai penyerang tengah.

Saat bermain di sisi lapangan, Mandzukic bisa tetap mengandalkan kemampuan duel udara. Meskipun kemampuan duel itu tidak memberikan dampak secara langsung terhadap timnya, ia setidaknya bisa memancing bek tengah lawan untuk keluar dari posisinya. Alhasil, ada ruang kosong di daerah pertahanan lawan yang dapat dimanfaatkan penyerang Juventus lainnya.

Pendakatan ini lantas menjadi salah satu alasan mengapa Paulo Dybala bisa tampil trengginas pada musim 2017/2018. Saat itu, karena bantuan Mandzukic, ia mampu mencetak 22 gol dan mencatatkan 5 assist dalam 33 pertandingan di Serie A. Sayangnya, ketika Ronaldo datang pada musim lalu pendekatan itu jarang lagi digunakan.

Untuk semua itu, jika kemampuan Mandzukic mampu dimaksimalkan, bukan tidak mungkin ia bisa membuat Marcus Rashford, Daniel James, atau Anthony Martial lebih bertaji pada musim depan. Selain itu, Solskjaer juga harus ingat bahwa peran cair Mandzukic di lini depan Juventus adalah salah satu alasan mengapa Paul Pogba mampu tampil apik saat membela Si Nyonya Tua pada musim 2015-2016.

Singkat kata, Mandzukic bisa bikin lini depan United bermain cair sekaligus tajam.

Baca juga artikel terkait BURSA TRANSFER atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Mufti Sholih