tirto.id - Takbiran dilakukan sesuai dengan waktu. Bagaimana jika sebelum waktunya? Kenapa tidak boleh? Apa alasannya?
Jelang Idul Fitri maupun Idul Adha, umat Islam biasa menggelar acara takbiran, yaitu mengucapkan lafadz takbir dalam berbagai versi secara sendiri maupun berkelompok.
Sesuai dengan namanya, kegiatan ini menjadi ajang untuk semakin memperbanyak bacaan takbir alias mengagungkan nama Allah SWT.
Sebagai awal sebuah kemenangan, takbiran merupakan agenda agenda yang sangat dinantikan kalangan Muslim demi mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.
Hukum Takbiran diluar Hari Raya
Takbiran lazim dibaca selama perayaan lebaran. Namun demikian, bagaimana jika takbiran dilakukan diluar hari raya Idul Fitri?
Apabila mengumandangkan takbir sebagai pujian sebelum sholat lima waktu, maka hukumnya tidak boleh. Hal ini bisa menimbulkan anggapan kepada orang umum bahwa takbir menjadi syariat.
Selain itu, banyak orang yang mengumandangkan takbir setelah sholat Idul Adha. Hukumnya adalah sunah dan dapat dilakukan hingga sebelum magrib pada hari tasyrik ketiga.
Adapun selama proses penyembelihan hewan kurban, hukum takbir adalah termasuk sunah. Hal ini berlaku untuk para penyembelih maupun orang yang melihat proses penyembelihan tersebut.
Kapan Waktu yang Diperbolehkan untuk Takbiran?
Salah satu amalan sunah ketika hari raya ialah dengan cara menghidupkan malam harinya melalui ibadah. Contohnya adalah takbiran.
Menurut sebuah hadis,"Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hatinya di saat hati-hati orang sedang mengalami kematian,".
Setidaknya, takbir dibagi menjadi 2 macam, yakni takbir mursal dan takbir muqayyad.
Pengertiannya, takbir mursal yaitu takbir yang waktunya tidak mengacu waktu shalat atau tidak harus dibaca oleh seseorang setiap usai menjalankan ibadah shalat, baik fardu dan sunah.
Laki-laki dan perempuan dianjurkan melantunkan takbir ketika berada di rumah, jalan, masjid, pasar, atau tempat lainnya. Waktunya dimulai dari terbenamnya matahari pada malam Id hingga imam melakukan takbiratul ihram shalat Id. Perintah ini berlaku untuk Idul Fitri dan Idul Adha.
Sementara takbir muqayyad adalah takbir yang pelaksanaannya memiliki waktu khusus, seperti mengiringi shalat, dibaca setelah melaksanakan shalat fardhu atau sunnah.
Waktunya dalah setelah sholat shubuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga ashar pada hari Tasyriq terakhir (13 Dzulhijjah).
Berikut adalah contoh bacaan takbir:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الِلّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ
Allāhu akbar kabīrā, walhamdu lillāhi katsīrā, wa subhānallāhi bukratan wa ashīlā, lā ilāha illallāhu wa lā na‘budu illā iyyāhu mukhlishīna lahud dīna wa law karihal kāfirūn, lā ilāha illallāhu wahdah, shadaqa wa‘dah, wa nashara ‘abdah, wa hazamal ahzāba wahdah, lā ilāha illallāhu wallāhu akbar.
Artinya, “Allah maha besar. Segala puji yang banyak bagi Allah. Maha suci Allah pagi dan sore. Tiada tuhan selain Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, memurnikan bagi-Nya sebuah agama meski orang kafir tidak menyukainya. Tiada tuhan selain Allah yang esa, yang menepati janji-Nya, membela hamba-Nya, dan sendiri memorak-porandakan pasukan musuh. Tiada tuhan selain Allah. Allah maha besar.”
Penulis: Beni Jo
Editor: Yulaika Ramadhani