tirto.id - Sehari setelah kekalahannya dalam Pilkada DKI Jakarta, calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang tuntutan atas kasus dugaan penistaan agama, Kamis (20/4/2017). Jaksa menuntut Ahok dengan hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan selama dua tahun.
Kasus ini juga disoroti oleh media Arab, Al Jazeera. Menurut Al Jazeera, Gubernur Jakarta yang beragama Kristen itu, mungkin akan lolos dari penjara atas dugaan kasus penistaan agama yang menimpanya.
Tuntutan dua tahun penjara dengan masa percobaan satu tahun jika Ahok tidak melakukan tindak kejahatan selama masa percobaan yang diberikan jaksa pada sidang di Jakarta, Kamis (20/4/2017) adalah lebih ringan daripada yang diprediksi, karena ia bisa saja dihukum bertahun-tahun.
“Jika dalam dua tahun Ahok tidak melakukan tindak kejahatan, seperti korupsi, mencuri, maka ia akan bebas,” kata pengacara Ahok, I Wayan Sudirta, kepada AFP. Ia melanjutkan, jika dalam dua tahun Ahok melakukan tindak kejahatan, dia harus menjalani hukuman satu tahun penjara.
Dalam beritanya, Al Jazeera memasukkan pendapat dari Jaksa Agung Ali Mukartono yang mengatakan Ahok seharusnya diberi hukuman ringan karena ia telah berkontribusi dalam pengembangan kota Jakarta dan atas sikap sopan Ahok selama persidangan.
Sidang tuntutan ini, seperti ditulis Al-Jazeera, terjadi setelah Ahok dikalahkan pada hari Rabu oleh penantangnya yang beragama Islam, Anies Baswedan, seorang liberal yang dituduh berpaling kepada konservatif religius untuk memenangkan suara dalam perlombaan untuk jabatan gubernur Jakarta.
Dalam berita dengan judul “'Light' Sentence Sought for Ahok Over Alleged Blasphemy” ini Al Jazeera juga mengulas tentang apa yang dilakukan Anies setelah kemenangannya. Seperti diberitakan, mantan Menteri Pendidikan itu merayakan kemenangannya dengan kelompok-kelompok yang membantu mengorganisir demonstrasi massa di ibukota untuk melawan Ahok dengan berdoa di masjid besar.
Kontroversi Ayat Al-Quran
Al Jazeera juga menulis alasan mengapa Ahok bisa menjadi pesakitan. Kontroversi tersebut dimulai pada bulan September ketika Ahok, yang dikenal dengan gaya bicara blak-blakan, membuat marah umat Islam saat dia secara kontroversial mengutip sebuah kutipan dari Al-Quran. Peristiwa ini terjadi menjelang pemilihan gubernur Jakarta.
Ahok menyindir bahwa lawan-lawannya telah menggunakan ayat Al-Quran untuk mengelabui orang agar tidak memilih Ahok.
Video pidatonya yang telah diedit menjadi viral. Inilah yang menjadi pemicu kemarahan masyarakat, tidak hanya di Jakarta, di mana Ahok telah memerintah sejak pendahulunya Joko Widodo menjadi presiden pada akhir 2014.
Ahok telah meminta maaf, namun golongan rohaniwan tertinggi di Indonesia menyatakan ucapan tersebut merupakan penghinaan dan mendesak pihak berwenang untuk mengajukan dakwaan.
Sebelum kontroversi penistaan agama ini, Ahok mendapat hasil jajak pendaapt yang baik, menurut Al Jazeera, karena tekadnya untuk membersihkan kota Jakarta yang macet dan berpolusi.
Pengadilan atas kasus Ahok dimulai pada bulan Desember dan berlangsung selama berbulan-bulan, dengan jaksa penuntut dan pembela yang memanggil lebih dari 40 saksi.
Tim Ahok telah menuduh penuntut memanggil saksi yang bias, karena banyak saksi yang tidak hadir saat dugaan penghinaan tersebut terjadi.
Dalam artikel tersebut, Al Jazeera melakukan wawancara dengan peneliti Indonesia untuk Human Rights Watch Andreas Harsono.
Media Arab ini memasukkan kutipan "Proses pengadilan ini, pertama-tama, seharusnya tidak pernah ada," kata Andreas kepada Al Jazeera.
"Ini sangat politis, ini biasa menyudutkan Ahok. Indonesia harus membatalkan hukum tentang penghinaan, sebenarnya Indonesia harus membebaskan semua orang yang dipenjara karena ini ... hukum," lanjut Andreas lagi.
Perundang-undangan tersebut, kata Andreas, jarang digunakan selama masa pemerintahan 32 tahun Suharto, namun dalam beberapa tahun terakhir undang-undang ini telah dieksploitasi untuk menganiaya kelompok minoritas.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra