Menuju konten utama

Aktivis USF: Pembangunan Kota Butuh Komitmen yang Konsisten

Dalam membangun kota, masyarakat membutuhkan komitmen yang konsisten. Dosen dari Universitas Tarumanegara Jo Santoso mengatakan tiga hal penting yang harus dilakukan pelaku pembangunan kota ialah pertama dialog, titik beratkan pada orientasi sosial, dan pendekatan aktivis pada pemerintah saat ini lebih baik ambil jalan tengah.

Aktivis USF: Pembangunan Kota Butuh Komitmen yang Konsisten
Pintu gerbang memasuki area Urban Social Forum (USF) yang diselenggarakan di SMA Negeri 1 Semarang, Jl. Taman Menteri Supeno No 1, Semarang – Jawa Tengah, Sabtu, (3/12). [Tirto/Aya]

tirto.id - Dalam membangun kota, masyarakat membutuhkan komitmen yang konsisten. Dosen dan sekaligus aktivis urban dari Universitas Tarumanegara Jo Santoso mengatakan tiga hal penting yang harus dilakukan pelaku pembangunan kota ialah pertama dialog, titik beratkan pada orientasi sosial, dan pendekatan aktivis pada pemerintah saat ini lebih baik ambil jalan tengah.

"Hanya ada tiga hal yang ingin saya sampaikan pertama saya melihat mungkin dialog dengan orang tua ada gunanya juga. Agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama. Kedua orientasi sosial seharusnya tidak mengabaikan kebutuhan kehidupan sehari-hari. Ketiga yang saya deteksi adalah banyak aktivis itu masih berseberangan dengan pemerintah," kata Jo dalam diskusi panel penutup Urban Social Forum (USF) bertajuk "Inilah Era Baru Perkotaan? Ke mana Akan Menuju? Perspektif Masyarakat Sipil Tentang New Urban Agenda" di Sma Negeri 1 Semarang, Semarang, Sabtu (3/12/2016).

Baginya, aktivis kadang tidak perlu sampai berseberangan dengan pemerintah namun harus bisa berfikir bagaimana supaya institusi kita berfungsi sebagaimana mestinya. Ia menyarankan, kalau perlu aktivis juga harus mampu berfikir seperti pemerintah berfikir sehingga bisa mengetahui praktik-praktik mereka, karena jika mengenal hal-hal yang dikerjakan pemerintah termasuk regulasi yang dibuat oleh pemerintah paling tidak pemerintah tidak akan melarang pergerakan para aktivis.

"Di jaman sekarang aktivis bisa terbuka secara legal seharusnya kalian bisa memanfaatkan celah-celah yang sudah ada," kritiknya.

Namun hal itu dibantah oleh Ahmad rifai, co-founder LSM Kota Kita. Ia mengatakan faktanya memang ada perbedaan pola pikir di antara masyarakat dengan pemerintah. Menurutnya, Pemerintah sering tidak sasaran dalam mengelola masyarakatnya. "Ada ketidaksabaran dalam merangkul pendapat dari berbagai kelompok," ujarnya.

Ia lalu menyarankan agar Pemerintah tidak menggunakan alasan-alasan ekonomis untuk mempercepat pembangunan.

Sedangkan John Taylor, salah satu penggerak lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kota Kita dalam acara diskusi panel acara Urban Social Forum (USF) di semarang menyampaikan, "Ada seorang anak yang berimajinasi untuk menciptakan dunia yang lebih baik untuk kita semua. Poin penting dalam mimpinya adalah ia berharap untuk mengubah keadaan kota yang nyaman dan aman bagi semua orang," katanya, di Semarang, Sabtu (3/12/2016).

Menurut pria blasteran Indonesia-Amerika ini, mimpi dan imajinasi masyarakat sipil sangat penting untuk dilibatkan dalam pembangunan kota karena kota seyogyanya tidak dibuat oleh pemerintah sendiri tapi oleh semua orang.

"Apa yang saya dapatkan dari apa yang terjadi di sini adalah kita mencoba bersama-sama untuk membentuk mimpi, mempertanyakan kembali apa yang terjadi dengan kota kita, bagaimana agar orang miskin dan kaya bisa menikmati akses yang sama," ujarnya.

Ia mengatakan jika kita tidak berpikir dan bermimpi untuk memberikan perubahan pada persoalan tata ruang perkotaan, maka tidak akan pernah ada yang berubah. Oleh karenanya, ia mengajak semua orang untuk bermimpi agar bisa melakukan sesuatu.

"Kenapa semua orang harus bermimpi dan berimajinasi? karena kita semua adalah pembawa perubahan, dimulai dari melakukan hal sederhana, hal kecil untuk perubahan besar," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait URBAN SOCIAL FORUM atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh