tirto.id - Airlangga Hartarto resmi merangkap jabatan setelah Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar mengukuhkan dirinya sebagai Ketua Umum DPP Golkar. Ia kini memikul dua jabatan penting: sebagai pemimpin partai politik sekaligus menjabat sebagai Menteri Perindustrian. Padahal Presiden Joko Widodo pernah berjanji akan melarang menterinya rangkap jabatan.
Terpilihnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan tidak mundur dari kabinet mendapat sorotan. Kritik datang salah satunya dari dari partai pendukung Jokowi yaitu PDIP.
Ketua DPP PDIP, Komarudin Watubun, menyatakan Presiden Jokowi harus menegakkan komitmen yang pernah diucapkan soal tidak boleh ada menteri merangkap jabatan dalam struktur partai. Komarudin berkata, saat itu Jokowi berpandangan rangkap jabatan dapat mengganggu kinerja para menteri di kabinet.
Kebijakan tersebut sempat ditentang PDIP. Partai moncong putih berdalih, rangkap jabatan tidak akan punya pengaruh kepada kinerja menteri di kabinet. Saat itu, partai pimpinan Megawati mengajukan nama Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, sebagai menteri.
Namun, kata Komarudin, PDIP akhirnya menuruti kemauan Presiden Jokowi. Puan Maharani yang sekarang menjabat Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan akhirnya dinonaktifkan sebagai pengurus partai oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri di Kongres PDIP, di Bali.
“Apalagi ini sebagai ketua umum partai, jadi menurut saya [Airlangga] harus dinonaktifkan dari pemerintahan. Karena itu, kan, janji beliau,” kata Komarudin kepada Tirto, Kamis (28/12/2017).
Anggota Komisi II DPR RI ini menilai, ketegasan tersebut akan menunjukkan apakah Presiden Jokowi benar-benar pemimpin yang berkomitmen atau tidak.
"Pak Jokowi diuji sekarang,” kata Komarudin.
Mempertahankan Airlangga Dinilai Tidak Etis
Perihal komitmen Jokowi yang melarang menterinya rangkap jabatan juga menjadi poin yang disampaikan pengamat politik dari UIN Jakarta, Iding Rosyidin. Menurut dia, Presiden Jokowi mau tidak mau harus mengganti Airlangga dari posisinya sebagai menteri perindustrian.
“Kalau dari Undang-Undang memang boleh saja. Tapi karena Pak Jokowi sudah punya komitmen soal itu, saya rasa tidak etis kalau Pak Airlangga dipertahankan," kata Iding kepada Tirto, Kamis (28/12/2017).
Airlangga dan Golkar, kata dia, juga harus menyadari adanya komitmen Jokowi tersebut dengan segera mengundurkan diri dari kabinet dan mengusulkan nama baru sebagai penggantinya.
“Karena saya lihat Golkar dan Airlangga juga seperti tidak ingin mundur,” kata Iding.
Tidak hanya itu, kata Iding, posisi rangkap jabatan ini rawan konflik kepentingan antara kabinet dan Golkar. Karena sebagai menteri dan ketua umum partai, Airlangga berada di posisi strategis yang menentukan kebijakan keduanya.
Iding menyarankan agar penggantian dilakukan sebelum memasuki 2018. Sebab, menurutnya, itu sudah masuk tahun politik dan Presiden Jokowi akan semakin disibukkan oleh agenda-agenda politik. Begitupun dengan Airlangga sebagai ketua partai.
Senada dengan Iding, peneliti dari Saiful Mujani Research Centre (SMRC), Sirojudin Abbas menyatakan rangkap jabatan Airlangga sebagai menteri dan ketua umum partai akan memiliki pengaruh besar kepada kinerjanya sebagai anggota kabinet di tahun politik 2018 dan 2019.
“Sebab sebagai ketum ia tidak bisa berjarak dengan pemenangan pilkada serentak 2018 dan persiapan pencalonan Pileg dan Pilpres [2019]” kata Sirojudin kepada Tirto, Kamis (28/12/2017).
Sementara pada saat yang sama Airlangga juga harus melakukan kerja-kerja kementerian guna menopang realisasi program prioritas pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan sebelum masa jabatan kepemimpinan Jokowi-JK habis.
“Sektor perindustrian jadi salah satu penopang bagi sasaran dua prioritas tersebut,” kata Sirojudin.
Golkar Yakin Tak Ada Konflik Kepentingan
Wasekjen DPP Golkar Sarmuji menyatakan tidak akan ada konflik kepentingan dengan status rangkap jabatan Airlangga. Dia diyakini akan tetap fokus sebagai menteri dan untuk urusan kepartaian bisa didelegasikan kepada pengurus lainnya.
“Karena kami terbiasa bekerja dalam sebuah sistem,” kata Sarmuji kepada Tirto, Kamis (28/12/2017).
Saat disinggung perihal pernyataan Presiden Jokowi usai membuka Munaslub Golkar yang akan mengambil keputusan jabatan Airlangga sebagai menteri setelah resmi terpilih menjadi ketua umum, Sarmuji berdalih DPP Golkar belum menerima pernyataan resmi terkait itu.
“Belum ada itu. Tidak ada Pak Jokowi bilang begitu,” kata Sarmuji.
Sarmuji justru menyatakan keputusan Presiden Jokowi masih mempertahankan Airlangga sebagai menteri saat ini adalah tepat. Mengingat sisa masa jabatan Jokowi-JK menyisakan 1,5 tahun lagi dan terlalu sulit mencari menteri perindustrian seperti Airlangga yang berlatar belakang praktisi.
Selain itu, kata Sarmuji, keputusan Presiden Jokowi mempertahankan Airlangga juga tidak akan menciptakan preseden buruk kepada publik. Menurut dia, publik akan mengerti alasan Jokowi belum mengganti Airlangga karena memang sulit mencari pengganti di sisa waktu pemerintahan yang pendek.
Baca juga:Airlangga Hartarto dan Pekerjaan Rumah Sektor Industri
Sirojudin menganggap alasan belum ada pengganti yang tepat untuk Airlangga tidak relevan. Menurutnya, banyak sosok yang memiliki kemampuan teknis untuk menggantikan Airlangga. Namun, bila pertimbangannya adalah politik, maka ceritanya lain lagi. Karena Golkar, kata Sirojudin, dinilai sebagai partai yang paling konsisten mendukung Jokowi hingga saat ini.
Bantahan yang sama juga diutarakan Iding. Menurut dia, tidak harus ahli untuk menggantikan Airlangga. Sebab di dalam kementerian sudah banyak staf ahli dan telah ada sistem untuk mengatur hal-hal teknis.
“Kalau Airlangga mundur tidak jadi soal. Saya kira Golkar juga punya kader lain yang bisa direkomendasikan. Tidak ada masalah secara kinerja dan politik,” kata Iding.
Airlangga sendiri menyatakan pergantian dirinya di kabinet akan dibahas setelah Munaslub Golkar melalui mekanisme rapat pleno. Namun sampai saat ini, kata Sarmuji, DPP Golkar belum ada rencana melakukan pembahasan pergantian Airlangga sebagai menteri. Ia juga mengatakan internal Golkar juga belum memunculkan wacana nama yang akan direkomendasikan kepada Presiden Jokowi sebagai pengganti Airlangga.
“Pertanggungjawabannya, kan, ke Pak Jokowi. Jadi kami terserah Pak Jokowi,” kata Sarmuji.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz