Menuju konten utama

AHY Klaim Demokrasi Zaman SBY Sangat Matang Dibanding Saat Ini

AHY menilai munculnya satir capres alternatif yang viral di media sosial yakni Nurhadi-Aldo merupakan bukti kejenuhan masyarakat terhadap gesekan politik di Pemilu 2019.

AHY Klaim Demokrasi Zaman SBY Sangat Matang Dibanding Saat Ini
Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono meminta kepada presiden terpilih pada Pemilihan Umum 2019 untuk meneruskan program-program yang dirancang Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono di Djakarta Theater, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019). tirto.id/Bayu Septianto

tirto.id -

Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta pesta demokrasi seharusnya disambut dengan riang gembira, bukan kebencian yang bisa memutus tali silaturahmi akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik.

Kondisi bangsa saat ini yang rawan terpecah belah, diklaim AHY tak terjadi di masa pemerintahan ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia kembali mengklaim demokrasi saat itu sangat matang dan berkualitas.

"Kita ingat, waktu itu stabilitas politik terjaga baik. Kalau ada riak dan dinamika, hal itu memang menjadi bagian dari demokrasi dan kebebasan itu sendiri," tutur AHY saat menyampaikan pidato politiknya di Djakarta Theater, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).

AHY melihat masyarakat sudah lelah dengan munculnya gesekan akibat pilihan politik yang berseberangan bahkan dengan keluarganya semdiri.

Kata AHY munculnya satir capres alternatif yang viral di media sosial yakni Nurhadi-Aldo merupakan bukti kejenuhan masyarakat terhadap gesekan politik di Pemilu 2019.

"Munculnya satir capres alternatif Nurhadi-Aldo di media sosial, dan cukup besarnya potensi golput adalah indikasi kejenuhan masyarakat terhadap kehidupan politik dan demokrasi saat ini," ucap AHY.

Putra sulung SBY itu kembali menyanjung-nyanjung masa pemerintahan ayahnya yang tak pernah muncul ketegangan yang berlebihan antar kelompok pendukung, golongan, apalagi antar identitas (SARA) saat pemilu.

"Perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak dibawa ke level pribadi atau personal. Kalaupun ada, jumlahnya relatif kecil dan tidak menjadi keprihatinan nasional," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari