Menuju konten utama
Seri Kandidat Presiden Korsel

Ahn Cheol-soo, Sang Underdog Pilpres Korsel

Ahn Cheol-soo menjadi pemain nonunggulan paling mencolok dalam Pilpres Korea Selatan. Ia berasal dari partai berhaluan sentris.

Ahn Cheol-soo, Sang Underdog Pilpres Korsel
Ahn Cheol-soo merayakan kemenangan setelah dinominasikan sebagai kandidat presiden dari People Party di konvensi nasional di Daejeon, Korea Selatan, Selasa (4/4). ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji/cfo/17

tirto.id - “Saya merasa putus asa. Negara kami sepertinya ditakdirkan untuk hancur,” keluh Sung-hyun (37) pada saya tentang pemilihan presiden Korea Selatan yang diselenggarakan 9 Maret mendatang.

Penerjemah freelance di Seoul ini menyayangkan jalannya kampanye pilpres yang kental dengan nuansa bipartisan penuh kebencian. Terlebih, para kandidat terkuat terbelit dalam skandal dan suka menyerang satu sama lain dengan tuduhan personal alih-alih memperdebatkan kebijakan.

Terdapat dua nama yang tingkat popularitasnya saling berkejaran dalam jajak pendapat. Pertama adalah Lee Jae-myung, berasal dari partai liberal yang saat ini berkuasa, Democratic Party of Korea. Meskipun berpengalaman sebagai kepala daerah, Lee tengah dihantui oleh proses investigasi kasus korupsi—yang saksi-saksinya meninggal dunia secara misterius menjelang hari pemilihan.

Kandidat terkuat kedua adalah Yoon Suk-yeol yang berasal dari partai oposisi berhaluan konservatif, People Power Party. Mantan Jaksa Agung ini dipuji karena berani memberantas korupsi di kalangan elite politik. Hanya saja, ia sama sekali tidak punya pengalaman berpolitik dan masih percaya pada dunia perdukunan agar menang pemilu—sikap yang dikritik sudah mendiskreditkan sistem demokrasi.

Visi dan kebijakan yang mereka tawarkan pun dipandang kurang konkret untuk dapat menjawab tantangan sosio-ekonomi rakyat, apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang. Saking suramnya, dosen ilmu politik dari Australian National University, Kim Hyung-A, menulis di Al Jazeera bahwa warga Negeri Gingseng akan memilih “yang tidak terlalu jahat dari dua pilihan jahat.”

Dalam situasi demikian, mungkin akan banyak yang memilih abstain alias menjadi golput. Namun tidak dengan kawan saya Sung-hyun. “Saya akan tetap memberikan suara,” katanya.

Dengan mantap ia bercerita tentang kandidat pilihannya yang selalu mengekor Lee dan Yoon dalam berbagai survei. Namanya Ahn Cheol-soo, seorang dokter yang beralih karier jadi pengusaha software dengan kekayaan pribadi mencapai Rp 2 triliun.

Dokter dengan Segudang Minat

Ahn lahir pada 26 Februari 1962 di Miryang, kota di tenggara Semenanjung Korea, sekitar satu jam perjalanan kereta dari Busan. Ia berasal dari keluarga dokter dan memutuskan memilih profesi itu pula. Setelah lulus dari Seoul National University pada 1986, ia melanjutkan pendidikan sampai jenjang doktoral sembari mengajar, lalu mengabdi sebagai dokter militer.

Sepanjang rentang waktu itu, Ahn mengembangkan hobi membuat software antivirus. Pada 1995, ia memutuskan terjun ke dunia “vaksin komputer” dengan merintis perusahaan AhnLab, Inc. Kelak ia sering dijuluki Bill Gates versi Korea.

Merasa belum paham betul dunia manajemen teknologi, Ahn memperdalam ilmunya di University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Ia juga berkunjung ke Silicon Valley pada 1997 dan bertemu raja software antivirus John McAfee, yang sempat ingin membeli AhnLab meskipun batal. AhnLab meraup untung besar pada pengujung 1990-an, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat tentang keamanan komputer.

Setelah melepas jabatan CEO pada 2005, Ahn kembali ke Pennsylvania untuk belajar administrasi bisnis. Kali ini bersama anak perempuannya, pelajar SMA yang tengah mempersiapkan kuliah kedokteran, dan sang istri, dokter berusia 40 yang mencoba kuliah hukum.

Ahn sekeluarga kerap belajar bersama di perpustakaan sampai-sampai anaknya mengaku malu kerap terlihat bersama ibu dan ayahnya. Anak Ahn, Seol-hee, kini adalah peneliti Covid-19 yang bersama tim menemukan mutasi delta. Riset mereka dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi hingga disorot New York Times.

Pulang dari AS, Ahn mulai mengajar manajemen bisnis teknologi dan kelak diangkat jadi dekan fakultas ilmu sains dan teknologi di sekolah pascasarjana Seoul National University. Ia pun semakin populer sebagai dosen, pembicara, dan penulis buku.

Pengalaman di Dunia Politik

Ahn mulai dikenal di kancah politik nasional pada pilpres 2012. Kala itu ia hendak maju sebagai kandidat presiden dari jalur independen. Media nasional praktis meliriknya sebagai objek pemberitaan.

Suatu kali dilaporkan Ahn menyumbangkan setengah dari saham miliknya di AhnLab yang jumlahnya sebesar 150 miliar won atau sekitar Rp 2 triliun pada hari ini. Ahn mengatakan sumbangan tersebut adalah “kontribusi dan tanggung jawab sosial” untuk membantu kelas menengah ke bawah.

Kehadiran Ahn seakan memberikan angin segar bagi rakyat yang jengah dengan ketimpangan sosial, perlambatan ekonomi, maraknya kasus korupsi di kalangan elite politik, dan dominasi korporat besar keluarga atau chaebol.

Salah satu ambisi Ahn adalah mereformasi chaebol. Di mata Ahn, mereka tidak menciptakan cukup lapangan kerja dan justru menghambat pertumbuhan perusahaan-perusahaan lebih kecil, mengikat para wiraswasta kecil dalam kontrak-kontrak yang membuat mereka terlihat seperti “hewan di kebun binatang.” Ahn bercita-cita mengembangkan kelompok usaha kecil, yang ladang bisnisnya—kuliner dan ritel—kerap dicaplok konglomerat chaebol.

Di bawah pemerintahan konservatif Presiden Lee Myung-bak (2008-2013), regulasi bisnis dipandang sudah terlalu ramah pada industri besar sehingga melanggengkan ekspansi pengaruh chaebol. Kelompok UMKM yang menyerap mayoritas tenaga kerja pun semakin kesulitan merekrut karyawan.

Namun sinisme pun muncul. Melansir Hyankoreh, ada yang menyebut Ahn tak lebih dari elite yang tak tahu apa-apa tentang kesulitan orang biasa. Beberapa mengira Ahn sengaja dihadirkan sekadar untuk meriuhkan kompetisi yang dikuasai oleh dua kubu. Usaha Ahn untuk menarik minat kaum muda lewat buku-buku dan ceramah juga dicibir karena dianggap tidak akan bisa membangun basis pendukung politik yang kuat.

Singkat kata, publik Korsel masih berhati-hati untuk menyimpulkan siapa sosok Ahn sesungguhnya.

Meski pemberitaannya heboh dan popularitas sebagai kandidat presiden dalam beragam jajak pendapat relatif tinggi, Ahn tidak jadi maju. Ia justru memberikan dukungan untuk politikus Demokrat dari kubu liberal, Moon Jae-in. Kompetisi ini akhirnya dimenangkan oleh Park Geun-hye, anak perempuan diktator Park Chung-hee, dari kubu konservatif Partai Saenuri.

Sejak 2013, Ahn tercatat sebagai anggota dewan di National Assembly, awalnya tanpa dukungan partai alias independen. Beberapa kali ia berusaha membangun aliansi politik bersama kubu liberal-demokrat, sampai akhirnya pada 2016 memutuskan mendirikan partai baru berhaluan tengah, People Party. Setahun kemudian, tak lama setelah Presiden Park dimakzulkan, Ahn maju lagi.

Disimpulkan dari wawancara dengan Arirang, Ahn tampak cenderung berpikir pragmatis layaknya pebisnis dalam menyikapi masalah. Terkait diplomasi luar negeri dan ancaman nuklir Korea Utara, misalnya, ia merasa Korsel perlu menjalin kerja sama militer lebih kuat dengan AS. Di sisi lain, Ahn ingin pemerintah Cina, mitra dagang terbesar Korsel, memahami kerja sama militer ini agar relasi ekonomi antara mereka tetap lancar. Selain itu, Ahn percaya bahwa perluasan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi dapat terwujud di bawah naungan sektor swasta.

Pada akhirnya Ahn gagal merebut hati mayoritas pemilih dalam kompetisi yang kental dengan persaingan antara kelompok liberal versus konservatif. Ia berada di urutan ketiga dengan perolehan 21,4 persen suara. Kursi presiden dimenangkan oleh politikus yang pernah didukungnya, Moon Jae-in, yang mendapat 41,1 persen suara.

Usaha Nyapres Ketiga

Ahn kembali maju dalam pilpres 2022. Kendati masih kalah populer dibanding dua kandidat utama, Ahn tetap yakin bisa menjadi alternatif—poros ketiga dari partai pengusung berhaluan sentris.

Tingkat dukungan untuknya jarang menyentuh angka dua digit. Menurut kantor berita JTBC, dukungan tertinggi untuk Ahn mencapai 14 persen pada pertengahan Januari, namun semenjak itu konsisten turun sampai bertahan di kisaran 6 persen pada akhir Februari.

Rasa percaya diri Ahn tercermin salah satunya dari pidato pada 22 Februari silam di kota metropolitan Busan. “Saya adalah orang yang menghasilkan uang dengan mendirikan perusahaan. Adakah orang lain yang paham ekonomi daripada saya?” Dengan mengembangkan perusahaan, ia membuka lapangan kerja yang berkontribusi mengatasi krisis keuangan Korsel. Ahn menekankan bahwa hanya dirinya yang “tahu baik tentang ekonomi sesungguhnya dan berpengalaman.”

Ahn percaya hanya sektor swasta yang bisa menumbuhkan ekonomi dan lapangan kerja. Sementara peran pemerintah adalah membangun pondasinya dengan merestrukturisasi industri, memajukan sektor teknologi, dan memupuk sumber daya manusia. “Pemerintah harus memberikan kebebasan dan otonomi kepada perusahaan dengan melepaskan ekonomi yang terlalu dikontrol dan menghapus aturan-aturannya,” kata Ahn.

Ahn, yang berangkat dari latar industri teknologi, menganggap Korsel saat ini perlu “presiden sains dan teknologi” yang bisa “aktif berpartisipasi dalam dunia sains dan perang teknologi.” Ia percaya, jika Korsel bisa mengembangkan sektor teknologi canggih dan punya lima perusahaan selevel Samsung, mereka bisa masuk dalam daftar lima negara dengan kekuatan ekonomi terbesar.

Salah satu janji kampanye Ahn adalah menawarkan sistem pembayaran KPR dengan bunga rendah sampai 45 tahun untuk mengatasi fenomena harga rumah yang mahal. Ia juga ingin mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir generasi baru dan energi ramah lingkungan demi mencapai netralitas karbon pada 2050. Janji lainnya adalah reformasi dana pensiun bagi PNS, tentara, sampai pegawai swasta agar dikelola dalam satu sistem tunggal nasional.

Ahn gencar memanfaatkan teknologi selama berkampanye, termasuk merilis Ahnflix (terinspirasi dari Netflix), yakni platform berisi video, infografik sampai komik tentang rencana kebijakan-kebijakannya.

Menariknya, Ahn kini jauh lebih dekat dengan kalangan konservatif. Ia sempat menawarkan ide untuk bergabung dengan kubu Yoon Suk-yeol karena mereka berdua berpotensi mendulang suara lebih besar dan menggilas kubu liberal-demokrat. Meskipun terdengar realistis dan peluangnya masih ada, hal tersebut mungkin agak sulit terwujud karena ada pertentangan oleh segelintir pihak dari partai Yoon, sementara hari pemilu tiba sebentar lagi.

Baru-baru ini Ahn berkampanye di Daegu dan Gyeongbuk, kawasan yang jadi basis pemilih konservatif. “Sayalah satu-satunya kandidat laki-laki [di antara kandidat utama Yoon dan Lee] yang pernah mengabdi di militer dengan benar. Bagaimana bisa orang yang tidak pernah ikut wajib militer memimpin tentara nasional?” tanya Ahn, retoris. Menurut kelompok konservatif, mengabdi pada militer memang sesuatu yang harusnya pernah dilakukan seorang kandidat presiden.

Bukan berarti Ahn membuntut kaum konservatif. Melansir situs media Chosun Biz, Ahn kerap mengkritik kebijakan-kebijakan yang ditawarkan kandidat dua kubu.

Ia pernah mengkritik janji kampanye Yoon untuk meningkatkan upah tentara sampai 2 juta won. “Hal tersebut seperti membeli kaum muda dengan tiket seharga 2 juta won. Tapi saya tidak mampu melakukan hal tersebut atas dasar hati nurani,” katanya. Ahn juga menyindir Yoon dan Lee yang sudah mengerahkan “populisme buruh”: mendukung sistem cuti untuk PNS dan guru yang melakukan aktivitas serikat serta representasi pegawai di Board of Directors.

Infografik Ahn Cheol soo

Infografik Ahn Cheol soo. tirto.id/Fuad

Ahn percaya bahwa kebijakan yang ia tawarkan bersifat “anti-populis” karena didasari atas keahlian alias teknokratik. Menurutnya reformasi secara bertahap diperlukan agar Korsel bisa menjadi “bangsa yang makmur”, alih-alih kebijakan populis yang sulit direalisasikan tapi sekali lagi memang lebih menarik.

Masih menurut artikel Chosun Biz, di mata segelintir pendukungnya, kebijakan Ahn memang lebih realistis.

Di beberapa kanal video, Ahn dinilai lebih menguasai ekonomi dan bersikap profesional daripada kandidat presiden lain. Selain itu, istri Ahn yang berprofesi sebagai profesor kedokteran di Seoul National University juga tidak tersandung skandal sebagaimana istri dari kandidat partai lain.

Kendati demikian, Ahn tidak bebas dari kritik. Di samping tidak punya pengalaman berpolitik, janji-janji politiknya masih dipandang kurang jelas dan program kampanye terkesan hambar sehingga belum bisa menarik lebih banyak pendukung.

Di balik itu semua, mungkin rakyat Korsel masih butuh waktu untuk bisa menerima kandidat baru dari partai ketiga di lanskap politik yang selama ini sangat bipartisan.

Baca juga artikel terkait KOREA SELATAN atau tulisan lainnya dari Sekar Kinasih

tirto.id - Politik
Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Rio Apinino