tirto.id - Pada persidangan terakhir, pakar patologi forensik berkebangsaan Australia, Beng Beng Ong meragukan penyebab tewasnya Mirna karena kopi sianida dan menduga kematiannya akibat penyakit jantung. Sementara itu pada persidanga hari ini, Rabu (7/9/2016), terdakwa Jessica Kumala Wongso pun kembali mendatangkan saksi ahli yang mengungkap fakta senada. Djaja Surja Atmadja, pakar patologi forensik dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa Wayan Mirna Salihin tidak meninggal karena sianida.
Dalam keterangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Djaja mengatakan bahwa jika benar Mirna meminum sianida dalam jumlah besar, racun tersebut pasti ada dalam jumlah besar juga di lambung, ditemukan di hati, serta terdapat enzim tiosianat di hati dan urine.
"Di lambung ada sianida, tetapi jumlahnya sangat sedikit, tidak ditemukan di hati dan tidak ada tiosianat. Artinya tidak ada sianida yang masuk ke dalam tubuh korban," ujar Djaja, yang juga terlibat dalam pengawetan jenazah Mirna yang dinyatakan meninggal di RS Abdi Waluyo.
Selain itu, dia juga tidak menemukan aroma almon pahit pada tubuh korban ketika dia melakukan pengawetan. Padahal, menurut Djaja yang telah berpengalaman dengan sianida sejak tahun 1992, bau sianida bisa dikenali setidaknya dengan konsentrasi 1 ppm atau 1 miligram perliter.
Puslabfor Mabes Polri yang ditanggungjawabi oleh Kombes Pol Nur Samran Subandi pada persidangan sebelumnya menyatakan, setelah dilakukan pemeriksaan di Mabes Polri, terdapat 297,6 miligram Natrium Sianida (NaCN) dalam 20 militer kopi es vietnam. Jumlah ini dianggap melebihi dosis mematikan sianida untuk berat tubuh Mirna yang diperkirakan 60 kilogram, yaitu 171,42 miligram.
Hasil labfor juga mengungkapkan, Mirna diduga meminum sekitar 20 mililiter kopi es vietnam dan ditemukan 0,2 miligram/liter sianida di lambung korban. Anggak itu disebut Djaja terlalu sedikit jika dibandingkan dari data yang masuk, yaitu 297,6 miligram.
Penurunan kadar hingga 0,2 mg perliter itu, menurutnya, terlalu drastis. Ia melanjutkan, kadar sianida dalam lambung Mirna tersebut lebih memungkinkan berasal dari pembusukan alamiah jenazah atau pengaruh pengawetan.
Terkait sianida di beberapa organ, dokter forensik di RS Polri Sukanto, Slamet Purnomo, yang menjadi saksi ahli dalam sidang awal Agustus 2016 itu, mengaku hanya melakukan pemeriksaan luar (patologi anatomi) dan pengambilan sampel lambung, hati, empedu dan urine Mirna, tanpa otopsi. Hasilnya, semua organ negatif sianida kecuali di dalam lambung. Sementara itu, tim ahli Mabes Polri sendiri hanya memaparkan kandungan sianida, tanpa menyinggung keberadaan asam tiosianat.
Sementara itu, pakar patologi Beng Beng Ong yang didatangkan pada persidangan sebelumnya menyatakan bahwa penyebab umum kematian Mirna adalah gangguan jantung. Meski belum bisa membuktikan penyebab pastinya, hasil pemeriksaan toksikologi tidak mendukung dugaan kematian karena sianida tidak ditemukan di hati, empedu dan urine, hanya ada di lambung.
“Jika sengaja dimasukkan ke tubuh melalui pencernaan, sianida dalam jumlah besar pasti akan tertinggal di semua organ dalam vital,” ungkap Ong.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari