Menuju konten utama

66 Persen Pekerja Indonesia di Kuching Ilegal

Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching, Sarawak, Malaysia Timur mengungkapkan 66 persen dari 400 ribu warga Indonesia yang bekerja di sana, merupakan pekerja ilegal. Banyaknya pekerja ilegal memberikan peluang besar terhadap sejumlah persoalan seperti masalah keimigrasian yang saat ini mendominasi.

66 Persen Pekerja Indonesia di Kuching Ilegal
(Ilustrasi) TKI ilegal. Antara Foto/Wahyu Putro A.

tirto.id - Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching, Sarawak, Malaysia Timur mengungkapkan 66 persen dari 400 ribu warga Indonesia yang bekerja di sana, merupakan pekerja ilegal.

"Ada sekitar 400 ribu warga Indonesia di Sarawak. Namun yang tercatat di KJRI hanya 136 ribu orang dan sisanya ilegal," ujar Konsul Jenderal RI di Kuching, Jahar Gultom di Kuching, Senin (4/7/2016).

Jahar menjelaskan dengan banyaknya pekerja ilegal memberikan peluang besar terhadap sejumlah persoalan seperti masalah keimigrasian yang saat ini mendominasi.

"Hampir setiap bulan kita pulangkan ratusan pekerja dari wilayah Sarawak. Intinya pekerja yang bermasalah di Serawak adalah sekitar 80 persen pekerja ilegal," katanya.

Dikatakan Jahar persoalan pekerja ilegal dengan sejumlah kompleksitasnya masalah yang dihadapi di Malaysia tidak terlepas dari peran sektor hulunya. Ia mengatakan pihak konsulat di Kuching adalah hanya bagian hilir.

"Kalau persoalan hulu tidak 'clear' maka ke depan persoalan kasus dan pekerja ilegal tidak akan selesai-selesai," katanya.

Disampaikannya meski pihaknya berada sektor hilir, dalam persoalan yang dihadapi pekerja, mereka tidak tinggal diam. Tahun lalu pihaknya menginisiasi. bagaimana pekerja yang berprestasi di Malaysia diapresiasi dan diberikan penghargaan.

"Kita tidak mau hanya bicara soal permasalahan namun kami juga melakukan sebaliknya. Bagi pekerja yang berprestasi di sini kita beri penghargaan,"tuturnya.

Selanjutnya, kembali ia mengatakan untuk sejumlah persoalan pihaknya juga tidak mengabaikan masalah TKI. KJRI katanya selalu ada pendampingan terhadap TKI yang bermasalah.

"Kita ada memiliki pengacara tetapi memang pengacara hanya orang Indonesia yang memang dijatuhi hukuman berat atau hukuman mati. Namun ketika masalah keimigriasian yang kurungan selama 6 bulan hukumannya tidak ada pengacara. Ini kita lakukan bukan tidak memandang kasus itu. Masalahnya itu sangat banyak dan kita harus mengeluarkan tenaga banyak kalau pendampingan mereka," kata dia.

Baca juga artikel terkait HUKUM

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora