tirto.id - Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 oktober. Ada makna yang mendalam bagi sejarah bangsa ini dalam isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 itu, yakni ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia.
Sumpah Pemuda tercetus dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Namun dua tahun sebelumnya, seperti diungkap Sudiyo lewat buku Perhimpunan Indonesia sampai dengan Lahirnya Sumpah Pemuda (1989), telah dilakukan Kongres Pemuda I mulai tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Batavia (Jakarta).
Sumpah Pemuda ini diikuti oleh perwakilan berbagai perhimpunan pemuda dari seluruh Indonesia. Tahun ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menggelorakan semangat "Bersatu dan Bangkit".
Tema Bersatu dan Bangkit ini tercermin dari logo Sumpah Pemuda. Dikutip dari website Kemenpora, logo hari Sumpah Pemuda ini berbentuk angka 92 yang menunjukkan ini adalah peringatan ke-92.
6 Rekomendasi Film untuk Peringati Hari Sumpah pemuda
Untuk merayakan peringatan Hari Sumpah Pemuda, berikut ini beberapa rekomendasi film bertemakan perjuangan pemuda-pemudi.
1. Wage
Wage merupakan film biopik garapan sutradara John De Rantau, yang bercerita mengenai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman yang dirilis pada tanggal 28 Oktober 2017 di Indonesia, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda.
Melalui film garapannya berjudul "Wage" Sutradara John De Rantau mencoba menyuguhkan kisah pilu yang dialami Wage Rudolf Supratman sepanjang 120 menit lebih.
Ketika kecil dia mengalami tindak kekerasan oleh bapaknya yang seorang tentara KNIL, di tangsi Jatinegara pada 1912 kemudian ditinggal mati oleh ibunya.
Kemudian dibawa merantau ke Makassar oleh kakak perempuannya Roekijem yang bersuamikan seorang Belanda dan dipelihara hingga dewasa.
Bakat musiknya membawanya menjadi musisi kafe tempat hiburan orang-orang Belanda. Grup musik Black and White yang digawanginya selalu bermain di kafe tersebut hingga suatu saat dia dilarang bermain lagi hanya karena dia pribumi dan ikut dalam pergerakan.
Aktivitas Wage dalam pergerakan selalu diawasi oleh agen polisi Belanda Fritz (Teuku Wisnu Rifkana), bahkan selalu mengejar-ngejar.
Tak hanya dikenal sebagai musisi, WR Supratman juga merupakan wartawan di harian Sin Po. Melalui tulisan-tulisannya dia disebut sebagai propagandis oleh pemerintah Belanda dan salah satu penjahat yang harus ditangkap.
Film ini sangat positif karena ingin menunjukkan bahwa perjuangan tidak harus dilakukan dengan perjuangan fisik namun juga lewat lagu.
Selain lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman juga menggubah banyak lagu-lagu perjuangan khususnya untuk golongan pemuda. Semua lagu ciptaan W.R. Soepratman digubah untuk menambah semangat kebangsaan dan cinta tanah air bagi perkumpulan pemuda.
Sebanyak 11 lagu diciptakan W.R. Soepratman untuk menggugah semangat kebangsaan para pemuda pada 1926-1938. Pada tahun 1926 diciptakannya lagu "Dari Barat sampai ke Timur".
Wage dibintangi oleh aktor pendatang baru, Rendra B Pamungkas sebagai WR Supratman. Beberapa bintang lain yang terlibat yakni Tengku Rifnu Wikana, Prisia Nasution, dan Putri Ayudya.
2. Rudy Habibie
Rudy Habibie merupakan film drama biopik ini tayang pada 2016 dan disutradarai oleh Hanung Bramantyo.
Film ini merupakan prekuel dari Habibie & Ainun yang diangkat dari novel semi-biografi Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner karya Gina S. Noer, serta dibintangi oleh Reza Rahadian, Chelsea Islan, Indah Permatasari, Boris Bokir, Ernest Prakasa, dan Pandji Pragiwaksono.
Pada cerita kali ini, menceritakan sosok Rudy (B.J. Habibie muda) semasa kuliah di Jerman, yang kemudian ia bertemu dengan Ilona Ianovska, gadis asal Polandia yang sempat ia cintai semasa kuliahnya, jauh sebelum akhirnya menikah dengan Ainun pada saat Habibie sudah menyelesaikan kuliahnya dan kembali ke Indonesia.
Ada pula bumbu kisah cinta segitiga yang melibatkan gadis ningrat asal Solo, bernama Ayu. Dan tantangan bagi Rudy untuk menjawab panggilan negara Indonesia yang baru merdeka, yang membutuhkan sosok muda jenius, kreatif, dan pantang menyerah seperti dirinya.
3. 3 Srikandi
3 Srikandi adalah film garapan sutradara oleh Iman Brotoseno yang bercerita tentang tiga wanita Indonesia yang memecahkan rekor dengan menjadi orang pertama dari Indonesia yang meraih medali dalam cabang panahan Olimpiade Seoul pada musim panas 1988.
Pada 1988, dunia olahraga mempersiapkan diri turun serta di Olimpiade Musim Panas di Seoul. Cabang panahan berada di titik kritis, di mana dibutuhkan pelatih yang bisa menyiapkan tim panahan wanita dalam waktu yang singkat.
Satu-satunya yang bisa diandalkan menjadi pelatih adalah Donald Pandiangan (Reza Rahardian) yang dikenal sebagai “Robin Hood Indonesia”.
Tapi Donald sendiri sudah lama menghilang. Ia masih terpukul ketika pada tahun 1980 saat ia bersiap mengikuti Olimpiade Musim Panas 1980 di Moskwa, ia batal pergi karena alasan politis.
Kini ia hidup jauh dari panahan, bahkan olahraga. Selain pelatih, tim panahan pun harus dipilih 3 orang atlet wanita terbaik. Mereka adalah Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari), Lilies (Chelsea Islan) dan Kusuma (Tara Basro).
Sementara itu, waktu menuju olimpiade semakin dekat, tetapi para 3 Srikandi ini pun memiliki masalah rumitnya masing-masing.
Di bawah ancaman tidak akan diberangkatkan sama sekali, pengurus persatuan panahan, Pak Udi (Donny Damara), mesti membujuk dan meyakinkan Donald untuk mempersiapkan tim panahan wanita.
4. Gie
Gie adalah film biografi tentang sosok Soe Hok Gie ini diperankan oleh Nicholas Saputra. Berdurasi 127 menit, film Gie merupakan adaptasi buku Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie.
Soe Hok Gie merupakan aktivis dan penulis di tahun 60-an. Dia sering menempatkan diri di luar pemerintahan bahkan melawannya. Saat itu, Presiden Soekarno sedang berkuasa.
Dalam kesehariannya, Gie terkenal sebagai orang lurus, jujur dan tidak kenal kompromi. Kejujurannya ini pula yang sering menjadi asal-muasal konflik dengan orang sekitarnya. Namun cintanya pada Indonesia dan dunia mahasiswa membuatnya harus bersikap seperti itu. Gie tidak sungkan untuk angkat bicara ketika ada hal yang dia anggap merusak Indonesia.
Perjuangannya melawan tirani berhenti sejenak saat pemerintahan Soekarno turun. Namun dia sangat kecewa ketika melihat perjuangannya melawan rezim yang berkuasa saat itu, justru melahirkan rezim baru dan menyebabkan pembantaian jutaan orang yang tertuduh komunis.
Salah satu sahabatnya, Tjin Han juga menjadi korban. Waktu demi waktu berlalu. Orang-orang di sekitar Gie mulai menyesuaikan diri dengan rezim baru. Beberapa orang bahkan melakukan korupsi. Gie masih sama seperti dulu, menolak untuk diam.
Penolakan dan perlawanan Gie juga masuk di wilayah militer yang keras. Nyatanya idealismenya ini membuat teman-teman Gie meninggalkannya. Perempuan yang dia cintai juga kemudian menolaknya.
5. Sokola Rimba
Sokola Rimba adalah film yang mengisahkan tentang seorang wanita muda idealis yang pergi ke rimba Indonesia dan mengajari anak-anak suku dalam.
Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) telah menemukan hidup yang diinginkannya.
Hal tersebut ialah mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba. Orang Rimba tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.
Pada suatu hari, Butet terserang demam malaria di tengah hutan. Seorang anak tak dikenal bernama Nyungsang Bungo (Nyungsang Bungo) datang menyelamatkannya.
Ia berasal dari Hilir sungai Makekal, yang jaraknya sekitar 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet mengajar membaca.
Ia membawa segulung kertas perjanjian yang telah dicap jempol oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka.
Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca surat perjanjian itu. Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal.
Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis dapat membawa malapetaka bagi mereka.
6. Susi Susanti: Love All
Film biopik berjudul Susi Susanti: Love All dirilis pertama kali pada 24 Oktober 2019 lalu. Film yang bisa ditonton di Disney Puls Hotstar ini meraih banyak penghargaan seperti menang di ajang Festival Film Indonesia 2020, Festival Film Tempo 2019, dan Indonesian Movie Actors Awards. Film ini juga masuk kedalam beberapa kategori di ajang Piala Maya 2019 dan Festival Film Bandung.
Film ini di sutradarai oleh Sim F, ia menjabarkan tajamnya kekejaman orde baru (orba) dengan dingin, sabar, dan berani.
Di saat terjadi gejolak ekonomi, Susi memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menunjukkan kepada negaranya dan dunia bahwa kepahlawanan diukur dari kedalaman pengorbanan seseorang.
Film ini menceritakan Susi kecil yang telah menyukai olahraga badminton. Kecintaan, latihan dan ketekunan membawanya sampai pelatihan nasional. Selain dukungan keluarga yang besar, Liang Chiu Sia sebagai pelatih dan para rekannya juga memiliki andil besar.
Proses panjang dan berat yang dia lakukan kemudian membawanya pada Olimpiade Barcelona, momen yang akan terus diingat oleh bangsa Indonesia sebagai peraih medali emas cabang badminton.
Mewakili Indonesia dalam ajang Internasional, terlebih saat sedang terjadi masalah di dalam negeri, memberikan masalah tersendiri. Salah satunya dalam hal administrasi.
Namun apa pun itu, para atlet yang sedang bermain juga mempunyai “kesempatan” untuk menunjukan bahwa semua bisa menjadi pahlawan. Dengan prestasi yang sedang dia perjuangkan, bukan tidak mungkin, itu menjadi modal persatuan di Indonesia yang sangat rentan pecah. Terlebih Susi berasal dari keturunan Tionghoa yang saat itu hidup dalam ancaman.
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani