tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintah tak berpihak pada pemberantasan korupsi melalui langkah pemberian remisi pada 338 narapidana kasus korupsi pada hari kemerdekaan, 17 Agustus 2019 kemarin.
"Ironi, satu sisi seluruh masyarakat sedang gegap gempita merayakan ulang tahun Indonesia. Namun, sayangnya, Kementerian Hukum dan HAM justru memberi keleluasaan kepada narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan pengurangan hukuman," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis pada Senin (19/8/2019).
Kurnia menilai sepatutnya mempertimbangkan pihak-pihak yang mendapatkan remisi. Pasalnya, tindakan korupsi dikategorikan sebagai extraordinary crime.
"Ini mengartikan bahwa perlakuan pada pelaku korupsi tidak bisa disamaratakan seperti tindak pidana lainnya. Jadi, tidak dibenarkan jika adanya pernyataan dari KemenkumHAM yang menyebutkan pertimbangan pemberian remisi pada narapidana korupsi hanya terbatas pada berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan," kata Kurnia.
Selain itu, Kurnia juga menyampaikan kritiknya terhadap keputusan Kemenhukam yang tidak terbuka karena hingga hari ini tidak ada data yang dipaparkan mengenai total narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi.
"Harusnya ini dijadikan evaluasi, karena bagaimana pun peran masyarakat sebagai kontrol kebijakan publik dapat berjalan. Jangan sampai ada kesan yang terlihat KemenkumHAM seperti menutup-nutupi jumlah serta narapidana korupsi mana saja yang mendapatkan remisi," ujar Kurnia.
Dengan itu, ICW meminta kepada Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, agar bisa benar-benar selektif dalam memberikan remisi pada narapidana kasus korupsi serta memperhatikan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012.
"Kementerian Hukum dan HAM harus membuka data terkait jumlah dan nama-nama narapidana korupsi seluruh Indonesia yang mendapatkan remisi pada peringatan Kemerdekaan," kata Kurnia.
Pemberian remisi, kata MenkumHAM Yasonna Laoly, merupakan langkah untuk dapat memperbaiki kondisi warga binaan.
“Melalui pemberian remisi ini diharapkan seluruh WBP (warga binaan pemasyarakatan) selalu patuh dan taat kepada hukum/norma yang ada sebagai bentuk tanggung jawab kepada Tuhan YME maupun sesama manusia,” kata Yasonna, Sabtu (17/8/2019).
Selain remisi bebas, ada 127.593 narapidana yang mendapat remisi umum dari 199.263 nama yang diusulkan. Yasonna menegaskan pemberian remisi ini sudah sesuai aturan, bukan hanya karena ada kelebihan kapasitas hampir di seluruh lapas di Indonesia.
“Kelebihan isi penghuni menunjukkan lapas/rutan sebenarnya memiliki aset dan potensi luar biasa untuk mendukung berjalannya kegiatan ekonomi kreatif sehingga pada akhirnya dapat penghasilan Pendapatan Negara Bukan Pajak sebagai bentuk kontribusi Pemasyarakatan kepada negara,” tegas Yasonna.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri