tirto.id - Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Bidokkes) Polda Papua menyerahkan 20 jenazah korban banjir bandang Sentani kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura.
“Ada 20 peti jenazah yang diserahkan, selanjutnya akan dilakukan pemakaman massal di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal ketika dihubungi, Kamis (28/3/2019).
Ia melanjutkan keputusan pemakaman massal ini merupakan inisiasi dari pimpinan gereja yang menyampaikan ke pemerintah provinsi.
“Menurut tim Disaster Victim Investigation [DVI] sebenarnya belum waktunya [penguburan] karena masih menunggu hasil pemeriksaan DNA. Namun, karena situasi, kami siap akomodasikan semua permintaan pemerintah,” ujar Kamal.
Tim DVI telah berupaya mengidentifikasi seluruh korban, tapi ada beberapa fisik yang tidak dapat teridentifikasi lantaran kondisi jenazah rusak dan sampel DNA keluarga tidak cocok.
Kamal melanjutkan meski ada pemakaman massal, proses identifikasi akan tetap dilakukan karena tim sudah mengambil sampel DNA para jenazah.
“Bagi keluarga yang belum menemukan [jenazah] dapat ke Biddokkes untuk mengidentifikasi kecocokan DNA,” sambung dia.
Jenazah yang ada saat ini diduga belum diketahui identitasnya karena belum teridentifikasi oleh keluarga atau masih keluarga yang belum melaporkan kepada unit DVI. Sebanyak 74 korban banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua masih hilang.
Kapolda Papua Irjen Pol Martuani Sormin mengatakan anggota TNI dan Polri hingga kini masih terus melakukan pencarian dengan dibantu masyarakat dan satuan lainnya. Namun, akibat banyaknya material yang hanyut saat banjir bandang, menyebabkan tim kesulitan menemukan para korban.
"Pencarian dilakukan secara manual karena banyaknya material yang terseret saat banjir melanda kawasan Sentani dan sekitarnya," ujar Sormin di Jayapura, Rabu (27/3/2019).
Luasnya wilayah terdampak banjir, menyebabkan tim pencari mengalami kesulitan untuk menemukan para korban. Bahkan saat ini penggunaan anjing pelacak sudah tidak efektif karena daya penciuman yang terbatas.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri