tirto.id - Foto-foto yang berkaitan dengan #10yearschallenge dilengkapi dengan caption yang bercerita tentang latar foto atau momen saat foto itu diambil.
Beberapa orang bahkan menceritakannya dengan lebih detail dan kemudian mereka membandingkannya dengan keadaan sekarang.
Berbagi kenangan di media sosial ini kemudian mengundang beberapa komentar, baik yang buruk maupun yang baik. Pertanyaannya, apakah membagi kenangan memiliki dampak psikologi bagi orang lain?
Penelitian yang dipublikasikan oleh Memory menjeaskan bahwa, membicarakan masa lalu bisa membantu menciptakan dan mempertahankan identitas individu.
Dengan menceritakan kisah yang lucu atau memalukan kita berbagi perasaan gembira atau pengakuan akan kesulitan yang diatasi, besar atau kecil.
Dengan bercerita tentang kenangan mereka di masa lalu, akhirnya orang-orang bisa saling mengetahui dan saling memiliki.
Beberapa keluarga mengaku mereka dipersatukan oleh kenangan-kenangan yang diceritakan setiap kali mereka berkumpul.
Selain kita bisa memberi pengetahuan kepada orang lain, membagi kenangan masa lalu juga bisa membantu anak-anak cara mengingat.
Penelitan yang dilakukan oleh Robin Fivush dan rekan-rekannya menemukan bahwa cara orang tua dan orang lain berbicara kepada anak-anak tentang masa lalu sangat penting untuk perkembangan memori mereka.
Salah satu cara terbaik adalah dengan menggunakan apa yang para peneliti sebut gaya "elaboratif tinggi".
Hal ini akan mendorong anak-anak untuk berkontribusi dengan pertanyaan terbuka seperti siapa, apa, mengapa, bagaimana, dan memperluas serta menambahkan struktur pada respons anak yang terkadang terbatas.
Bersama-sama, orang tua dan anak kemudian dapat bersama-sama menceritakan kisah kenangan yang kaya, penuh dan dapat dipahami.
Tidak mengherankan, anak-anak yang orang tuanya menggunakan gaya pengingatan elaboratif ini kemudian menunjukkan ingatan yang lebih kuat dan lebih rinci tentang pengalaman masa lalu mereka sendiri.
Berbagi kenangan juga dapat menancapkan atau memperkuat memori seiring bertambahnya usia.
Penelitian yang diterbitkan oleh Elsevier dengan melibatkan beberapa pasangan dewasa yang lebih tua yang berusia 60 hingga 88 tahun untuk mengingat secara individu berbagai peristiwa yang dialami pasangan mereka selama lima tahun terakhir. Semua peserta telah menikah selama lebih dari 50 tahun.
Satu minggu kemudian, peneliti meminta setengah dari pasangan untuk berbicara secara detail dengan pasangan mereka tentang acara mereka.
Dibandingkan dengan orang dewasa muda, orang dewasa yang lebih tua yang bekerja sendiri biasanya merasa sulit untuk mengingat ingatan autobiografis dengan sangat terperinci.
Tetapi ketika pasangan yang lebih tua bercerita bersama dengan pasangan mereka tentang kenangan mereka, ingatannya jauh lebih rinci.
Dalam penelitian ini pun pasangan muda terlibat. Meskipun pasangan muda yang berusia 26 hingga 42 tahun sulit untuk mengingat lebih banyak.
Tetapi mereka yang melaporkan hubungan yang lebih dekat dengan pasangan mereka cenderung mengingat lebih banyak detail peristiwa yang dibagikan dengan pasangan mereka, bahkan ketika mereka mengingatnya sendirian.
Maka, berbagi pengalaman dan ingatan mungkin bisa bermanfaat agar kita lebih intim dan mengenal identitas pasangan.
Namun, membagikan kenangan masa lalu kadang tidak disetujui oleh orang lain, apalagi orang itu terligat dalam kenengan tersebut atau ada dalam foto tersebut. Seseorang itu seperti saudara kita sendiri.
Dilansir The Guardian, The Sister Knot buka yang ditulis oleh psikolog Terri Apter menjelaskan bagaimana ketidaksepakatan tentang kenangan masa kecil dapat menjadi sumber dendam yang lama sampai dewasa.
"Jika mereka ditantang, itu adalah tantangan untuk seluruh perasaan tentang siapa kita dan bagaimana kita berdiri dalam hubungannya dengan orang lain. Orang yang membuat klaim tentang kisah keluarga saya mengatakan kepada saya bahwa saya bukan siapa yang saya pikir hari ni. Hal ini sangat sangat membingungkan, " jelas Apter.
Tetapi pertentangan yang dilakukan oleh saudara kandung kita tentang kenangan yang keliru kita ceritakan dinilai oleh penelitian sebagai cerita atau kisah yang kaya secara emosional.
Kenangan-kenangan ini lebih emosional karena bisa jadi karena sifat imajinatif yang telah menciptakannya.
Editor: Yandri Daniel Damaledo