Menuju konten utama

Yasonna: Hukuman Kebiri Tak Berlaku Pada Anak-Anak

Hukuman kebiri yang masuk dalam rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tidak berlaku bagi pelaku kekerasan seksual yang belum dewasa atau anak-anak. Pelaku yang masih di bawah umur akan mendapat pendampingan secara khusus yakni pendampingan psikologi termasuk dilakukannya terapi kejiwaan dan medis. Pendampingan itu juga dilakukan untuk anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Yasonna: Hukuman Kebiri Tak Berlaku Pada Anak-Anak
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Antara Foto/Wahyu Putro A.

tirto.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyampaikan hukuman kebiri yang masuk dalam rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tidak berlaku bagi pelaku kekerasan seksual yang belum dewasa atau anak-anak.

"Kalau pelakunya anak-anak tentu beda, ada undang-undang [UU] peradilan anak yang tentu membedakan. Baik pengadilan dan pendekatan hukumnya juga beda," kata Yasonna saat ditemui di Jakarta, Kamis, (12/5/2016).

Bagi pelaku yang masih di bawah umur, kata Yasonna, akan mendapat pendampingan secara khusus, termasuk bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Keduanya, ujar Yasonna melanjutkan, sama-sama harus diberikan pendampingan psikologi termasuk dilakukannya terapi kejiwaan dan medis.

"Tapi ya itu, kebiri bukan untuk [pelaku] anak-anak. [Mereka] perlu pendampingan dan terapi [...] supaya jangan menjadi persoalan lagi setelahnya," ujar Yasonna.

Dalam prosesnya, pemberian hukuman melalui cara chemical castration tersebut akan dipertimbangkan melalui sejumlah fakta dan keterangan yang didapat selama masa penyidikan.

"Dilihat situasi dan faktanya oleh hakim. Kalau dia [pelaku] pedofilia yang berulang. Menurut kami, yang seperti ini perlu ditangani melalui kebiri medis," tutur Yasonna.

Namun ia enggan memberikan keterangan secara jelas saat ditanya kapan Perppu tersebut akan disahkan. Ia hanya mengisyaratkan akan menunggu hingga masa reses di DPR-RI selesai dan kembali melakukan pembahasan.

Terkait kekerasan seksual, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, tindakan kekerasan tersebut tidak hanya sebatas pemerkosaan, namun juga berupa penyiksaan seksual, pemaksaan berhubungan intim, hingga perbudakan seksual dan lain sebagainya.

Menurut Budi, hingga saat ini akses korban untuk mendapatkan pembelaan dan proses di jalur hukum masih buruk, terlebih hingga tahap mendapatkan kebenaran.

"40 persen kasus yang dilaporkan berhenti di kepolisian, 10 persen sampai ke pengadilan. Sisanya hanya diselesaikan dengan cara mediasi," ujar Budi.

Kejahatan seksual, lanjut Budi, tidak boleh terjadi dan kompleksnya masalah tersebut menekankan agar dibentuk sebuah peraturan tegas untuk menindak kejahatan jenis tersebut. (ANT)

Baca juga artikel terkait KEKERASAN TERHADAP ANAK

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara