Menuju konten utama

Yang Muda yang Rawan Celaka di Jalan Raya

Risiko celaka bisa menimpa siapa saja bagi mereka yang beraktivitas berkendara di jalan raya. Namun data dan penelitian menunjukkan, usia muda paling rentan mengalami kecelakaan lalu lintas.

Yang Muda yang Rawan Celaka di Jalan Raya
Kasatlantas Polres Jombang AKP Mellysa Amalia, membagikan coklat kepada pelajar yang tertib lalu lintas pada hari terakhir Operasi Zebra Semeru 2016 di Jombang, Jawa Timur, Selasa (29/11). Pemberian hadiah berupa coklat kepada para pengendara itu untuk memotivasi supaya lebih tertib lagi. ANTARA FOTO/Syaiful Arif/ama/16

tirto.id - Kecelakaan maut di Tol Jagorawi yang melibatkan anak seorang musisi terkenal pada 2013 begitu menghebohkan publik. Sang anak kala itu masih berusia 13 tahun. Insiden ini menambah daftar panjang kecelakaan yang melibatkan pengendara anak di bawah umur di Indonesia

Data Korlantas Mabes Polri menyebutkan, sepanjang 2010-2015, setidaknya ada 176 ribu anak di bawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan. Artinya, setiap hari terdapat 80-an usia di bawah 17 tahun yang menjadi korban kecelakaan. Sedikitnya tercatat 27 ribu anak-anak yang memicu terjadinya kecelakaan di jalan.

Pada 2016 kontribusi pelaku kecelakaan lalu lintas jalan yang tanpa Surat Izin Mengemudi (SIM) mencapai 46,71% dari total kecelakaan atau setara dengan 182 pelaku kecelakaan setiap hari. Padahal tahun sebelumnya hanya 45,40% atau ada 124 pelaku kecelakaan setiap hari. Anak-anak di bawah umur jelas termasuk yang masuk kelompok yang tak memiliki SIM, di antaranya pelajar.

Annisa Hidayati dari Universitas Airlangga meneliti soal analisis risiko kecelakaan lalu lintas berdasar pengetahuan, penggunaan jalur, dan kecepatan berkendara. Respondennya merupakan 100 siswa di seluruh SMP Kecamatan Wonokromo, Surabaya pada 2015 berusia 12-17 tahun. Siswa SMP yang menjadi responden penelitian merupakan pengendara sepeda motor aktif dengan proporsi sebesar 25%. Persentase terbesar berada di umur 14 tahun atau 62%. Dari jumlah itu laki-laki mengambil porsi sebanyak 55% dan anak perempuan sebanyak 45%.

Temuan dari penelitian ini menunjukkan 43% dari mereka menyatakan pernah terlibat dalam kejadian kecelakaan lalu lintas. Pengetahuan berkendara menjadi faktor terbesar yang memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas pada siswa SMP pengendara sepeda motor. Disusul dengan kecepatan berkendara dan penggunaan jalur.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah total responden yakni sekitar 75% yang berkendara dengan kecepatan > 60 km/jam menyatakan pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Angka ini cukup klop dengan data WHO bahwa pengemudi dengan usia muda yakni 16-24 tahun lebih memiliki kecenderungan untuk berkendara dengan kecepatan lebih tinggi 20 km/jam daripada pengemudi dewasa.

Infografik Anak Berkendara

Lyndel J. Bates dan rekan-rekannya dalam jurnal yang berjudul Factors Contributing to Crash among Young Driversyang dimuat dalam Sultan Qaboos University Medical Journal, Oman 2014 juga mengungkapkan kontribusi terhadap tingginya risiko kecelakaan yang dialami oleh pengendara muda adalah usia, jenis kelamin, dan keterampilan mengemudi.

Pengendara mobil muda memiliki risiko 5-10 kali lebih besar mengalami cedera akibat kecelakaan di jalan. Mereka memiliki risiko kecelakaan yang lebih tinggi karena kurangnya pengalaman dan kecenderungan mengemudi dalam situasi berisiko tinggi. Selain itu, mereka juga tidak memiliki keterampilan mengemudi, mentalnya tidak dewasa, tidak memiliki kemampuan persepsi risiko, dan menilai keterampilan mengemudinya sendiri.

Kelompok laki-laki muda juga memiliki tingkat kecelakaan lebih tinggi daripada perempuan. Terlihat dimana pengendara laki-laki menempuh jarak yang lebih jauh per tahun daripada pengendara perempuan. Laki-laki dari segala usia memiliki tingkat kecelakaan yang lebih tinggi daripada wanita. Namun, perbedaan ini paling besar di antara mereka yang berusia 18-25 tahun.

Kecelakaan pengendara anak juga tak luput dari kurangnya peran orang tua dalam pengawasan. Bahkan tak sedikit dari mereka yang malah secara terang-terangan mengizinkan anak di bawah umur untuk membawa kendaraan bermotor untuk mempermudah mobilitas anaknya. Fenomena ini tak hanya terjadi di wilayah perkotaan, tapi juga pedesaan. Fakta ini jelas dari sisi hukum melanggar dari aturan main yang ada.

Pada Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada 81 ayat 2 huruf a secara tegas mengatur batas usia untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi paling rendah 17 tahun. Di sisi lain pasal 310 ayat (4) mengatur bahwa kecelakaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.

Sayangnya, ancaman dalam undang-undang tersebut tak cukup membuat sadar para orang tua yang mengizinkan anaknya membawa kendaraan. Sempat ada wacana untuk mempidanakan para orang tua yang mengizinkan anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor. Namun, pengamat hukum pidana, Ganjar Laksamana mengungkapkan pengalihan hukuman tidak dapat dilakukan dari anak kepada orang tua karena lalai tanggung jawab. Sebab, prinsip hukum pidana tetap menjerat kepada yang melakukan kejahatan.

“Tidak bisa, karena prinsip pertanggungjawaban pidana melekat pada pelakunya,” kata Ganjar kepada Tirto.

Peranan orang tua mengambil porsi yang menentukan terhadap anak-anaknya, apakah memberikan ruang membiarkan mereka berkendara saat masih usia di bawah umur, atau sebaliknya mengambil sikap tegas dengan melarangnya. Namun, dengan melihat kenyataan pengendara muda berisiko tinggi celaka di jalan raya maka pilihan kedua sudah harus jadi sikap para orang tua tanpa kompromi.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra