Menuju konten utama

Wiranto: Jokowi Tak Ingin Ubah Konten Film G30S/PKI

Gatot Nurmantyo tegaskan hanya presiden yang bisa ubah instruksinya gelar nobar film G30S/PKI

Wiranto: Jokowi Tak Ingin Ubah Konten Film G30S/PKI
Joko Widodo didampingi Gatot Nurmantyo, Polhukam Wiranto, dan Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan seusai memberikan pembekalan kepada calon perwira remaja Akademi TNI dan Polri tahun 2017 di Mabes TNI, Senin (24/7). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak ingin mengubah konten film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Menurutnya presiden hanya ingin film karya Arifin C. Noer itu dibuat ulang agar lebih mudah dicerna penonton sekarang khususnya generasi muda.

“Jangan dipelintir, presiden itu sangat jernih membaca tren masyarakat saat ini. Masyarakat lalu dengan sekarang sudah berubah karena teknologi yang sudah berubah,” kata Wiranto usai menghadap Jokowi di istana kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/9) seperti diberitakan Antara.

Cara masyarakat menerima informasi sudah berubah seiring perkembangan teknologi. Hal ini lah yang menurut Wiranto melatarbelakangi keinginan Jokowi agar pesan sejarah peristiwa 30 September 1965 dibuat dalam bentuk film yang baru.

“Presiden maksudnya baik bahwa film-film semacam itu yang merupakan dokumen negara masa lalu biar lebih enak, lebih mudah dicerna oleh penonton masa kini itu disesuaikan cara penyajiannya, bukan diubah kontennya,” ujar mantan Ketua Umum DPP Hanura ini.

Wiranto menyayangkan informasi yang seolah-olah menyatakan presiden ingin mengubah konten film G30S/PKI. Ia menyampaikan hal ini untuk menjernihkan keterangan yang telah disampaikan Jokowi sebelumnya.

“Kadang-kadang ini dipelintir, seakan-akan presiden setuju dengan perubahan konten seperti itu. Ini supaya jangan disalahtafsirkan jadi 'hoax', viral yang tidak menguntungkan,” tegas Wiranto.

Menhan Tak Bisa Melarang

Secara terpisah, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menilai polemik nonton bareng (nobar) film G30S/PKI bersifat politis. Baginya polemik semacam itu tidak perlu ditanggapi. “Kalau politik, apa pun bisa dipolitisasi. Biarin saja,” kata Panglima TNI di Mabes TNI Cilangkap.

“Sekarang mau berkomentar apapun juga wajar yang penting jangan menyebarkan berita bohong kan begitu saja,” ucapnya.

Gatot mengatakan instruksi menggelar nobar film G30S/PKI tidak mengandung unsur paksaan. Hal ini terlihat dari sejumlah nobar yang telah digelar oleh TNI di sejumlah daerah. “Sudah terlaksana kok. Saya tanya ada yang dipaksa enggak, nggak ada? Tidak ada yang memaksakan,” tutur Gatot.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini memastikan tidak akan menarik instruksinya agar anggota TNI di berbagai daerah menggelar nobar film G30S/PKI. Menurut Gatot hanya presiden yang berwenang membatalkan instruksinya.

“Kalau prajurit saya itu urusan saya. Ya memang harus dipaksa. Menhan tidak punya kewenangan terhadap saya. Kendali saya hanya dari presiden garisnya. Saya katakan tidak bisa mempengaruhi saya kecuali presiden. Itu prajurit saya kok," ujarnya.

Baca juga:

Instruksi menggelar nobar film G30S PKI, menurut Gatot agar peristiwa yang mengorbankan sejumlah jenderal dan perwira Angkatan Darat tersebut tetap diingat bagian dari sejarah Indonesia.

"Sejarah kan cenderung berulang. Kalau berulang kan kasihan bangsa ini. Saya mengajak dan mengingatkan agar jangan sampai peristiwa ini terulang kembali. Orang mempersepsikan lainnya ya silakan saja. Haknya beda-beda kok enggak masalah. Saya tidak akan menanggapi itu. Yang penting saya kerjakan," ujarnya.

Sebelumnya, Senin (18/9) Presiden Jokowi mengatakan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI perlu dibuat versi baru. Hal ini agar film tersebut lebih bisa diterima generasi muda. "Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial," kata Presiden.

Direktur Perum Produksi Film Negara (PFN) M. Abduh Aziz pernah mengatakan pembuatan versi terbaru film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI tidak hanya menyasar aspek teknis. Tapi juga masuk ke aspek yang lebih substantif yakni tafsir terhadap cerita.

“Yang namanya remake itu tafsir ulang atas yang telah diproduksi. Jadi ada kemerdekaan untuk menafsirkan kembali,” kata Abduh saat dihubungi Tirto, Selasa (19/9).

Tafsir ulang atas sebuah karya film bukan barang haram. Abduh mengatakan film Romeo dan Juliet misalnya dibuat dalam beragam versi serta tafsir. Dalam konteks itu, tafsir ulang atas peristiwa 30 September 1965 sebagaimana digambarkan dalam film G30S/PKI sangat mungkin dilakukan. Sebab saat ini semakin banyak penelitian atas peristiwa tersebut.

Baca juga artikel terkait FILM G30SPKI atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Politik
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar