tirto.id - Organisasi Kesehatan Dunia, WHO menetapkan wabah cacar monyet atau monkeypox kini berstatus sebagai darurat kesehatan global. Hal ini menyusul banyaknya laporan kasus cacar monyet di negara-negara yang tidak endemik sejak awal Mei 2022.
"Ini adalah pertama kalinya banyak kasus dan klaster cacar monyet dilaporkan secara bersamaan di negara-negara non-endemik dan endemik di wilayah geografis yang sangat berbeda," catat WHO melalui rilis di situs resminya pada Sabtu (23/7/2022).
Wabah cacar monyet sebelumnya telah terdeteksi di sejumlah negara di Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Sejak lima minggu ditetapkan sebagai wabah, kasus cacar monyet terus mengalami peningkatan.
Per 17 Juli 2022 WHO melaporkan bahwa sudah ada lebih dari 559 juta kasus terkonfirmasi cacar monyet dengan lebih dari 6,3 juta kasus kematian secara global. Peningkatan kasus terbanyak secara berurutan terjadi di wilayah Eropa, Amerika, Pasifik Barat, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.
WHO menyebutkan, di wilayah Asia Tenggara selama 11 hingga 17 Juli 2022 telah terjadi penambahan kasus cacar monyet sebanyak 5 persen atau 173.854 kasus terkonfirmasi. Kasus kumulatif yang tercatat di wilayah tersebut kini mencapai lebih dari 58,9 juta.
Sedangkan kasus kematian meningkat 20 persen atau 538 kasus selama sepekan. Secara kumulatif, kematian akibat cacar monyet di Asia tenggara meningkat menjadi 791.164 kasus.
Apa Itu Cacar Monyet?
Cacar monyet atau monkeypox merupakan penyakit zoonis yang disebabkan oleh virus monkeypox dari genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae. Beberapa virus yang termasuk dengan genus Orthopoxvirus adalah virus variola penyebab cacar dan cacar sapi.
Disebut sebagai cacar monyet, karena penyakit ini dulunya juga ditemukan pada primata seperti monyet. Melansir NPR pembawa utama penyakit cacar monyet justru bukan primata, melainkan hewan pengerat seperti tupai dan tikus.
Kendati demikian, penyakit ini tidak hanya menyebar dari hewan ke manusia saja, tetapi juga dari manusia ke manusia. Kasus cacar monyet pada manusia pertama kali ditemukan di Republik Demkokratik Kongo pada 1970.
Gejala cacar monyet mirip seperti cacar air berupa tumbuhnya ruam dan bintik-bintik kecil pada tubuh. Meskipun gejalanya mirip cacar, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menegaskan bahwa penyakit ini tidak ada hubungannya dengan cacar air.
Pada kasus wabah global yang dilaporkan baru-baru ini, penyakit cacar monyet tidak hanya dideteksi pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Sejauh ini, kasus infeksi cacar monyet pada anak-anak memang ada namun persentasenya lebih rendah secara global.
Apakah Cacar Monyet Mematikan?
Menurut CDC penyakit yang disebabkan oleh virus cacar monyet jenis Afrika Barat jarang sekali menyebabkan kondisi serius yang berakibat fatal. Lebih dari 99 persen orang yang terinfeksi penyakit cacar monyet dapat bertahan hidup.
Namun, ada beberapa kondisi yang menyebabkan infeksi cacar monyet bisa berkembang parah bahkan dapat menyebabkan penderitanya meninggal. Kondisi ini berisiko dialami oleh orang-orang dengan kondisi berikut:
- orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah;
- anak-anak berusia di bawah 8 tahun;
- orang dengan riwayat eksim;
- ibu yang sedang hamil dan menyusui.
Selain jenis Afrika Barat, terdapat juga jenis virus monkeypox Basin Kongo. Jenis virus ini setidaknya memiliki tingkat kematian sekitar 10 persen.
Meskipun penyakit cacar monyet tergolong sebagai penyakit yang jarang mengakibatkan masalah serius, gejala yang dialami sangat menyakitkan. Penderita bahkan dapat memiliki bekas luka permanen akibat ruam dari cacar monyet.
Gejala Cacar Monyet dari Hari Ke Hari
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa gejala cacar monyet dapat berlangsung selama 6-13 hari hingga 5-21 hari. Waktu tersebut sudah termasuk masa inkubasi virus sebelum menimbulkan gejala.
Kemenkes menyebutkan ada tiga fase infeksi cacar monyet berdasarkan gejalanya, yaitu fase akut atau prodromal, fase erupsi, dan fase konvalesen atau penyembuhan.
Berikut gejalanya dari hari ke hari:
1. Gejala fase aku atau prodromal (hari ke-0 hingga ke-5)
- demam;
- sakit kepala hebat;
- limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, dan/atau selangkangan (lipatan paha);
- nyeri punggung;
- nyeri otot;
- kelelahan yang terus menerus.
2. Gejala fase erupsi (1-3 hari setelah demam dan berlangsung hingga 3 minggu)
- muncul ruam pada kulit;
- ruam-ruam menyebar ke bagian tubuh lain, seperti wajah, tangan, kaki, dan badan;
- ruam-ruam berkembang menjadi bintik merah seperti cacar dan berisi cairan bening (vesikel);
- muncul lepuh-lepuh kecil berisi nanah (pustula);
- bintik dan lepuh mengeras lalu rontok.
3. Fase konvalesen atau penyembuhan (2 - 4 minggu setelah gejala pertama muncul)
- kemunculan bintik-bintik mereda;
- ruam-ruam dan krusta mulai hilang dan rontok.
Perlu diketahui bahwa di 10 hari pertama fase erupsi muncul, penderita perpotensi menularkan penyakitnya pada orang lain. Risiko penularan ini akan berlangsung hingga seluruh ruam dan kusta rontoh dan sembuh dengan sendirinya atau pada masa konvalesen.