tirto.id - Laporan dari utusan khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Staffan de Mistura pada Kamis (26/5/2016) mengungkapkan warga sipil Suriah terancam kelaparan jika pemerintah negara tersebut, serta berbagai kelompok pemberontak bersenjata, tidak memberikan akses yang lebih besar bagi konvoi bantuan kemanusiaan.
"Ada banyak warga sipil saat ini terancam kelaparan," ujar de Mistura kepada media, menyusul rapat mingguan organisasi bantuan kemanusiaan dukungan PBB, yang menghadapi masalah dalam mengoordinasikan pengiriman suplai bantuan di berbagai wilayah di Suriah, seperti dikutip kantor berita Antara, Jumat (27/5/2016).
Wakil de Mistura sekaligus ketua badan kemanusiaan Jan Egeland menjelaskan, situasi pada bulan Mei lebih sulit dari perkiraan bagi konvoi bantuan kemanusiaan, dalam menjangkau warga di berbagai daerah yang dikepung oleh pasukan pemberontak atau pemerintah Suriah.
"Dari total satu juta warga yang semestinya menerima bantuan melalui darat pada Mei, kami baru dapat menjangkau 160 ribu orang," ujar Egeland.
Menurut laporan PBB, lebih dari 400 ribu warga sipil Suriah terkepung. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah-daerah yang dikepung pasukan pemerintah.
Selain itu, lebih dari empat juta warga tinggal di kawasan yang sulit dijangkau dan berlokasi dekat medan tempur atau pos pemeriksaan.
Sebelumnya pada 9 Mei lalu, pihak Palang Merah yang bermitra dengan PBB dan Bulan Sabit Merah Suriah mengatakan, konvoi bantuan yang menuju kota Daraya yang dikuasai pemberontak tidak diperbolehkan masuk. Padahal, mereka membawa bantuan pertama ke kota itu.
Komite Palang Merah Internasional mengatakan konvoi itu sebelumnya telah mendapat izin dari semua pihak untuk mengirim pasokan. Tapi komite itu tidak mengatakan pihak mana yang menghalangi truk-truk bantuan itu masuk.
PBB mengatakan, Pemerintah Suriah menolak mengizinkan pengiriman bantuan-bantuan PBB kepada ratusan ribu orang yang pasokannya terhenti oleh faksi-faksi yang berperang termasuk pemerintah, pemberontak dan ISIS.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora