tirto.id - Warga yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran - Kulon Progo (PWPP-KP) bersikeras mempertahankan rumah dan lahannya meski PT Angkasa Pura I telah melakukan sosialisasi pada Jumat (15/12/2017).
PT Angkasa Pura I meminta warga mengosongkan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan bandara Kulon Progo, New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Agus, selaku Humas PWPP-KP mengatakan AP 1 datang ke Masjid Al-Hidayah bersama sejumlah aparat kepolisian dan beberapa pihak seperti, Pemda yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kulon Progo Astungkara dan Kapolsek Temon Kompol Setyo Heri.
"Mereka datang sekitar jam 9 pagi, kata Sekda mereka datang untuk silaturahmi. Lalu AP I bilang mereka mau sosialisasi. Kami enggak mau, memangnya mau sosialisasi apa lagi?" kata Agus kepada Tirto, Senin (18/12/2017).
Baca: Aktivis NU: Pengosongan Paksa Lahan Bandara Kulon Progo Itu Haram
Karena dianggap datang dengan tujuan tidak jelas, warga dan sejumlah relawan pun mengusir rombongan AP I yang jumlahnya tak lebih dari 20 orang. "Enggak lama mereka di sini, paling seperempat jam," imbuh Agus.
Ketua PWPP-KP, Ustaz Sofyan menambahkan, warga dan relawan mengusir AP 1 karena mereka datang tanpa surat tugas dan tidak jelas siapa yang menyuruh mereka.
"Pas mereka ke sini, saya tanya ada surat tugasnya enggak, mereka bilang enggak ada. Ya sudah kami tidak bisa terima. Kalau memang yang nyuruh Pemda kan ya seharusnya ada suratnya," kata Sofyan.
Menurut dia, rombongan AP 1 mengaku diundang oleh warga. "Padahal tidak ada satu pun dari kami yang mengundang," ucap Sofyan.
Dalam pertemuan tersebut, AP I sempat menyinggung soal alasan dibangunnya bandara di wilayah tersebut. Menurut Agus, alasan mereka adalah karena Bandara Adisutjipto tidak lagi cukup menampung permintaan penerbangan, sehingga dibutuhkan bandara baru.
Baca: Jokowi Sebut Bandara Kulon Progo Diramalkan Leluhur
"Mereka cerita soal pesawat yang mutar-mutar di atas sini, enggak bisa turun karena penuh. Ya terserah, itu kan bukan urusan kami," tegas Agus.
Hingga saat ini, jumlah rumah yang masih bersikukuh menolak pembangunan bandara adalah 37 rumah. Namun menurut Agus, jika dihitung dari jumlah KK (Kepala Keluarga), yang menolak mencapai 300 KK. Rumah-rumah yang masih berdiri ini tetap ditinggali dan ditunggui oleh beberapa relawan.
Masjid Al-Hidayah merupakan satu-satunya masjid di Desa Palihan yang masih berdiri dan difungsikan sebagai posko oleh relawan dan PWPP-KP sejak tiga pekan lalu. Masjid ini terletak sekitar 50 meter dari kantor PT PP yang dijadikan tempat berkumpul aparat kepolisian dan AP 1 sebelum melakukan penggusuran.
Pimpinan Proyek Bandara Kulon Progo, Sujiastono mengatakan akan terus melakukan langkah persuasif kepada warga Desa Palihan, Kabupaten Kulon Progo untuk mengosongkan lahan mereka, karena target pengosongan lahan selesai Desember ini.
"Ya, kami lakukan langkah persuasif. Target secepatnya, bulan ini," kata Sujiastono kepada Tirto melalui pesan singkat pada Senin (18/12/2017).
AP I mulai mengosongkan lahan secara paksa pada 27 November 2017 lalu. Warga yang tidak bersedia untuk digusur, diminta pindah secara mandiri dengan batas akhir 4 Desember 2017. Namun bila hingga 4 Desember 2017 warga masih bersikeras, maka yang akan melakukan pendekatan kepada warga secara perseorangan, adalah Pemkab Kulon Progo.
Pengosongan lahan yang dilakukan AP I ini mendapat kecaman keras dari sejumlah aktivis seperti Jogja Darurat Agraria, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, serta Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Mereka menilai tindakan AP I sewenang-wenang dan melanggar HAM.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Alexander Haryanto