Menuju konten utama

Wakapolri Minta Kampus Cermat Faktor Remaja Ikut Gerakan Radikal

Anak muda sedang mencari jati diri menurut Wakapolri mudah terkena narasi gerakan radikal & intoleran.

Wakapolri Minta Kampus Cermat Faktor Remaja Ikut Gerakan Radikal
Ilustrasi Radikal. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono menyatakan anak muda yang sedang mencari jati diri rentan terpapar gerakan intoleran dan radikal. Menurut Gatot studi yang dilakukan The United States Institute of Peace pada 2010 menunjukkan bahwa 2.032 militan asing jaringan Al Qaeda berasal dari kalangan mahasiswa dan pelajar.

“Mereka orang-orang yang sedang mengembara untuk menemukan jati dirinya,” kata Gatot dalam keterangan tertulis, Jumat (12/8/2022).

Selain itu, menurut Gatot terdapat empat faktor lain yang menyebabkan anak muda tertarik pada narasi gerakan intoleran dan radikal.

Penyebab kedua, mereka membutuhkan rasa kebersamaan. Kelompok teroris pandai memanfaatkan para remaja yang sedang resah terhadap kondisi emosionalnya. Mereka ingin mencari kebersamaan yang kadang tidak didapatkan dari keluarga.

Ketiga, anak muda ingin memperbaiki hal yang dianggap mencederai keadilan. Para remaja ini memiliki semangat yang menggebu-gebu dan idealisme yang tinggi untuk melakukan perubahan, hal inilah yang juga dimanfaatkan oleh kelompok teroris.

Keempat, lanjut Gatot, remaja tengah membangun citra diri. Mereka sangat ingin terlihat menonjol atau eksis, karenanya cenderung tidak segan melakukan berbagai cara untuk tampil impresif, termasuk dengan menjadi bagian dari kelompok dan gerakan ekstremis.

Terakhir, mereka memiliki akses luas guna berinteraksi dengan siapa pun di dunia maya, termasuk dengan kelompok radikal. Persinggungan di dunia maya inilah yang kerap menjadi permulaan bagi kalangan muda untuk bergabung dengan kelompok teroris.

"Khusus pada poin terakhir, banyak kalangan yang menyebut media sosial telah membuat kalangan anak-anak muda semakin rentan, terutama, sebagaimana dikemukakan dalam temuan Wahid Foundation (2017), karena kalangan muda lebih senang belajar agama dari media sosial, dengan ustaz atau ustazah yang belum tentu terjamin kualitas keilmuan dan akhlaknya," terang Gatot.

Maka Gatot mengingatkan memasuki tahun ajaran baru, dunia pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap paham dan gerakan kekerasan.

Terutama yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan legitimasi yang didasarkan pada pemahaman agama yang salah. Paham dan gerakan tersebut adalah intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.

Baca juga artikel terkait RADIKALISME atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto