Menuju konten utama

Wacana Puan Maharani "Impor" Guru Asing Dikritik Organisasi Guru

IGI dan FSGI mengkritik rencana pemerintah tersebut.

Wacana Puan Maharani
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani memberi sambutan saat menghadiri penyerahkan bantuan pemerintah kepada masyarakat di Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (10/11/2019). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia. Menurut Puan, saat ini Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengundang para pengajar, salah satunya dari Jerman.

"Kami ajak guru dari luar negeri untuk mengajari ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia," ujar Puan dalam Musyarawah Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas, di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Kamis (9/5/2019) lalu.

Lebih lanjut, Puan mengatakan jika para tenaga pengajar asing tersebut mengalami kendala bahasa, mereka akan diberi fasilitas penerjemah serta perlengkapan alih bahasa.

Bagaimana tanggapan guru atas rencana pemerintah tersebut?

Jumlah Guru Dalam Negeri Cukup

Wacana yang digulirkan Puan ini menuai kritik dari Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim. Ia mengatakan jumlah guru di Indonesia sudah mencukupi.

Ramli menjelaskan jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan lulusannya terus bertambah setiap tahunnya. Ia merujuk data Kemendikbud yang menyatakan pada 2013 terdapat 429 LPTK, terdiri dari 46 negeri dan 383 swasta. Total mahasiswa saat itu mencapai 1.440.770 orang. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding 2010 dengan 300 LPTK.

"Dengan jumlah mahasiswa 1,44 juta maka diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300.000 orang per tahun. Padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40.000 orang per tahun," ujar Ramli kepada reporter Tirto, Jumat (10/5/2019).

Di sisi lain, Ramli pesimistis tenaga pengajar asing bisa mengikuti kurikulum yang diterapkan di Indonesia. Apalagi, tambah dia, guru asing tersebut kemungkinan akan memiliki persoalan bahasa.

"Guru-guru kita sebenarnya punya potensi baik, tetapi beban kurikulum dan beban administrasi yang begitu berat membuat mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak perlu," ujarnya.

Ramli menyarankan ketimbang melakukan impor guru asing, lebih baik meningkatkan kompetensi dosen-dosen LPTK sebagai penghasil guru.

"Diganti semuanya dengan dosen luar negeri. Biar mampu menghasilkan guru-guru terbaik, jika asumsinya orang luar negeri lebih baik dari kita," pungkasnya.

Peningkatan Kompetensi Guru

Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim juga menilai wacana pemerintah mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia keliru.

"Menko PMK kurang bijak," ujar Satriwan kepada reporter Tirto.

Satriwan menyampaikan secara nasional kondisi Indonesia tidak kekurangan guru. "Bahkan menurut data, kita sudah oversupply guru dari sekitar 3,2 juta guru di berbagai tingkatan yang mengajar saat ini."

Menurut Satriwan, jika wacana tersebut digulirkan lantaran nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) masih terbilang rendah—dengan angka 67,00 dari skala 100 pada 2017—berarti perlu ada peningkatan kompetensi guru. Salah satunya, tambahnya, adalah dengan pemberian pelatihan.

Lebih lanjut, Satriwan mengatakan jika impor guru benar-benar terealisasi, artinya pemerintah putus asa dalam memberdayakan guru dalam negeri. Ia menyarankan pemerintah memberdayakan guru-guru yang dikirim belajar dan kuliah ke luar negeri oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Semestinya guru-guru Indonesia yang baru pulang belajar dari luar negeri inilah yang melatih guru dan mentransfer ilmunya kepada guru-guru di dalam negeri. Ini yang mesti dilakukan, bukan malah berniat mengimpor guru," ujarnya.

Distribusi Guru Belum Merata

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano, mengklaim lembaganya telah melakukan berbagai upaya menyelesaikan persoalan guru di Indonesia. Ia menjabarkan mulai dari pemerataan distribusi guru ke setiap daerah hingga peningkatan kompetensi melalui skema pelatihan-pelatihan.

Memasuki tahun ajaran baru nanti, guru-guru akan menjajaki sistem zonasi seperti yang diberlakukan pada skema Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Supriano mengatakan tujuan sistem zonasi agar guru tidak menumpuk di satu sekolah saja.

"Ketika di dalam zona itu kami akan mapping dan kami lihat di mana ada yang menumpuk, maka akan kami salurkan ke sekolah yang kurang," ujarnya.

Menurut Supriano rasio guru di Indonesia sebetulnya cukup baik dengan angka 1:17, tapi ada persoalan distribusi guru yang belum merata.

Secara teknis, Supriano menjelaskan nantinya akan dilakukan pemetaan berapa banyak satuan pendidikan dan jumlah guru yang ada di suatu wilayah. Sekolah-sekolah yang kekurangan guru dalam wilayah tersebut akan mendapat tambahan guru dari sekolah yang kelebihan guru.

Selain dengan skema zonasi, menurutnya, para guru akan diberi pelatihan berbasis wilayah. Para guru tidak perlu lagi datang ke pusat hanya untuk sekedar mengikuti pelatihan. Pelatihan tersebut akan dilakukan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), yang mekanisme dan metodenya akan diperbarui demi menjawab kebutuhan zaman.

Baca juga artikel terkait IMPOR GURU atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan