tirto.id - Cina telah melakukan revisi pada data resmi kasus infeksi COVID-19 di negaranya. Komisi Kesehatan Nasional Cina mengatakan, jumlah kematian bertambah menjadi 4.632 jiwa pada Jumat (17/4/2020) sebagaimana diwartakan CNBC.
Sementara itu, total kasus terkonfirmasi juga dilakukan revisi dari 82.367 menjadi 82.692 jiwa.
Cina berada di posisi ke tujuh dengan total kasus terkonfirmasi sejumlah 83.784 jiwa per Sabtu (18/4/2020) hari ini, pukul 11.40 WIB.
Jumlah penambahan tersebut mayoritas berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei, tempat di mana menjadi kota episentrum pertama virus SARS-CoV-2 mewabah hingga hampir ke seluruh negara di dunia saat ini.
Agensi berita negara Xinhua melaporkan, adanya revisi tersebut disebabkan oleh banyaknya pasien yang meninggal di rumah tanpa diperiksa dokter selama lonjakan korban pada awal wabah epidemi.
Selain itu, rumah sakit juga kewalahan dalam menangani para pasien terinfeksi sehingga pelaporan terlambat dan tidak lengkap, bahkan hilang akibat pekerja medis yang sibuk merawat pasien.
Time juga menuliskan, tidak semua rumah sakit yang ditunjuk merawat pasien diperluas ke lembaga di tingkat kota dan kabupaten, termasuk rumah sakit swasta, terhubung dan memberi informasi yang tepat waktu ke jaringan epidemi pusat.
Sebelumnya, Pemerintah Wuhan juga telah mengatakan total infeksi yang terkonfirmasi di kota itu telah direvisi meningkat sebanyak 325 kasus menjadi 50.333 pada Kamis (16/4/2020). Di hari itu, jumlah kumulatif kematian akibat COVID-19 bertambah 1.290 menjadi 3.869 jiwa.
Di sisi lain, peningkatan jumlah kasus Coronavirus SARS-CoV-2 sebesar hampir 50 persen di Cina tersebut telah membuat para ahli dan analis bertanya-tanya.
Selama berbulan-bulan sebelumnya, pertanyaan telah diajukan untuk mengetahui kebenaran statistik COVID-19 resmi Cina.
Kesimpulan dari hal ini, seperti dilansir BBC, beberapa pejabat Cina mungkin telah dengan sengaja melaporkan kematian dan infeksi untuk memberi kesan bahwa kota-kota berhasil mengelola keadaan darurat. Padahal, negara lain pun tengah mengalami masa krisis yang sama.
Pada bulan lalu, Bloomberg melaporkan adanya foto-foto ribuan guci abu yang diangkut dari rumah duka di Wuhan yang beredar di sosial media Cina.
Adanya hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa jumlah kematian akibat virus yang menyerang paru-paru tersebut sebenarnya lebih tinggi dari yang diakui secara resmi oleh pemerintah.
Melansir Aljazeera, sejumlah pemimpin dunia menyarankan Cina belum sepenuhnya terbuka tentang kasus COVID-19 yang melanda negaranya. Lebih lanjut, Cina membantah adanya tuduhan menutupi jumlah kasus akibat pandemi ini.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian mengatakan, penyebaran virus yang masif tersebut membuat perhitungan tidak akurat, serta menambahkan bahwa tidak pernah ada penyembunyian data.
“Kami tidak akan pernah menyembunyikan persembunyian [data],” ujarnya.
Menurut BBC, pihak berwenang di Wuhan mengatakan tidak ada kesalahan data yang disengaja.
Adanya revisi ini terjadi akibat stabilisasi dalam keadaan darurat yang telah memberi mereka waktu untuk meninjau kembali kasus-kasus yang dilaporkan dan menambahkan yang sebelumnya terlewatkan.
Sementara itu mesti telah dilakukan revisi berupa penambahan jumlah kasus COVID-19 di Cina, kasus terbanyak tetap pada Amerika Serikat dengan keseluruhan total kasus 710.272 per Sabtu (18/4/2020) waktu setempat menurut catatan Worldometers.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Dhita Koesno