tirto.id - “Berselancar di Nazare adalah sebuah kehormatan.”
Barangkali, Andrew Cotton, seorang peselancar asal Inggris, setuju dengan ucapan sesama rekan peselancarnya, Jamie Mitchell. Cotton merupakan salah satu korban keganasan ombak di Nazare, Portugal. Pada November 2017 lalu, saat gagal menunggangi ombak setinggi 60 kaki di Nazare, ia terpelanting 20 kaki ke udara. Tulang belakangnya patah dan membutuhkan waktu penyembuhan selama satu tahun.
Namun, saat membicarakan Nazare, mata Cotton berbinar-binar. Peselancar asal Inggris itu ternyata masih mempunyai hasrat untuk mengalahkan ombak di Nazare. Ia setidaknya ingin melewati rekor yang pernah dicatatkan oleh Garrett McNamara, peselancar asal Hawaii, pada 2011 lalu.
“Kadang Anda harus dapat bertahan dalam situasi buruk untuk mendapatkan sebuah pengalaman terbaik,” tutur Cotton, menyoal motivasinya itu.
Perkara jatuh bangun melawan ombak di Nazare, Cotton sebetulnya tak sendirian. Pada tahun 2014 lalu, Rodrigo Koxa, peselancar asal Brasil, hampir mati saat berupaya menunggangi ombak Nazare. Empat bulan setelah kejadian itu, Koxa dihantui mimpi buruk, ketakutan, dan perlu bantuan dari istrinya untuk menyembuhkan traumanya itu.
Namun, Koxa akhirnya mampu bangkit. Pada November 2017 lalu, ia bahkan berhasil menciptakan rekor dunia saat membabat ombak setinggi 24,3 meter di Nazare.
“itu adalah sebuah mimpi yang menjadi nyata,” ujarnya
Menurut Patrick Kingsley, koresponden TheNew York Times, kisah awal mengenai populernya Nazare memang mempunyai narasi berbeda-beda, tergantung siapa yang menceritaknnya.
Dino Casimiro, guru olahraga yang juga atlet bodyboarder di Nazare, menyebut bahwa semua itu bermula saat ia bersama rekan-rekannya berusaha mempopulerkan olahraga air kepada warga lokal dan warga asing pada 2002 silam. Jorge Barroso, mantan Wali Kota Nazare, menilai bahwa populernya Nazare sebenarnya dimulai saat ia memberikan izin kepada Dino untuk menyelanggarakan sebuah kompetisi olahraga air pada 2007 lalu.
Walter Chicarito, Wali Kota Nazare sekarang, mengatakan bahwa semua itu dimulai saat ia mulai menjabat sebagai walikota Nazare pada tahun 2013. Kala itu, Chicarito mengumpulkan banyak modal, membangun Nazere sedemikian rupa, lantas memperkenalkannya secara luas.
Meski begitu, entah cerita siapa yang benar, sebetulnya hanya ada satu hal pasti yang membikin Nazare terkenal: ketinggian dan keganasan ombak yang memang tiada duanya.
Pada musim dingin ketinggian ombak di Nazare bahkan bisa mencapai lebih 30 meter. Hal ini tak lepas dari letak geografis Nazare. Di sana terdapat salah satu palung terdalam di Eropa, Nazere Canyon, yang diperkirakan mempunyai kedalaman sekitar 5.000 meter dan membentang sepanjang 230 kilometer. Jika kedalaman palung tersebut dikombinasikan dengan angin kencang musim dingin, menurut ilmu fisika, ombak setinggi 30 meter bukanlah sesuatu yang mengejutkan.
Selain itu, ombak setinggi 30 meter pasti mempunyai kekuatan yang dahsyat. Setidaknya, dalam How Do You Surf a 100ft Wave?, BBC pernah melakukan hitung-hitungan. Saat itu mereka mengukur kekuatan ombak setinggi 9 meter dengan jangkauan mencapai 65 meter, hitung-hitungan itu tentu cukup dapat dijadikan acuan. Ombak yang "hanya" 9 meter itu saja kekuatannya setara dengan beban seberat 410 ton, bayangkan seberapa kuat hempasan ombak setinggi 30 meter.
Semula, orang-orang Nazare tidak menganggap ombak fenomenal di tepi pantai mereka itu memiliki daya jual. Para orang tua akan mengingatkan kepada anak-anak mereka untuk tidak bermain di tepi pantai, karena ombak bisa menyebabkan kematian. Di sisi lain, mereka juga sadar bahwa di balik ombak itu terdapat lautan Samudera Atlantik yang dipenuhi ikan-ikan segar yang bisa menunjang kehidupan.
Bagi para turis, ombak itu pun awalnya tak banyak digagas. Tujun utama turis datang ke Nazare adalah untuk tujuan wisata religi. Maka, para turis akan datang kota itu untuk menguatkan iman. Selain itu, bagi yang suka wisata kuliner, reputasi Nazare sebagai kota nelayan juga bisa menjadi pertimbangan: itu dapat berarti bahwa beragam jenis masakan seafood juga menggoda untuk disantap.
Apesnya, segelintir orang yang menganggap bahwa ombak di Nazare bisa menjadi daya jual ternyata juga sempat kesulitan untuk mendapat panggung. Dino Casimiro mulai membentuk komunitas bodyboarder pada 2002 lalu, mengadakan kompetisi secara rutin, tapi tetap saja tak mampu merangkul banyak orang. Pada tahun 2005 lalu, ia bahkan sampai nekat mengirimkan surel kepada Garrett McNamara. Sayangnya, surel itu juga tak dibalas – Garrett baru menyadari keberadaan surel tersebut pada 2010.
Sementara itu, saat Paulo Peixe mendirikan Nazare Surf School, ia justru mendapatkan cibiran. Kata orang-orang Nazare lainnya, peselancar adalah “orang-orang yang tidak suka bekerja”.
Namun, semuanya mulai berubah saat Garrett McNamara berhasil meluncur di atas ombak Nazare setinggi 23,7 meter pada 2011 lalu. Kala itu, belum ada peselancar lain yang berhasil menaiki ombak setinggi itu. McNamara membuat rekor baru di dunia selancar, videonya muncul CNN dan BCC, dan semua orang mulai tertarik dengan ombak di Nazare.
Sejak saat itu, para peselancar dari setiap sudut dunia lantas berlomba-lomba untuk memecahkan rekor McNamara. Nazare mulai melakukan investasi, membangun kota, dan menjadikan ombak sebagai benang merahnya. Para turis pun mulai berdatangan, kali ini dengan satu tujuan tambahan: ombak. Di bawah kepemimpinan Chicarito, jumlah turis yang datang ke Nazare pun meningkat pesat. Jika pada tahun 2014 ada sekitar 40.000 turis yang berkunjung, pada tahun 2018 jumlah pengunjung Nazare berada di kisaran 220.000 orang.
Untuk semua itu, Casimiro, yang pada masa kecilnya pernah membayangkan bahwa kelak akan ada peselancar yang menghajar ombak di Nazare, lantas membikin pernyataan menggetarkan di majalah Surfer.
“Mungkin hanya ada 100 orang di bumi yang dapat berselancar di sini, tapi setiap orang di bumi layak untuk melihat mereka (ombak di Nazare). Mereka adalah bagian dari kejaiban di dunia.”
Editor: Nuran Wibisono