tirto.id - Menanggapi kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah, Israel menyatakan Palestina mesti mematuhi kesepakatan-kesepakatan internasional sebelumnya.
Israel juga menyatakan Palestina harus mematuhi kesepakatan internasional dan syarat yang diajukan Kuartet Timur Tengah untuk perdamaian Israel-Palestina, termasuk pengakuan keberadaan Israel dan pelucutan senjata Hamas.
"Israel akan mencermati perkembangan-perkembangan di lapangan dan bertindak sesuai itu," demikian pernyataan pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu seperti dikutip The Guardian.
Para analis menyebut kesepakatan rujuk Palestina itu menandai pengakuan Hamas bahwa pihaknya mengalami kesulitan akibat isolasi internasional yang terus menyudutkannya. Langkah ini juga mengindikasikan Hamas kesulitan mengelola dan membangun Gaza yang terus-terusan diblokade dan diperangi Israel.
Kamis (12/10/2017) kemarin Hamas sepakat menyerahkan kendali pemerintahan Gaza kepada pemerintahan Mahmoud Abbas dan Partai Fatah yang selama ini hanya menguasai Tepi Barat.
"Kami di Hamas kali ini serius seperti waktu-waktu sebelumnya. Kami telah membubarkan komisi pemerintahan [pemerintahan bayangan]. Kami membuka pintu untuk mencapai rekonsiliasi ini," kata Saleh Arouri, juru runding Hamas di Kairo setelah kesepakatan rekonsiliasi Palestina ditandatangani.
Sepanjang pekan ini Hamas dan Fatah berada di Kairo untuk mengurusi detail pemindahan kekuasaan di Gaza yang termasuk perbatasan-perbatasan Gaza yang krusial.
Berdasarkan kesepakatan rekonsiliasi, Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat akan melanjutkan kontrol penuh atas Jalur Gaza yang dikuasai Hamas pada 1 Desember. Dari kesepakatan tersebut, pasukan Otoritas Palestina juga akan menguasai perbatasan Rafah antara Gaza dan Mesir mulai 1 November mendatang.
Seorang pejabat tinggi Fatah mengatakan Abbas akan mengunjungi Gaza "dalam waktu kurang dari sebulan". Jika terus berlanjut, kunjungan Abbas akan menjadi yang pertama sejak 2007, saat gerakan Islamis Hamas menguasai Gaza.
Pada tahun 2007, setahun setelah memenangkan pemilihan parlemen Palestina, Hamas menggusur Otoritas Palestina yang didukung oleh Abbas dari Gaza. Abbas ditinggalkan dengan kantong otonom di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Selama dekade terakhir, masing-masing pihak memperdalam kendali atas wilayahnya, sehingga semakin sulit untuk menempuh kompromi.
Upaya sebelumnya untuk mencapai rekonsiliasi yang dinegosiasikan antara dua faksi seperti di tahun 2014 telah diumumkan sebelumnya, namun selalu goyah.
Putaran pembicaraan dalam kesepakatan terbaru ini berfokus pada isu-isu yang lebih luas antara kedua belah pihak. Yang paling penting adalah masa depan sayap bersenjata Hamas yang memiliki 25.000 tentara di Gaza.
Kesepakatan ini akan dikaji baik oleh Israel maupun donor internasional kepada Otoritas Palestina karena implikasinya. Kesepakatan tersebut mungkin memiliki konsekuensi hukum yang mendalam dalam hal dana bantuan dari AS.
Abbas bersikeras bahwa dia hanya akan mengatur kembali kendali Gaza jika Hamas menyerahkan kekuasaan. Sementara itu, Hamas tidak akan melucuti senjatanya, bahkan jika mereka bersedia memberikan kontrol pemerintahan Gaza pada Abbas.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari