Menuju konten utama

Tak Ada Terobosan, Hanura, PKPI, dan PBB Terancam Tak Masuk DPR

"Selama masa kampanye hingga kini, ada tiga partai yang hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Yaitu Hanura, PKPI, dan PBB" Kata Ardian.

Tak Ada Terobosan, Hanura, PKPI, dan PBB Terancam Tak Masuk DPR
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa didampingi Rully Akbar saat memaparkan kembali rilis survei terbaru bertajuk 'Yang Juara dan Yang Terhempas: Pertarungan Partai Politik 2019' di kantor LSI Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (8/1/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Partai Hanura, PKPI, dan PBB dinilai tak memiliki gagasan ataupun terobosan kampanye yang terdengar meluas di publik selama lima bulan terakhir, dari Agustus hingga Desember 2018.

Hal tersebut dikatakan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa, sehingga, ketiga partai tersebut terancam tidak lolos Parliamentary Threshold (PT) atau masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena elektabilitasnya masih dibawah 1 persen.

"Artinya butuh terobosan yang extraordinary dan ditambah keajaiban agar ketiga partai ini bisa lolos PT 4 persen," kata Ardian di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (8/1/2019).

Adrian juga mengatakan, pada Desember 2018, elektabilitas Hanura hanya sebesar 0,6 persen, PBB 0,2 persen dan PKPI 0,1 persen. Padahal, ketiganya merupakan partai yang cukup lama berdiri.

Alhasil, Hanura, PKPI dan PBB dianggap sebagai partai yang hampir tidak terdengar kiprahnya pada masa kampanye Pemilu 2019.

"Selama masa kampanye hingga kini, ada tiga partai yang hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Yaitu Hanura, PKPI, dan PBB" Kata Ardian.

Diketahui setiap bulannya, mereka membuat survei nasional menggunakan 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia dengan menggunakan metode multistage random sampling (pengambilan sampel secara acak bertingkat) dengan margin of errorplus minus 2,9 persen.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari