Menuju konten utama

Tahun Berat Pasar Modal: IHSG Cuma Tumbuh 1,7% Sepanjang 2019

Sepanjang 2019, IHSG cuma mengalami penguatan sebesar 1,70 persen.

Tahun Berat Pasar Modal: IHSG Cuma Tumbuh 1,7% Sepanjang 2019
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) bersama Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (kedua kiri), Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida dan Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menghadiri penutupan perdagangan saham 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia Jakarta, Senin (30/12/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.

tirto.id - Tahun 2019 jadi tahun yang kurang menggembirakan bagi pasar modal Indonesia. Sebab, jika dihitung sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cuma tumbuh 1,7 persen year to date (ytd).

Gerak IHSG yang naik-turun bak roller coaster sejak awal tahun akhirnya terparkir di zona merah pada penutupan perdagangan akhir tahun, Senin (30/12/2019), dengan perlemahan 29,775 poin ke level 6.299,53.

Capaian tersebut membuat indeks saham Indonesia tahun ini terperosok ke urutan empat, setelah tahun lalu memimpin di Asia Tenggara sebagai bursa saham dengan kenaikan tertinggi.

Urutan pertama diduduki oleh indeks saham Vietnam (VN-Index) yang tercatat tumbuh 8,12 persen, sementara kedua dan ketiga ditempati indeks saham Singapura (STI) dan Filipina yang masing-masing tumbuh 5,01 persen dan 4,66 persen.

Direktur Utama (BEI) Inarno Djajadi mengatakan, tahun ini memang tak mudah lantaran tekanan eksternal masih cukup berat. "Itu berpengaruh terhadap indeks dan yang kita lihat IHSG mengalami pengaruh terhadap external factor," ucapnya dalam konferensi pers jelang penutupan perdagangan pasar modal.

Berdasarkan catatan Tirto, IHSG sepanjang 2019 terus menerus mendapatkan sentimen negatif, baik dari dalam maupun luar negeri.

Mengawali perdagangan di tahun Pemilu, IHSG langsung menguat hingga 9,8 poin (0,16 persen) ke level 6.240,33. Perdagangan saham perdana di 2019 saat itu dibuka oleh Darmin Nasution selaku Menko Perekonomian.

Sebelumnya, ketika perdagangan akhir tahun 2018 ditutup oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), indeks bursa sempat nangkring di posisi 6.194.

IHSG selanjutnya berada dalam tren penguatan, bahkan mencapai posisi tertingginya pada 6 Februari silam di level 6547,88.

Sayangnya, setelah itu IHSG berada dalam tren penurunan. IHSG mencapai titik terendah, dan untuk pertama kalinya jatuh di bawah level 6.000 yakni pada 17 Mei di level 5.826,87. Hal itu terjadi setelah BPS mengumumkan defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar 2,56 miliar dolar AS.

Tekanan IHSG juga datang dari sentimen eksternal, yakni memanasnya perang dagang antara AS dan Cina.

Setelah itu, IHSG secara perlahan mulai meningkat. Sayangnya, pada 7 Oktober 2019, IHSG jeblok lagi ke level 6.000,58. IHSG sempat meningkat, akan tetapi kembali anjlok pada 28 November 2019 ke level 5953,06.

Memasuki bulan Desember, IHSG secara perlahan mulai pulih meski belum menembus level terbaiknya. Hingga akhir perdagangan kemarin, indeks sepanjang Desember menguat 2,75 persen meski ditutup melemah.

Investor asing juga masih mencatatkan net buy sebesar Rp2,10 miliar. Adapun total beli bersih investor asing di pasar saham Indonesia sejak awal tahun mencapai Rp49,20 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk menstimulus pasar modal agar dapat tumbuh lebih agresif di tahun depan.

Beberapa di antaranya adalah penurunan tarif PPh untuk perusahaan yang go-public dan insentif PPh atas dividen.

"Di dalam lingkungan ekonomi global tidak pasti kita perlu saling sinergi jaga ekonomi kita. Agar pelaku ekonomi bisa terus tumbuh dan lingkungan ekonomi kita terjaga," katanya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/12)

Baca juga artikel terkait BURSA EFEK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti