tirto.id - Setelah memerankan Yesus di film The Passion of the Christ (2004), Jim Caviezel harus terbuang dari Hollywood, kariernya sebagai bintang film usai. Sebuah keputusan yang terbilang nekad untuk karir yang tengah cemerlang.
Padahal, melalui aktingnya bersama Jennifer Lopez di film Angel Eyes (2001) dan The Count of Monte Cristo (2002), Caviezel dianggap sebagai salah satu bintang Hollywood yang tengah naik daun.
Salah satu hits terbesarnya adalah film thriller berjudul Frequency (2000), film ini mendapat banyak ulasan positif setelah dirilis dalam format DVD pada 31 Oktober 2000 lalu.
Caviezel paham benar jika memerankan Yesus akan sangat berisiko pada kariernya. Jauh hari sebelum ia mengambil peran itu, ia juga telah diingatkan oleh sang sutradara Mel Gibson.
Kepada The Guardian, Caviezel mengaku: "Dia [Mel Gibson] berkata, 'Kamu tidak akan pernah bekerja di kota [Hollywood] ini lagi.'” Yesus, lanjut Gibson, masih kontroversial, tak berubah sejak zamannya 2.000 tahun lalu.
Sebagai seorang Katolik Roma yang taat, Caviezel pun bereaksi: “Kita semua harus memikul salib kita."
Dalam pidatonya di depan jemaat Gereja The Rock Church di San Diego, dia mengaku telah menyerahkan segalanya demi film itu: "Kami harus menyerahkan nama kami, reputasi kita, hidup kita untuk berbicara kebenaran."
Ia juga ingin mendorong agar semua orang sanggup memberikan hidup sepenuhnya kepada Kristus: "Anda harus mengambil Yesus Kristus ke dalam hidup Anda setiap hari."
Totalitas Caviezel dalam memerankan Yesus tak sia-sia. Tergerak setelah menonton film The Passion, pria bernama Dan Leach mengakui perbuatan keji yang dilakukannya terhadap pacarnya, Ashley Wilson.
Leach mengaku mencekik Wilson hingga tewas dan menutup pembunuhan itu agar terlihat seperti bunuh diri. Perbuatan kejam itu dilakukan karena kehamilan sang pacar yang tak dikehendakinya.
Terkait dengan itu, detektif, Mike Kubricht mengatakan bahwa Leach menyerahkan diri tak lama setelah menonton The Passion, yang membawa Leach pada rasa bersalah tak berkesudahan sehingga memutuskan untuk mencari penebusan dan bertobat.
Kritik dan Pujian
Meski dianggap menyentuh para pengiman, film yang berfokus pada pengkhianatan, penangkapan dan penyaliban Kristus ini tak lepas dari berbagai kritik. Terutama dari para pemimpin Yahudi di Amerika Serikat. Mereka mengklaim film itu mengandung unsur antisemitisme karena menyajikan kekejaman Yahudi yang berperan penting dalam kematian Kristus.
The Guardian memberitakan pernyataan Rabbi Marvin Hier dari Simon Wiesenthal Centre di Los Angeles yang merasa ngeri dengan penggambaran orang Yahudi di film itu. Selain itu, Anti Defamation League (ADL) juga ikut menyerang dengan mengatakan film itu berpotensi menjadi bahan bakar kalangan antisemit untuk membuat konflik dan organisasi itu juga meminta untuk menambahkan pernyataan di akhir film yang dimaksudkan untuk mencegah antisemitisme.
Jami Bernard kritikus film dari New York Daily News juga mengatakan The Passion of the Christ adalah film paling ganas dari film antisemit yang dibuat sejak propaganda Nazi Perang Dunia II dan hal itu memuakkan.
Terkait tuduhan itu, Gibson akhirnya buka suara dalam wawancaranya di program Primetime ABC, dengan mengatakan film itu tidak antisemit: “menjadi antisemit adalah dosa.”
Kekerasan dan kekejaman yang digambarkan dalam film itu tak lebih dari penggambaran agar penonton bisa melihat betapa besar pengorbanan Yesus terhadap dunia, demikian pengakuan Gibson.
Hal yang sama juga dilontarkan kritikus Richard Corliss. Ia bahkan menyimpulkan bahwa film itu bagus dan menarik. “Film menyiksa yang memancarkan komitmen total...Apa pun penilaian akhir tentang Passion, sulit untuk tidak mengagumi semangat Gibson."
Jaringan Kristen evangelis pun datang membantunya. Jacob Bonnemas bersama ayahnya rela membayar $42.000 untuk 6.000 tiket bagi anggota Prestonwood Baptist Church di Texas untuk menonton film itu.
"Ini adalah film yang mengubah hidup, dan saya berpikir bahwa ketika Hollywood melihat orang-orang datang untuk film ini, dalam buku ini mereka akan melihat pasar raksasa mencari makna nyata dalam kehidupan," kata Bonnemas seperti dikutip The Guardian.
Selain itu, empat gereja di Inggris yakni St Luke, All Saints Loose, the Baptist dan St Peter's di Boughton Monchelsea rela menawarkan tiket bioskop gratis kepada orang-orang dalam upaya meningkatkan jemaat mereka.
Berkat segala kontroversinya, film yang dibuat dengan biaya produksi $30 juta itu berhasil meraup $611 juta di seluruh dunia. Film ini juga menjadi film keagamaan dengan pendapatan kotor tertinggi sepanjang sejarah, demikian Mojo Box Office melaporkan.
Film ini juga berhasil mendapat 3 nominasi Oscar pada 2004, yakni untuk kategori Best Cinematography, Best Makeup, dan Best Original Score.
Selain itu, Mel Gibson pun berhasil bertengger di 100 selebritas dengan penghasilan terbesar menurut majalah Forbes 2004. Forbes mengatakan Gibson mempunyai kekayaan $210 juta dan berhasil menyalip kekayaan Jennifer Aniston.
Namun, dua tahun kemudian, Gibson harus berurusan dengan hukum karena menyetir dalam keadaan mabuk. Dengan kadar alkohol yang tinggi, ia pun sempat melepas kata-kata antisemit. Sontak ia pun mendapat berbagai macam kritik karena ucapannya yang dianggap menggambarkan sikap anti-semit seperti yang pernah dituduh pada filmnya.
The Passion bukan satu-satunya film tentang Yesus yang pernah mendapat kecaman keras. Film berjudul Killing Jesus (2015) juga pernah dikritik keras oleh kalangan Kristen konservatif karena tokoh Yesus yang diperankan oleh aktor muslim Haaz Sleiman.
Kepada Television Critics Association, Sleiman mengatakan: "Sebagai orang yang dibesarkan sebagai Muslim, suatu kehormatan [untuk berperan sebagai Yesus]. Secara pribadi, saya telah banyak dibentuk oleh ajaran-ajarannya. Saya tidak dapat berbicara untuk Yesus tapi saya bisa mengutip ajaran-ajarannya dan dia berkata 'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'."
"Dalam Islam, kami percaya bahwa Yesus adalah seorang nabi dan menghormati dia dan mengikuti ajarannya dan menempatkannya di samping Nabi Muhammad,” lanjutnya.
Mel Gibson tertarik merancang kembali sekuel film The Passion of the Christ. Seperti yang diungkapkan penulis skenario Randall Wallace, ia dan Gibson sedang bekerja untuk membahas tindak lanjut dari film yang kemungkinan akan berfokus pada kebangkitan Yesus.
Kepada Hollywood Reporter, Wallace mengatakan: "Komunitas pengabar Injil menganggap Passion film terbesar yang pernah keluar dari Hollywood, dan mereka terus mengatakan kepada kami bahwa mereka berpikir jika ada sekuel akan lebih besar."
Kapan film ini akan dirilis? Wallace dan Gibson pun belum tahu jawabannya. Tunggu saja.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Maulida Sri Handayani