tirto.id - Sebuah riset terbaru dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat, dibandingkan setahun lalu, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla dinilai mengalami kenaikan dari 50.6% pada Oktober 2015 menjadi 66.5% pada Agustus 2016. Peningkatan sebesar 15.9% yang terbilang cukup signifikan ini dipengaruhi tingginya optimisme publik terhadap kemampuan pemerintahan dalam membawa perubahan untuk masyarakat. Hasil survei CSIS tersebut dirilis pada Selasa (13/9/2016).
Penelitian itu berfokus pada empat bidang kinerja pemerintah, yakni bidang ekonomi, hukum, politik, dan maritim. Hasilnya, kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi tampak pada semua bidang utama tersebut. Kinerja pemerintah di bidang maritim itu menempati tingkat kepuasan publik tertinggi dibandingkan tiga bidang lainnya. Dengan persentase sebesar 59.4% pada Oktober 2015, kepuasan publik di bidang maritim naik menjadi 63.9% pada Agustus 2016.
Namun, dari keempat bidang utama, tantangan pemerintahan Jokowi masih berkutat pada sektor ekonomi. Meski kepuasan publik terhadap bidang ini mengalami kenaikan di tahun 2016, namun peningkatannya tidak mencapai angka 50%. Kondisi itu dinilai karena lemahnya upaya dalam pemerintahan Jokowi untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, pada Kamis (8/9/2016) dalam raker Komisi IX DPR bahkan telah disepakati target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 sebesar 5.1%, lebih rendah dari target awal sebesar 6–7%.
“Tantangan yang dihadapi adalah masih lemahnya keyakinan publik terhadap kemampuan pemerintah menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6–7% dan menumbuhkan iklim investasi,” demikian pemaparan hasil survei itu.
Meski sebagian besar publik optimis terhadap masa depan Indonesia melalui tingginya kepuasan publik pada kinerja pemerintahan Jokowi, faktor ekonomi menjadi alasan utama publik merespon dengan pesimis. Dalam survei itu dikemukakan pula alasan publik pesimis terhadap masa depan Indonesia. Selain korupsi dalam pemerintahan (46/3%), pesimisme publik ditunjukkan melalui faktor pertumbuhan ekonomi yang melambat (33.8%) serta alasan utama berupa kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang membesar (51.3%).
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari