tirto.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X menekankan tidak akan menghilangkan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) dari Malioboro. Pasalnya menurut Sultan, keberadaan PKL sendiri tidak bisa dipisahkan dari kawasan wisata utama Kota Yogyakarta itu.
"Pedagang kaki lima (PKL) tidak dihilangkan, tetap ada karena mereka adalah bagian dari perekonomian masyarakat. Hari ini, mau menikmati Malioboro tanpa ada kotak-kotak biru itu. Ternyata bisa juga," kata Sri Sultan HB X saat mengunjungi Malioboro di Yogyakarta, Selasa (26/9/2017).
Sebelumnya, Pemkot Yogyakarta bersama seluruh PKL dan komunitas di Malioboro sepakat untuk melaksanakan program "Selasa Wage", yang berisikan komitmen bersama agar PKL tidak berjualan di Malioboro pada waktu yang sudah ditentukan.
Selain itu, “Selasa Wage” juga menyepakati agar seluruh komunitas PKL dan komponen masyarakat membersihkan Malioboro dan merawat fasilitas pada hari itu.
"Tetapi, perlu dipikirkan bersama agar PKL tersebut tetap bisa berjualan dengan baik namun tertata. Harus dicari jalan keluarnya. Misalnya mendekatkan stok dagangan PKL sehingga mereka tidak perlu membawa stok saat berjualan," kata Sultan, seperti diansir Antara.
Sultan juga berharap adanya pemisahan antara pedagang yang menjual barang-barang "basah" seperti kuliner, dengan pedagang yang menjual barang "kering" seperti jenis cinderamata.
Pemerintah juga sudah menyiapkan lokasi untuk PKL, berupa bangunan tiga lantai, tepatnya di lokasi bekas Bioskop Indra. Sultan menegaskan bahwa seluruh kegiatan revitalisasi Malioboro harus dapat diselesaikan pada 2019.
Dalam kunjungan itu, Sri Sultan HB X didampingi Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah DIY serta Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan tujuan kegiatan “Selasa Wage” bukan untuk mengosongkan Malioboro dari PKL, tetapi untuk melakukan pembenahan terhadap Malioboro.
"Tujuannya adalah melakukan perbaikan dan pembenahan terhadap Malioboro setiap 35 hari sekali. Jika tidak demikian, maka tidak ada waktu untuk membersihkan atau melakukan perbaikan fasilitas di Malioboro," katanya.
Haryandi juga mengapresiasi PKL yang mengikhlaskan waktu dan peluang memperoleh pendapatan dengan menutup usahanya selama satu hari penuh.
Kegiatan "Selasa Wage", lanjut Haryadi, juga bisa dimanfaatkan oleh komunitas untuk beraktivitas di Malioboro misalnya dengan menggelar kegiatan budaya atau pariwisata asalkan tidak bertentangan dengan tujuan awal kegiatan.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto