tirto.id - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo berencana berkonsultasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah hari ini muncul gugatan dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Saya kira sebagai warga negara, kami ikut saja. Kami hargai semua pendapat, kami rencanakan untuk paling lambat besok (Selasa, 14/2/2017) pagi menyampaikan ke MA," kata Tjahjo di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (13/2/2017) sebagaimana dilansir Antara.
Tjahjo berencana segera mengkaji semua persoalan yang berkaitan dengan pengaktifan kembali Ahok, yakni mulai dari penandatangan surat pemberhentian kepala daerah karena status terdakwa dan kasus yang menggunakan dakwaan alternatif.
Dia menjelaskan selama ini pejabat maupun kepala daerah, yang tersangkut kasus hukum dengan dakwaan yang jelas seperti Operasi Tangkap tangan (OTT), selalu langsung diberhentikan oleh Kemendagri.
Tjahjo mengatakan Kemendagri ingin mendalami persoalan ini sehingga perlu berkonsultasi dengan MA.
"Sementara, untuk kepala daerah yang menjadi terdakwa dengan dakwaan di bawah lima tahun, tidak diberhentikan. Untuk kasus Ahok pihaknya menerima register dari pengadilan, bahwa terdapat dakwaan alternatif," ujarnya.
Ahok ditetapkan terdakwa dengan dikenakan dua pasal yakni Pasal 156 dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 156 ancaman hukuman paling lama empat tahun, sementara pasal 156a ancaman hukuman paling lama lima tahun.
Penonaktifan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) khususnya Pasal 83 Ayat (1), (2), dan (3).
Pasal 83 ayat (1) UU Pemda menyebutkan bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara Pasal 83 ayat (2) UU Pemda menyebutkan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
Pasal 83 ayat (3) UU Pemda menyebutkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Sebelum gugatan ini muncul, Tjahjo berpenderian bahwa pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta akan menunggu tuntutan jaksa yang mendakwa dia di kasus penistaan agama.
"Saya tunggu tuntutan jaksa resmi dulu. Jaksa menuntut kan tidak alternatif A dan B, sudah pasti satu," kata dia Jumat lalu.
Tjahjo berbeda pendapat dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD yang menganggap Ahok layak diberhentikan. Dia berpendapat pasal 83 ayat 1 UU 23 tahun 2014 telah jelas mengatur hal ini.
"Kalau Ahok ini dipertahankan juga ya cabut dulu pasal itu agar tidak melanggar hukum. Presiden bisa mencabut pasal itu dengan perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), dengan hak subjektifnya, asal mau menanggung seluruh akibat politik dari penerbitan Perppu itu, jadi kalau tanggal 12 Februari ini Pak Ahok tidak akan dicopot harus keluarkan Perppu dulu, tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut itu," kata Mahfud pada Kamis pekan kemarin.
Adapun Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Minggu (12/2/2017) setelah berhenti sementara untuk menjalani masa kampanye di Pilgub DKI Jakarta.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom