Menuju konten utama

Sri Mulyani Nilai Krisis Korea Utara Hantui Ekonomi Nasional

Krisis Korea Utara, yang dikhawatirkan memicu perang besar di Asia Timur, dinilai oleh Menkeu Sri Mulyani sebagai faktor geopolitik pengancam ekonomi Indonesia.

Sri Mulyani Nilai Krisis Korea Utara Hantui Ekonomi Nasional
(Ilustrasi) Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pidato saat peluncuran perkembangan triwulan perekonomian Indonesia oleh Bank Dunia di Jakarta, Kamis (15/6/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai krisis Korea Utara merupakan salah satu risiko geopolitik yang bisa memberikan dampak buruk siginifikan bagi perekonomian Indonesia.

"Masalah keamanan di Korea Utara bisa memberikan kekhawatiran atas prospek ekonomi," kata Sri saat peluncuran Laporan Ekonomi Triwulan Bank Dunia di Jakarta, pada Selasa (3/10/2017) seperti dikutip Antara.

Dia menjelaskan ancaman perang di kawasan itu mencemaskan sebab selama ini Asia Timur menjadi salah satu wilayah yang menyumbang pertumbuhan ekonomi global. Asia Timur juga sejak lama termasuk wilayah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi didukung oleh membaiknya daya beli, kelas menengah kuat, dan keamanan yang stabil.

"Kalau terjadi konflik di semenanjung Korea, maka segalanya akan berbeda, dan ekonomi akan menjadi lebih rapuh. Kawasan ini menjadi tidak berbeda dengan wilayah lain yang terkena masalah geopolitik," kata Sri.

Laporan Ekonomi Triwulan Bank Dunia terbaru memang memasukkan risiko krisis geopolitik di Asia sebagai salah satu faktor eksternal yang bisa menekan perekonomian Indonesia.

Bank Dunia menilai berbagai risiko eksternal yang dapat mengganggu proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ialah ketidakpastian dari normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), perlemahan harga komoditas, kebijakan perdagangan proteksionis negara maju dan persoalan geopolitik.

Sementara faktor yang bisa jadi penghambat dari dalam negeri ialah inkonsitensi reformasi struktural, tahun politik yang mulai berlangsung pada 2018, serta rendahnya realisasi investasi yang berdampak pada penurunan angka penyediaan lapangan kerja.

Di publikasi terbarunya itu, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh pada kisaran 5,1 persen selama 2017 dan 5,3 persen pada 2018. Faktor-faktor yang memberi dukungan positif bagi ekonomi Indonesia ialah lingkungan eksternal yang kondusif, fundamental ekonomi yang kuat, serta kemajuan dalam reformasi struktural.

"Ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh lebih optimis," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves dalam peluncuran Laporan Ekonomi itu.

Chaves menambahkan konsumsi rumah tangga akan tumbuh menguat dan memberikan kontribusi kepada ekonomi, seiring dengan kenaikan upah riil dan peningkatan jumlah lapangan kerja.

Selain itu, investasi swasta juga mendapatkan manfaat dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang berdampak pada penurunan biaya pinjaman, perbaikan lingkungan bisnis dan investasi publik dalam sektor infrastruktur.

Menurut Chaves, pembangunan infrastruktur menjadi penting karena telah memberikan dampak positif kepada sektor investasi sejak triwulan IV-2015. "Infrastruktur yang lebih baik dan terencana akan membantu Indonesia meningkatkan pertumbuhan serta pemerataan kemakmuran," katanya.

Baca juga artikel terkait NUKLIR KOREA UTARA

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom