Menuju konten utama

Solusi Impor Daging Tak Semudah Beli Peternakan Belgia, Pak Erick

Erick Thohir mau Indonesia punya peternakan di Belgia. Cara ini dianggap tak efektif apalagi mampu menjawab persoalan ketergantungan pada impor.

Solusi Impor Daging Tak Semudah Beli Peternakan Belgia, Pak Erick
Pekerja memeriksa kandang dan kondisi sapi perah di Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (18/9/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Menteri BUMN Erick Thohir ingin Indonesia membeli peternakan sapi di Belgia untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Keinginan itu diungkapkan saat berpamitan dengan Duta Besar Indonesia untuk Belgia Andri Hadi saat menghadiri webinar Milenial Hub: Milenial Fest x PPI Belgia, Sabtu (17/4/2021).

Dubes Andri sempat salah memahami pernyataan Erick dengan mengira Indonesia ingin membeli sapi Belgian Blue yang merupakan produk peternakan unggulan negara itu. Erick segera mengoreksinya. “Bukan, [tapi] peternakannya Pak Dubes, kalau ada. Masak kita impor sapi terus 1,5 juta [ekor] tiap tahun. Gimana kalau peternakannya kita beli. BUMN yang beli,” kata Erick.

Andri yang akhirnya memahami maksud Erick kemudian menimpali, “boleh itu pak. Sip, kami cari.”

Indonesia sudah menjadi langganan impor daging, bahkan trennya meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor daging Indonesia mencapai 160.197 ton (2017) dan terus naik menjadi 207.427 ton (2018), 262.251 ton (2019), dan 223.423 ton (2020). Impor sapi hidup juga sama. Dari semula 168.588 setara ton (2017) menjadi 204.682 ton (2018), 223.100 ton (2019), dan 153.100 ton (2020).

Meski sudah mengimpor, pasokan dalam negeri beberapa kali tetap tak mencukupi. Alhasil, harga daging di pasar kerap naik khususnya jelang hari raya Lebaran.

Pada 2020, posisi Indonesia yang ketergantungan dengan impor semakin sulit karena sejumlah negara pemasok menutup diri karena khawatir penularan COVID-19. Mereka menghambat arus perdagangan termasuk impor daging ke sini.

Pada tahun ini, masalah semakin runyam saat sumber utama impor sapi bakalan Indonesia, yaitu Australia, mengalami penurunan produksi dan menyebabkan kenaikan harga drastis. Saat pemerintah berupaya mencari alternatif impor, pilihan-pilihan itu juga tak bisa terealisasi karena alasan jarak, penyakit hewan, sampai tak terpenuhinya standar halal.

Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Rochadi Tawaf menilai rencana terbaru Erick tetap saja tak bisa menjawab kebutuhan daging dalam negeri. Pasalnya, lokasi Belgia jauh dari Indonesia sehingga harga ternak hidup maupun daging impor akan tetap mahal. Itu pula yang menurutnya jadi alasan mengapa Indonesia tak pernah mengimpor dari sana.

“Kenapa sapi dari Belgia enggak masuk ke sini? Kan, ada bisnis, ada harga. Kalau harga di sana murah seperti India, 40 ribu ton masuk pasti ke sini,” ucap Rochadi kepada reporter Tirto, Selasa (20/4/2021).

Di sisi lain, data Uni Eropa menunjukkan produksi ternak jenis bovine atau hewan yang masuk dalam keluarga sapi/lembu di Belgia relatif terbatas. Belgia menduduki posisi ke-10 dengan 2,373 juta ekor pada 2019. Masih jauh di bawah produsen utama seperti Perancis 18,17 juta ekor, Turki 17,22 juta ekor, dan Jerman 11,63 juta ekor.

Data United States Department of Agriculture (USDA) juga mencatat angka produksi itu masih jauh dibanding negara produsen utama khususnya jenis lembu (cattle). Per 2019 India memimpin dengan 69 juta ekor, Brasil 50,49 juta ekor, Cina 50,7 juta ekor, dan Uni Eropa 28,5 juta ekor.

Rochadi menilai keputusan yang seharusnya diambil adalah membuka lebih banyak peternakan di dalam negeri. Selain demi mensejahterakan peternak, Indonesia menurutnya tak kekurangan lahan untuk membangun peternakan.

Jika perlu, pemerintah bisa membagi tugas. Misalnya BUMN melakukan pembiakan--yang memerlukan lahan luas dan biaya besar. Peternak rakyat dapat mengambil peran penggemukan sapi-sapi sebelum dipotong.

Di sisi lain, Rochadi juga mengingatkan UU Cipta Kerja yang sudah pemerintah susun sendiri. Menurutnya alangkah baiknya jika pemerintah benar memfokuskan investasi di dalam negeri alih-alih ke Belgia. “Pemerintah buat omnibus agar mendatangkan investor, tapi kita malah tanam modal ke luar. Kan lucu jadi pola pikirnya terbalik.”

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah sependapat. Menurut Rusli, masih banyak peternak dalam negeri yang berpotensi untuk diberdayakan dan memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membina peternak lokal. “Ngapain beli peternakan di Belgia? Kenapa enggak bikin peternakan sapi domestik,” ucap Rusli kepada reporter Tirto, Selasa.

Alih-alih mendorong BUMN berinvestasi peternakan di luar negeri, Rusli menilai pemerintah seharusnya mempermudah investasi peternakan di dalam negeri. Rusli yakin pemerintah mampu mempersiapkan iklim usaha di dalam negeri untuk menarik pengusaha yang mau mengembangkan peternakan lokal di Indonesia.

Lagi pula, membeli peternakan di Belgia tanpa rencana jelas melakukan swasembada berpotensi tak menyelesaikan masalah. Rusli mengingatkan bahwa menyelesaikan masalah impor daging membutuhkan peran lembaga lain. “Kerja seperti ini multi sektor. Kalau mau ada swasembada harus koordinasi,” ucap Rusli.

Baca juga artikel terkait IMPOR DAGING atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas & Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas & Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Vincent Fabian Thomas & Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino