tirto.id - Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) non-aktif, Sofyan Basir mengatakan, pemadaman listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) kemarin adalah salah satu yang terparah dalam sejarah Indonesia.
Hal itu dikatakannya saat menghadiri sidang dugaan suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019).
Meski demikian, menurut Sofyan, tak perlu ada pemecatan atau pergantian direksi PLN sementara ini. Dia justru sangat kaget ketika ada pendapat semacam itu.
"Astaghfirullah, siapa bilang. Jangan lah, jangan," kata Sofyan.
Ketika ditanyakan lebih jauh terkait alasannya menyatakan tak perlu ada pemecatan, ia pun menyebut karena alasan kemanusiaan.
"Kemanusiaan," ucapnya sambil tertawa.
Presiden Joko Widodo mendatangi kantor pusat PLN di Jakarta pagi tadi. Setelah bertemu dengan direksi PLN, Jokowi meminta dengan tegas agar kejadian mati listrik massal tersebut harus menjadi yang terakhir.
"Saya minta tidak terulang lagi, itu saja. Cukup sekian," kata Presiden setelah menerima penjelasan dari Plt Dirut PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (5/8/2019) seperti dilansir Antara.
Transmisi listrik PLN yang rusak ternyata merupakan barang KW 3 atau tidak asli dan sarat dengan korupsi saat pembeliannya
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono sampai meminta agar Jokowi mencopot semua direksi PLN akibat pemadaman listrik hingga hari ini. Menurut dia, hal ini karena proyek pembangkit tenaga listrik sarat akan korupsi.
"Ini pasti ada yang enggak beres hingga pemadaman listrik kemarin hingga hari ini. Jangan-jangan ini akal-akalan para direksi PLN selama ini yang beli alat-alat transmisi listriknya KW 3 akibat banyak dikorupsi," kata politikus Partai Gerindra ini melalui keterangan tertulisnya, Senin (5/8/2019).
"Saya setuju Presiden marah Besar pada direksi PLN. Dan saya dukung Presiden ambil langkah rombak total Direksi PLN. Semua Direksi PLN Juga harus bertanggungjawab akibat kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat pemadaman listrik tersebut," tegasnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dhita Koesno