tirto.id - Pembebasan lahan yang dilakukan PT Angkasa Pura I tertunda karena sebagian warga di daerah terdampak pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo, New Yogyakarta International Airport (NYIA) kukuh mempertahankan rumah dan lahan mereka.
Menanggapi hal ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan mengumpulkan stake holder dan pihak-pihak yang terlibat pembangunan bandara untuk mencari jalan yang terbaik.
"Pembebasan tanah pasti ada pro kontra, pemerintah sangat hati-hati. Tapi kalau lihat Permen untuk pembebasan tanah sudah begitu toleran, dan ada proses konsinyasi dan sudah dilakukan. Tapi apabila ada ya saya coba inventaris ke sini lagi dan cari jalan yang terbaik," kata Budi di Yogyakarta, Kamis (7/12/2017).
Kendati demikian, Budi tetap optimistis bandara akan bisa selesai pada April 2019, sesuai target awal.
"Ya saya akan kumpulkan stake holder-nya kalau berpikir di atas kertas, itu optimis. Tapi saya enggak tau petanya seperti apa, teknisnya seperti apa, minggu depan saya akan sampaikan targetnya seperti apa," kata Menhub.
Menhub berjanji saat mengumpulkan stake holder itu, pihaknya akan mengumpulkan masalah-masalah yang ada dan mencari solusinya. Ia tak ingin ada cara kekerasan dalam proses pembangunan bandara ini. "Persuasif pasti, enggak ada cerita kita mau dikasar-kasarin."
Ia pun mengingatkan bahwa kehadiran bandara di Kulon Progo sangat penting untuk memajukan ekonomi di Yogyakarta dan mendukung Yogyakarta menjadi destinasi kedua, setelah Bali.
"Jogja ini kalau dapat bandara Kulon Progo ini luar biasa. Kebangkitan ekonomi yang akan timbul ini luar biasa. Bali katakanlah lima juta turis ada di sana, mau enggak kita punya turis 5 juta juga? Tumbuh hotel, cafe-cafe, home industry dan saya merasa iri. Kita bangkitkan Jogja jadi second destination dan membanggakan kita.
Sayang kalau kita tidak buat," katanya.
Pengosongan lahan di wilayah terdampak bandara Kulon Progo tertunda karena ada sejumlah warga yang masih gigih menolak menyerahkan lahannya untuk lokasi Bandara Kulon Progo. Namun jumlah itu merosot dibanding lima tahun lalu saat rencana proyek ini muncul. Kini tersisa 38 rumah atau 250-an jiwa—dengan sejumlah bidang pekarangan dan ladang—yang belum diserahkan ke PT Angkasa Pura 1.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra