tirto.id - Memasuki penghujung tahun tatkala hujan mulai turun dan angin dingin rajin berhembus, Hailey Bieber menawarkan setangkup “kehangatan” melalui unggahan di akun Instagram miliknya.
Sambil memegang mug hijau berbentuk dinosaurus, Hailey yang mengenakan blus putih lengan panjang memamerkan jemari lentik dengan kuku-kuku panjang yang dipulas cat kuku atau kuteks berwarna cokelat, senada dengan warna lipstik di bibirnya.
Tak butuh waktu lama, kuku ala Hailey menjadi tren kecantikan yang cukup diburu oleh penggemar seni rias kuku. Menurut kalangan pecinta mode, warnanya mirip minuman cokelat panas yang bisa menghangatkan kebekuan musim dingin.
‘Hot chocolate manicure’. Demikian tren kuku Hailey ini sempat dikenal.
Sebelum itu, kamu yang menggemari seni kuku cantik mungkin pernah dibuat jatuh cinta pada ‘milky white’, gaya kuku pendek berpulas kuteks warna putih susu milik Kourtney Kardashian.
Mungkin ada sebagian dari kamu juga yang ingat warna-warni pastel pada kuku Selena Gomez atau Beyoncéyang pernah pentas dengan kuku berlapis emas dan bertatahkan kristal Swarovski.
Mundur lebih jauh ke era 1990-an, publik Amerika Serikat pernah dibuat gempar dengan seni rias kuku milik penyanyi Lil’ Kim, hasil karya seniman kuku Bernadette Thompson.
Kreasi kuku tersebut kemudian menjadi viral—bahkan jauh sejak sebelum era internet dimulai.
Saking hebohnya reaksi masyarakat, Departemen Keuangan AS sampai menegur Bernadette untuk mengingatkan bahwa merusak uang adalah tindakan ilegal.
Kini ‘money nail’ menjadi salah satu benda koleksi yang dipamerkan di MoMA (The Museum of Modern Art), New York.
Momen penting lainnya terkait seni rias kuku adalah ketika nama pelari AS keturunan Afrika Florence ‘Flo-Jo’ Griffith Joyner meroket setelah menjuarai Olimpiade 1988.
Flo-Jo disorot karena memiliki kuku-kuku panjang yang dicat warna-warni. Sebagian orang menuding penampilannya tidak profesional, bahkan dapat membahayakan dirinya dan orang lain.
Di lain sisi, banyak pula yang mendukung Flo-Jo dan menyatakan bahwa ketidaksukaan orang pada kukunya adalah akibat pola pikir yang seksis sekaligus mengandung unsur rasisme. Sebab, kuku yang dicat merupakan salah satu kekhasan budaya di wilayah Afrika dan Asia.
Sebagai bentuk dukungan pada Flo-Jo, tak sedikit perempuan yang mengecat kukunya dengan kuteks warna-warni.
Aksi pernyataan sikap dan bentuk protes dalam wujud riasan kuku terus berlanjut sampai kini.
Salah satunya bisa ditemukan pada mereka yang berpartisipasi dalam parade Women’s March dari tahun ke tahun. Menghiasi jemari mereka, tampak kuku berpulas kuteks warna pink yang digambari aneka simbol kekuatan dan emansipasi perempuan.
Sedari zaman kuno, kuku sudah menjadi area tubuh perempuan yang mendapat perhatian khusus.
Memasuki 3.000 SM, bangsa Cina menemukan cat kuku berwarna merah jambu mengilap. Kalangan perempuan bangsawan di sana merendam kuku mereka dalam campuran putih telur, gelatin, lilin lebah, dan kelopak bunga—biasanya mawar atau anggrek.
Kuku yang sudah diwarnai juga kerap dihias lagi dengan emas atau perak murni. Semakin indah dan rumit hiasannya, semakin tinggi status sosial si pemilik kuku.
Seperti dilansir The Guardian, pada era Babilonia kuno, bukan hanya perempuan yang mengenakan pewarna kuku, melainkan juga laki-laki. Mereka memoles kuku dengan kohl atau celak berwarna hitam yang biasanya untuk membingkai mata.
Arkeolog juga menemukan satu set kuku emas murni di Babilonia selatan dari tahun 3.200 SM. Diperkirakan, set kuku emas murni tersebut merupakan bagian dari peralatan tempur.
Dengan alasan berbeda, atlet sepak bola Christiano Ronaldo menggunakan cat berwarna hitam pada kuku jemari kakinya, tepatnya sebagai lapisan pelindung untuk mencegah kukunya retak saat bertanding.
Fakta bahwa seni rias kuku mampu menjangkau konsumen dari berbagai kalangan dan latar belakang menjadi penyebab bermunculannya salon kecantikan kuku di berbagai tempat.
Apabila kamu bertandang ke AS, kamu dapat menemukan beragam salon kecantikan kuku yang mematok harga selangit maupun yang ongkos jasanya ekonomis. Biasanya salon kuku yang harganya relatif terjangkau ini merekrut pekerja imigran asal Asia.
Hanya saja, seperti semua bisnis lain yang tersungkur selama pandemi Covid-19, salon kecantikan juga mengalami masa paceklik ketika aturan social distancing diberlakukan. Tak sedikit salon kuku gulung tikar dan seniman kuku kehilangan mata pencaharian karena pada masa itu banyak orang mulai mengikuti tutorial merias dan merawat kuku lewat internet.
Di balik serba-serbi tren dalam industri kecantikan kuku, ritual merawat kesehatan kuku sebenarnya penting dilakukan, baik bagi kamu yang menggemari nail art maupun tidak. Ini diungkapkan oleh Dana Stern, MD—dokter spesialis dermatologi yang mengkhususkan diri pada kesehatan kuku.
Untuk merawat kuku yang mengalami kondisi over-processed, kurangi pemakaian pembersih kuku berupa aseton untuk menghapus kuteks. Sebab, aseton bersifat korosif. Sebagai alternatif, coba kamu menggantinya dengan jenis pembersih kuku lain yang lebih lembut.
Selain itu, kamu bisa juga menggunakan minyak untuk merawat kuku, terutama area kutikula agar tidak kering dan tak mudah sobek.
Dengan demikian, selain tetap cantik, kuku juga terawat!
Penulis: Nayu Novita
Editor: Sekar Kinasih