tirto.id - Sebelum dibubarkan pada 2008, UEFA Intertoto Cup pernah mewarnai kancah sepak bola antar-klub Eropa. Piala Intertoto saat itu menjadi ajang level tiga setelah Liga Champions (UCL) dan UEFA Cup atau yang sekarang menjadi Europa League.
Piala Interoto diadakan untuk mengakomodasi klub-klub papan tengah liga-liga top Eropa dan klub anggota asosiasi sepak bola yang baru bergabung. Ajang ini lebih banyak dikenang bukan karena aspek kompetitifnya, melainkan karena format kompetisinya yang "unik".
Sejak 1967, Piala Interoto tidak mengenal satu juara tunggal, melainkan "juara-juara". Dalam kurun 1967-1994, dalam format turnamen grup, Intertoto memiliki 8 hingga 12 juara per musim.
Sang juara tunggal Piala Intertoto bisa ditentukan berdasarkan kalkulasi peringkat satu terbaik; dua juara pada 1995; dan tiga juara pada 1996-2005. Sejak 2006 hingga dibubarkan, juara Piala Intertoto ditentukan dari progres tim di Piala UEFA.
Sepanjang sejarahnya, turnamen yang segera dijuluki "The Cup of the Cupless" ini menjadi tempat bagi klub-klub yang gagal masuk ke Piala Champions (kini Liga Champions) dan Piala UEFA.
Vfb Stuttgart merupakan klub tersukses turnamen ini dengan tiga kali juara. Tim lain yang berhasil juara dua kali adalah Hamburger SV, Schalke 04, AJ Auxerre, RC Lens, Marseille, Villareal, Aston Villa, dan Grasshoppers.
Sejarah Digagasnya Piala Intertoto
Piala Intertoto digagas oleh Ketua Malmo FF (klub Swedia) Eric Persson, pelatih legendaris Karl Rappan, dan penggagas Inter-Cities Fairs Cup Ernst Thommen.
Tujuan diadakannya Piala Interoto adalah untuk menyediakan kompetisi sepak bola di musim panas, agar bursa taruhan bisa terus berjalan dan meraih keuntungan.
Konfederasi sepak bola Eropa atau UEFA awalnya menjauhkan diri dari ajang ini karena latar belakangnya ditujukan untuk mendukung bursa judi. Namun, UEFA mengizinkan Piala Intertoto digelar kendati secara formal tidak terlibat mengurusinya.
Pada 1961, 8 klub dikumpulkan untuk bergabung di Intertoto perdana. Ajax Amsterdam kemudian menjadi juara usai mengalahkan Feyenoord di final. Format ini bertahan hingga 1967 di mana Eintranch Frankfurt menjadi juara terakhir.
Tahun 1968, Intertoto mulai memakai sistem grup dan tanpa fase gugur. Hal ini karena penyelenggara merasa kesulitan mengorganisasi babak final secara play-off.
Pada 1967-1968 dan 1970, format grup yang dipakai berdasarkan region. Sistem ini ditinggalkan pada 1969 dan 1971-1994.
Format grup tersebut membuat Piala Intertoto bisa memiliki 8 hingga 12 juara setiap musimnya. Satu juara utama ditentukan lewat kalkulasi peringkat pertama terbaik.
Seluruh juara grup pun tidak mendapat trofi, melainkan hadiah uang sejumlah 10.000 hingga 15.000 franc Swiss.
Sejak 1995, UEFA mulai mengambil-alih penyelenggaraan Piala Intertoto dan menghadiahi juara turnamen dengan slot di Piala UEFA.
Kesuksesan salah satu juara Intertoto 1995, Girondins Bordeaux, yang mencapai final Piala UEFA 1996 pun membuat UEFA menambah jumlah juara Intertoto menjadi tiga klub. Format ini bertahan hingga 2005.
Sejak 2006, format Piala Intertoto berganti lagi dengan babak gugur sebanyak tiga ronde. Ronde ketiga tersebut menghasilkan 11 pemenang yang mendapat tiket Piala UEFA.
Pemenangan Piala Intertoto pun ditentukan dari seberapa jauh partisipan ajang ini bisa melaju di Piala UEFA.
UEFA Hentikan Piala Intertoto
Sejak digagas pertama kali, Piala Intertoto tidak mendapat sambutan baik dari klub-klub besar Eropa. Pasalnya, karena waktu pelaksanaan musim panas, turnamen ini dinilai mengganggu persiapan pra-musim.
Pada 1995, saat diambilalih UEFA, sebanyak 10 asosiasi sepak bola di Eropa, termasuk Spanyol dan Italia, menolak turut berpartisipasi.
FA Inggris setuju mengirim perwakilan, namun klub-klub papan atas menolak ikut serta. Setelah UEFA mengancam sanksi ke klub Inggris, Tottenham Hotspur, Wimbledon (bubar pada 2004 lalu berganti jadi Milton Keynes Dons), dan Sheffield Wednesday bersedia ikut serta, tetapi tidak menurunkan skuad utama.
Meskipun demikian, sejak UEFA menyediakan hadiah berupa tiket Piala UEFA, gengsi Piala Intertoto sempat naik.
Turnamen ini dikenal sebagai "pintu belakang" klub-klub yang gagal memenuhi syarat kualifikasi Piala UEFA untuk tetap tampil di kompetisi tersebut.
Sejak Michel Platini menjabat sebagai Presiden UEFA pada 2007, Piala Intertoto mulai ditinggalkan. Hal ini sebagai bagian dari perombakan besar atas kompetisi antarklub UEFA.
Platini kemudian mengubah format Liga Champions dan Piala UEFA serta memutuskan untuk membubarkan Piala Intertoto pada 2008.
"Kami semua sepakat bahwa ini adalah kompetisi hebat yang mempersembahkan pertunjukkan yang luar biasa," ucap Platini kepada BBC usai rapat yang memutuskan pergantian format kompetisi UEFA, 30 November 2007 lalu.
Piala Intertoto resmi dihentikan pada 2008. Klub Portugal, SC Braga, menjadi juara terakhir turnamen usai menembus 16 Besar Piala UEFA. Trofi terakhir Piala Intertoto dipersembahkan saat Braga menjamu Paris-Saint Germain pada 19 Maret 2009.
Penulis: Ikhsan Abdul Hakim
Editor: Iswara N Raditya