Menuju konten utama

Sejarah Puasa Asyura 10 Muharram, Dasar Hukum, & Keutamaan

Bagaimana sejarah Puasa Asyura & tasu'a pada 9-10 Muharram? Apa dasar hukum puasa asyura berdasarkan dalil hadist? Apa keutamaan & fadhilah puasa Asyura?

Sejarah Puasa Asyura 10 Muharram, Dasar Hukum, & Keutamaan
Ilustrasi Salat. foto/istockphto

tirto.id - Sejarah puasa Asyura (puasa pada tanggal 10 Muharram) disunnahkan oleh Nabi Muhammad saw. agar dilakukan oleh para sahabat beliau terjadi setelah umat Islam hijrah dari Makkah ke Madinah.

Seorang muslim dianjurkan untuk tidak hanya mengerjakan puasa Asyura, tetapi juga puasa tasu'a (puasa 9 Muharram).

Pada Juli 2023 ini, umat Islam menyambut datangnya salah satu bulan haram (suci), yaitu Muharram 1445 H sejak Rabu, 19 Juli lalu. Kaum muslimin disunnahkan berpuasa pada 9 Muharram, atau pada tahun ini bertepatan dengan Kamis, 27 Juli, dan pada 10 Muharram yang tepat pada Jumat, 28 Juli.

Hukum puasa Asyura adalah sunnah muakkadah. Dalam Al Majmu Syarah al-Muhadzdzab, Imam Nawawi menyebutkan, puasa Asyura bukanlah puasa wajib, melainkan puasa sunnah yang sangat ditekankan.

Puasa Asyura tergolong puasa rawatib, atau ibadah yang mengiringi ibadah wajib untuk kesempurnaan.

Selain puasa Asyura, yang juga termasuk puasa rawatib di antaranya puasa Arafah (9 Zulhijah), puasa hari-hari putih atau juga disebut puasa ayyamul bidh (setiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Hijriyah) dan puasa 6 hari pada bulan Syawal.

Fadhilah puasa Asyura bagi seorang muslim, jika ia tulus berpuasa hanya karena Allah, adalah dihapusnya dosa kecil dalam rentang setahun lalu.

Diriwayatkan dari jalur Abu Qatadah, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Aku berharap kepada Allah bahwa puasa pada hari 'Asyura dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (H.R. Ibnu Majah).

Sejarah Puasa Asyura & Kenapa Orang Yahudi Puasa 10 Muharram

Riwayat terkait puasa Asyura yang ditekankan pengerjaannya kepada umat Islam terjadi setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Dikatakan Ibnu Abbas, Nabi mendapati orang-orang Yahudi di Madinah berpuasa pada 10 Muharram.

Ketika beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada tanggal tersebut, orang Yahudi menjawab bahwa 10 Muharram adalah hari ketika Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan dari Fir'aun Mesir kala itu.

Nabi Musa dan pengikutnya ditolong oleh Allah dengan tongkat Musa yang dapat membelah lautan. Melalui mukjizat tersebut, Nabi Musa dapat melewati Laut Merah. Sebaliknya, Fir'aun Mesir dan tentaranya yang mengejar di belakang, tenggelam.

Para Yahudi berkata kepada Nabi Muhammad saw. “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Firaun. Lalu Nabi Musa as. berpuasa pada hari ini sebagai wujud syukur kepada Allah”. (H.R. Bukhari)

Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah saw. bersabda, "Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka”.

Nabi saw. berpuasa pada hari tersebut dan menekankan kepada umat beliau untuk berpuasa pada hari Asyura atau 10 Muharram.

Puasa pada hari Asyura sendiri sudah menjadi tradisi orang-orang Quraisyi pada masa jahiliyah. Diriwayatkan jalur Abdullah bin Umar, Nabi saw. bersabda, "(Hari Asyura) itu adalah hari yang orang-orang jahilliyah pernah melakukan puasa di dalamnya, maka barangsiapa salah satu dari kalian ingin berpuasa hendaklah ia berpuasa, dan bagi yang tidak ingin (berpuasa) hendaklah ia tinggalkan." (H.R. Ibnu Majah).

Sejarah Puasa Asyura Disambung dengan Puasa Tasu'a

Dalam tradisi Islam, puasa Asyura disambungkan dengan puasa Tasu'a atau puasa pada 9 Muharram. Sepanjang hidup, Nabi Muhammad saw. belum pernah mengerjakan puasa Tasu'a. Namun, beliau meniatkan untuk puasa pada hari tersebut andai masih hidup.

Saat Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, "Wahai Rasulullah, (hari Asyura) itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.”

Diriwayatkan dari jalur Ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabda, "Jika umurku masih sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada (Muharram) hari yang kesembilan."

Dari riwayat inilah, kemudian umat Islam mengerjakan puasa selama 2 hari, yaitu pada 9 dan 10 Muharram.

Dengan berpuasa pada 9 dan 10 Muharram, umat Islam berarti melakukan puasa yang berbeda dari ibadah kaum Yahudi.

Bagaimana jika seseorang lupa mengerjakan puasa pada 9 Muharram? Tidak masalah jika ia hanya berpuasa pada hari Asyura saja. Namun, bisa pula ia menambah puasa pada 11 Muharram, yang tahun ini akan bertepatan dengan Sabtu, 29 Juli 2023

Dalam Fathul Muin, Syekh Zainuddin Al-Malibari menyebutkan, "Bagi orang yang tidak berpuasa di hari Tasu’a (9 Muharram), adalah disunahkan berpuasa pada tanggal 11".

Baca juga artikel terkait 10 MUHARRAM atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Iswara N Raditya