tirto.id - Cornelis Lay resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (6/2/2019). Akademisi berusia 60 tahun yang juga pengagum Bung Karno ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Jalan Ketiga Peran Intelektual: Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan” di Balai Senat UGM, Yogyakarta, sebelum pengukuhannya. Berikut ini sejarah hidup Cornelis Lay.
Dilahirkan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tanggal 6 September 1959, Cornelis Lay meniti karier akademis yang cukup panjang. Ia memperoleh gelar Bachelor of Arts (B.A.) dari Jurusan Ilmu Pemerintahan (sekarang Jurusan Politik dan Pemerintahan) Fisipol UGM pada 1984.
Cornelis Lay adalah pengagum berat Ir. Sukarno. Maka, semasa menjadi mahasiswa di UGM, ia juga aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Nantinya, Cornelis Lay tercatat sebagai salah satu anggota tim ahli Persatuan Alumni (PA) GMNI.
Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar, Cornelis Lay berucap, “Untuk Mbak Megawati Soekarnoputri, alm. Mas TK (Taufik Kiemas), dan tokoh-tokoh partai politik terutama dari PDI hingga generasi PDI Perjuangan, ucapan terima kasih saya haturkan untuk rangkaian pengalaman yang saya alami bersama.”
Tahun 1987, titel Doktorandus (Drs.) melengkapi gelar S1 Cornelis Lay di jurusan dan perguruan tinggi yang sama. Setelah itu, ia menjadi staf pengajar di almamaternya sekaligus peneliti Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Sosial.
Cornelis Lay melanjutkan studi di St. Mary’s University, Halifax, Kanada, dan merengkuh gelar Master of Arts (M.A.) dalam bidang International Development Studies pada 1992.
Kembali mengabdikan diri di kampus biru, Cornelis Lay pernah menjabat sebagai Kepala Unit Penelitian serta Pembantu Dekan III Bidang Penelitian dan Kerja Sama (2008-2010) Fisipol UGM.
Sebelumnya, pada 2000-2004, suami dari Jeanne Cynthia Lay Lokollo ini ditunjuk menjadi Kepala Biro Politik dan Pemerintahan Dalam Negeri di Kantor Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri kala itu.
Cornelis Lay adalah peneliti di Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM sejak 2009. Ia juga pernah menjadi peneliti tamu di sejumlah institusi luar negeri, termasuk Flinders University (Australia) pada 1995, Agder College University (Norwegia) pada 2001-2002, Massachussets University (AS) pada 2008, KITLV (Belanda) pada 2010, dan lainnya.
Ayah dari Dhiera Anarchy Rihi Lay dan Dhivana Anarsya Ria Lay ini telah menghasilkan banyak sekali karya, baik berupa buku, tulisan ilmiah atau hasil penelitian, maupun berbagai judul artikel yang dimuat di media massa.
Salah satunya adalah tulisan Cornelis Lay bersama Prof. Dr. Pratikno dengan judul “From Populism to Democratic Polity, Problems and Challenges in Solo, Indonesia”. Tulisan ini terhimpun dalam buku Democratisation in the Global South: The Importance of Transformative Politics (2013) suntingan K. Stokke dan O. Törnquist.
Cornelis Lay, bersama Wawan Mas’udi, juga pernah bertindak sebagai editor untuk buku berjudul The Politics of Welfare: Contested Welfare Regimes in Indonesia yang diterbitkan pada 2018 lalu.
Pada 2018 pula, tulisan Cornelis Lay dengan judul “Hometown Volunteers: A Case Study of Volunteers Organizations in Surakarta Supporting Joko Widodo’s Presidential Campaign” dimuat dalam Copenhagen Journal of Asian Studies.
Sejak 2016, Cornelis Lay menjabat sebagai Kepala Research Center for Politics and Government (PolGov) di Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, hingga akhirnya dikukuhkan menjadi guru besar di almamaternya itu pada 6 Februari 2019.
Editor: Ivan Aulia Ahsan