tirto.id - Pada masa glasial, penampakan geografis Indonesia belum berbentuk seperti sekarang. Daratan Indonesia bagian barat masih menyatu dengan wilayah Asia, sementara bagian timur menjadi satu dengan daratan Australia.
Kemudian, karena perubahan iklim dan cuaca, es-es mulai mencair dan memisahkan beberapa daratan. Cekungan dan tonjolan berupa danau, gunung berapi, dan pulau-pulau baru terbentuk.
Masa ini memisahkan periode antara pleistosen (glasial) dan holosen. Pada era inilah, peradaban baru mulai berkembang. Persebaran taksonomi flora, fauna, dan manusia pun mengikuti kondisi geografis wilayah di nusantara.
Di masa awal holosen, air laut mulai naik dan memisahkan Indonesia sekarang dengan Asia dan Australia. Bekas daratan di Indonesia bagian barat yang menyatu dengan Asia disebut dengan Paparan Sunda, sedangkan jejak daratan Indonesia-Australia dikenal sebagai Paparan Sahul.
Teori Asal-Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Perubahan daratan masa awal holosen turut memengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat praaksara di Indonesia. Perkembangannya ditandai dengan migrasi pemukim baru dari beberapa daerah luar Indonesia ke kepulauan nusantara. Para pendatang itulah nenek moyang kebanyakan orang yang menjadi penduduk Indonesia saat ini.
Menurut sejarawan Moh. Ali dalam Sejarah Kebudayaan Indonesia (2021) gubahan An F.R. Syafei, nenek moyang bangsa Indonesia kemungkinan berasal dari pesisir di Asia Timur. Mereka datang dalam partai besar dan berangsung-angsur.
Gelombang pertama datang berlabuh pada masa 3000 SM—1500 SM dengan perahu bercadik satu. Disusul partai kedua yang berangsur selama satu milenium setelahnya (500 M). Bedanya, partai yang kedua telah menggunakan perahu bercadik dua. Pendapat Moh. Ali ini dipengaruhi oleh teori nenek moyang Indonesia berasal dari Yunan (China bagian selatan).
Menurut Sri Tresnaningsih dkk. dalam Modul 2 Sejarah Indonesia (2017), 2 partai yang bermigrasi ke nusantara itu juga afdal disebut sebagai ras Proto Melayu dan Deutro Melayu. Selain bermigrasi di rentang waktu yang berbeda, mereka menempati daerah-daerah kepulauan yang berbeda pula.
Bangsa Proto Melayu yang bermigrasi lebih dulu melewati dua jalur, barat (Semenanjung Malaka) dan timur (Filipina). Mereka diidentifikasi mempunyai keturunan di suku Toraja, Dayak, Nias, dan Sasak. Kebudayaan yang ditinggalkan adalah gerabah dan batu muda (neolitikum), serta proses bercocok tanam yang terstruktur.
Sementara itu, bangsa Deutro Melayu yang bertolak dari Yunan dan lantas melalui Semenanjung Malaka tiba di Sumatra dan Jawa. Mereka memiliki teknologi lebih maju dibanding pendahulunya, dan segera mengokupasi wilayah Proto Melayu. Akibatnya, ras Proto Melayu bermigrasi menuju ke pedalaman.
Ras Deutro Melayu kemudian menyebar di Aceh, Bali, Betawi, Makassar, Melayu, Minahasa, Sunda, dan Madura. Ras ini membawa kebudayaan logam (perundagian). Mereka telah memproduksi alat pertanian dan kebutuhan upacara tradisi dari besi dan perunggu.
Teori tentang asal nenek moyang orang Indonesia dari Yunan terpengaruh oleh hasil penelitian ahli filologi Belanda, J. H. C. Kern. Berdasarkan penelitian Kern, ada kesinambungan bahasa penduduk di Yunan, Campa (Kamboja), Cochin-China (Vietnam), dengan Indonesia. Ragam bahasa penduduk di wilayah-wilayah itu ditengarai punya akar sama, yakni Austronesia. Tesis ini ditunjang dengan kemiripan istilah pada penamaan flora dan fauna serta alat-alat perang.
Namun, jauh sebelum para pendatang dari Yunan tiba, daratan Nusantara telah berpenghuni. Paul Munoz Michel lewat Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia: Perkembangan Sejarah dan Budaya Asia Tenggara Zaman Prasejarah-Abad XVI (2009) menyebut penduduk asli nusantara adalah orang-orang Veddoid dan ras Papua-Melanosoid. Adat kebiasaan mereka lebih tradisional ketimbang rumpun Melayu yang membawa kebudayaan baru. Eksistensi mereka kemudian tergerus dengan kebudayaan baru yang lebih maju.
Gagasan lain diungkapkan oleh Moh. Yamin. Dia punya prinsip blood und breden unchro, artinya darah dan tanah berketurunan dari penduduk asli bangsa, berarti menonjolkan sikap nasionalisme sejarah dengan menjunjung tinggi kekayaan bangsa. Yamin menyatakan bahwa manusia purba telah mendiami daratan di Indonesia, jauh sebelum migrasi pada awal periode holosen. Pendapat dari Yamin ini kerap disebut Teori Nusantara.
Mengikuti perkembangan baru di bidang biologi, hasil penelitian genetika menyodorkan teori lain tentang asal-usul nenek moyang Bangsa Indonesia. Herawati Sudoyo, peneliti Eijkman Institute, lembaga yang kini sudah dilebur ke dalam BRIN, pernah memaparkan hasil riset genom manusia yang melacak asal-usul nenek moyang orang-orang Indonesia.
Melalui artikel bertajuk Tracing the Origin of Indonesian People Through Genetics yang terbit di The Conversation (2017), ia menyodorkan teori baru: nenek moyang orang-orang Indonesia pendatang dari Afrika. Hasil pelacakan genetika ini memunculkan Teori Out of Africa.
Herawati dan rekan-rekannya di Eijkman Institute menganalisis 6.000-an sampel DNA dari banyak lokasi di Indonesia. Tim dari Eijkman meneliti genetika 3.700 orang dari 35 kelompok etnis untuk melacak DNA mitokondria mereka, dan hampir 3.000 dari mereka untuk kromosom Y.
Menurut Herawati, DNA orang Indonesia merupakan campuran bermacam kelompok genetik Homo Sapiens yang melakukan perjalanan dari Afrika dalam beberapa gelombang melalui berbagai rute. Proses migrasi berangsur itu berjalan selama puluhan ribu tahun.
Tim peneliti yang sama berusaha mengombinasikan hasil penelitian genetika tersebut dengan bukti arkeologis dan kajian linguistik. Tujuannya memetakan periode kedatangan nenek moyang Bangsa Indonesia ke wilayah nusantara.
Mereka menyimpulkan, gelombang migrasi pertama terjadi ketika ada kelompok homo sapiens dari Afrika bermigrasi lewat semenanjung Arab menuju India, pada 72 ribu tahun silam. Keturunan dari kelompok pertama ini tiba di wilayah yang kini menjadi kepulauan nusantara pada sekitar 50.000 tahun yang lalu. Saat itu Malaya, Sumatra, Kalimantan, dan Jawa masih menyatu sehingga mereka bisa mudah menyeberang ke daratan Australia.
Berikutnya, gelombang migrasi kedua terjadi sekitar 30.000-an tahun lalu, dari kawasan yang kini menjadi wilayah Vietnam (dekat Yunan). Adapun gelombang ketiga, datang sekitar 5000-6000 tahun yang lalu. Kelompok ini disinyalir merupakan penutur bahasa Austronesia yang berasal dari Formosa (Taiwan). Adapun gelombang pendatang paling muda berasal dari India yang menjelajahi nusantara pada masa sekitar Abad 3 hingga 13 Masehi.
Penulis: Abi Mu'ammar Dzikri
Editor: Addi M Idhom