tirto.id - Sebagian anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terus menunjukkan pembangkangan ke pimpinan baru lembaga tinggi negara itu yang kini diketuai Oesman Sapta Odang (Oso). Mereka memilih menyerahkan laporan kegiatan resesnya ke pimpinan lama DPD RI.
Senator DPD wakil Provinsi Jambi, Juniwati Masjchun Sofwan mengaku menyampaikan laporan kegiatan resesnya kepada dua pimpinan lama lembaganya, yakni Farouk Muhammad dan GKR Hemas. Sikap ini, menurut dia, sebagai penolakan ke kepemimpinan Oso.
Farouk dan Hemas merupakan Wakil Ketua DPD RI di bawah kepemimpinan Mohammad Saleh atau sebelum Oso bersama Nono Sampono serta Darmayanti Lubis dilantik menjadi pimpinan baru pada awal April lalu. Keduanya selama ini getol menganggap proses pemilihan pimpinan baru DPD tidak sah.
"Saya serahkan laporan reses di Jambi kepada pimpinan yang sah," kata Juniwati di Gedung Nusantara IV, Jakarta, pada Selasa (11/4/2017) seperti dikutip Antara.
Juniwati beralasan sikapnya yang menyerahkan laporan reses itu ke Farouk dan Hemas merupakan bentuk pertanggungjawaban moral kepada bangsa Indonesia.
Dia menambahkan, selain dirinya, beberapa anggota DPD dari daerah pemilihan lain juga ikut menyerahkan laporan resesnya. Misalnya, menurut Juniwati, ialah senator Denty Eka Widi Pratiwi dari Jawa Tengah dan wakil Sulawesi Tengah, Nurmawati D. Bantilan.
Sementara Farouk Muhammad menilai langkah sebagian anggota DPD menyerahkan laporan kegiatan resesnya ke pimpinan lama itu merupakan bentuk ketaatan pada hukum. Dia mengklaim dirinya dan Hemas masih berstatus pimpinan DPD yang sah.
"Kami berhak menerima laporan reses anggota DPD yang telah diserahkan kepada saya dan Bu Hemas," ujarnya.
Dia mengatakan setiap laporan reses seharusnya dilaporkan para senator dalam rapat paripurna DPD. Namun karena situasi sedang tidak kondusif, laporan-laporan akan diserahkan langsung ke Kesekjenan DPD RI. Farouk berharap Kesekjenan DPD RI bersedia memproses laporan reses sebagian senator itu.
Perseteruan antara pimpinan lama dan baru DPD RI kini memang semakin memanas. Pada Rapat Paripurna DPD RI hari ini, 20 senator melakukan aksi walk out meninggalkan sidang tersebut karena menganggap pimpinan baru DPD tidak sah.
"Kami, 20 orang anggota DPD ingin klarifikasi penggunaan Tata Tertib dalam Rapat Paripurna ini," kata anggota DPD wakil Provinsi Maluku, Anna Latuconsina.
Anna menjelaskan beberapa senator sebenarnya ingin mengklarifikasi Tata Tertib DPD yang digunakan dalam Rapat Paripurna itu namun tidak digubris pimpinan baru DPD yang memimpin sidang.
"Saya dengar telah dibuat Tatib DPD nomor 3 tahun 2017 yang dibuat hanya dua jam," ujar dia.
Para anggota DPD penolak kepemimpinan Oso itu lalu membentangkan spanduk yang berisikan tulisan antara lain "DPD Wajib Taat Hukum", "Tegakkan Marwah DPD", "Tolak Pimpinan Ilegal". Mereka antara lain Endah Khairani, Denty Eka Widi Pratiwi, Nurmawati D. Bantilan, Juniwati Masjchun Sofwan dan Anna Latuconsina.
Polemik ini buntut dari kericuhan di sidang paripurna DPD RI pada 3 April 2017 lalu. Pemantiknya, para senator memperdebatkan tafsir keputusan MA yang membatalkan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) No 1 Tahun 2016 dan 2017. Konsekuensi dari Putusan MA itu ialah mengembalikan masa jabatan Pimpinan DPD menjadi lima tahun seperti aturan sebelumnya.
Sebagian senator menganggap putusan MA ini otomatis membatalkan agenda pemilihan pimpinan baru DPD di sidang paripurna pada 3-4 April lalu. Sebabnya, masa jabatan pimpinan lama dianggap masih berlangsung sampai 2019. Sementara senator lainnya menganggap pemilihan tetap bisa dilaksanakan karena masa jabatan pimpinan lama telah habis.
Sidang Paripurna DPD dengan agenda pemilihan pimpinan baru DPD akhirnya tetap dilaksanakan hingga Selasa dini hari dan memutuskan memilih Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD RI dan Nono Sampono serta Damayanti Lubis sebagai wakil ketua DPD RI.
Pihak MA telah menyatakan kepemimpinan Oso, Nono dan Darmayanti sah dengan alasan urusan pemilihan pimpinan DPD merupakan masalah internal lembaga itu. Namun, kubu pimpinan lama DPD hingga kini tetap menganggap pemilihan pimpinan baru tidak legal.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom