tirto.id - Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencurahkan pendapat terkait konflik Amerika Serikat dengan Iran setelah kematian Jenderal Iran Qassem Soleimani oleh serangan udara Amerika Serikat pekan lalu.
Dalam unggahan di Facebook pada 6 Januari 2020 dari kediamannya di Cikeas, SBY menulis pendapat pribadi setelah mengikuti perkembangan konflik Timur Tengah dari pemberitaan.
Setelah kematian Qossem Soleimani muncul isu kekhawatiran oleh warganet akan terjadi Perang Dunia Ketiga (World War 3/WW3) dengan dasar respons Iran yang akan membalas dendam ke AS setelah penyerangan. Namun, SBY tak percaya WW3 akan terjadi usai serangan Amerika Serikat.
"Saya pribadi termasuk orang yang tak mudah percaya bahwa krisis di Timur Tengah saat ini bakal menjurus ke sebuah perang besar. Apalagi perang dunia. Namun, saya punya hak untuk cemas dan sekaligus menyerukan kepada para pemimpin dunia agar tidak abstain, dan tidak melakukan pembiaran," ungkap SBY.
SBY menilai perang AS-Iran tak terjadi karena Presiden Trump maupun Ayatollah Khamenei dan Presiden Rouhani tak benar-benar siap dan sungguh ingin berperang.
"Pasti para pemimpin itu sangat menyadari bahwa di belakangnya ada puluhan bahkan ratusan juta manusia yang dipimpinnya. Mereka juga tahu keputusan dan tindakan yang akan diambil akan berdampak pada situasi kawasan secara keseluruhan, bahkan dunia. Mereka juga tidak ingin punya "legacy" yang buruk dalam biografinya masing-masing jika keputusan dan pilihannya salah," ujarnya.
"Dengan ini semua, saya masih punya keyakinan bahwa pilihan yang diambil akan sangat rasional. Rasional dan 'bermoral'. Artinya, perang terbuka di antara kedua negara bukanlah pilihan utama. Jika bukan, apa yang akan terjadi?" lanjut SBY.
SBY juga bilang, ada kemungkinan ketegangan AS-Iran berakhir dengan 'kesepakatan besar' (great deal) berupa kesepakatan strategis yang adil.
"Tentu ada 'take and give' di antara mereka. Elemennya bisa soal sanksi ekonomi, pengembangan nuklir Iran, komitmen untuk tidak saling menyerang aset dan objek militer masing-masing. Apa bentuknya? Biarlah para pemimpin kedua negara itu yang akan menentukan dan memilihnya," ujarnya.
Editor: Abdul Aziz