Menuju konten utama

Save The Children: Kekerasan Anak di NTT Capai 93 Persen

Save The Children mencatat, kekerasan terhadap anak dalam keluarga di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai sekitar 93 persen. Sementara Rumah Perempuan Kota Kupang mencatat sebanyak 148 anak perempuan mengalami kekerasan seksual selama 2013-2015.

Save The Children: Kekerasan Anak di NTT Capai 93 Persen
ilustrasi kekerasan anak foto/shutterstock

tirto.id - Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan lembaga non pemerintah, Save The Children mencatat, kekerasan terhadap anak di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) paling banyak terjadi dalam lingkungan keluarga. Angkanya mencapai sekitar 93 persen.

“Anak sebagai aset keluarga dan bangsa telah menjadi korban kekerasan fisik dan mental dalam lingkungan keluarga sendiri,” kata Manajer Program Families First Save The Children Andri Yoga, di Kupang, Selasa (24/5/2016).

Menurut Andri, tindakan kekerasan terhadap anak dalam lingkungan keluarga itu antara lain dilakukan orangtua, keluarga, atau orang yang dekat di lingkungan rumah yang bukan masuk dalam jejaring keluarga.

“Hasil monitoring dan evaluasi yang kami lakukan menunjukkan bahwa anak-anak di daerah ini rentan menjadi korban kekerasan justru terjadi di lingkungan keluarga dan sekolah,” ujarnya.

Andri menambahkan, terdapat tiga kategori kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kota Kupang pada 2016 yakni, anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebanyak 29 kasus, anak terlantar delapan kasus dan anak balita sebanyak lima kasus. “Jumlah anak bermasalah bisa jauh lebih besar karena belum semua terungkap ke permukaan,” kata dia.

Dalam hubungan dengan itu, pihaknya akan menjalin kerja sama dengan Dinas Sosial NTT untuk melakukan sosialisasi UU tentang Perlindungan Anak hingga ke desa-desa agar bisa memberi efek jera kepada orang tua dan keluarga.

Sementara itu, Kepala Rumah Perempuan Kota Kupang Libby Sinlaeloe mengatakan sebanyak 148 anak perempuan mengalami kekerasan seksual di Kota Kupang selama 2013-2015. “Pelaku kekerasan seksual paling banyak berasal dari keluarga dekat korban yakni orang tua kandung, orang tua tiri, kakak, tetangga, dan pacar,” kata dia.

Kondisi ini, lanjut Libby, tentu miris sekali karena anak perempuan akhirnya tidak aman lagi di tempat tinggalnya sendiri karena kekerasan seksual yang dialami justru berasal dari orang-orang yang dekat dengan mereka.

Libby yang telah lama berkecimpung dalam organisasi Rumah Perempuan sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus mendampingi korban kekerasan seksual anak di Kupang itu mengaku khawatir di masa mendatang, kasus kekerasan seksual terhadap anak akan terus meningkat.

Ia menyebut contoh kasus yang terjadi pada YY di Bengkulu, bisa saja terjadi di NTT karena efek dari minuman keras. “Yang kami temukan selama ini, hanya satu pelaku kekerasan seksual dengan hanya satu orang korban, namun yang terjadi sekarang malah beramai-ramai terhadap seorang korban. Ini sangat mengerikan,” ujarnya.

Untuk mencegah hal itu, Rumah Perempuan bersama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, dan Polres Kupang Kota telah menghasilkan sebuah draf tentang standar operasional penanganan kasus kekerasan seksual pada anak.

Standar operasional tersebut, antara lain mengatur tentang penanganan kesehatan psikologis anak, kampanye tentang kasus kekerasan seksual pada anak untuk meminimalisir persoalan serta mencegah terjadinya kasus serupa. (ANT)

Baca juga artikel terkait KEKERASAN TERHADAP ANAK

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz