tirto.id - Di era digital saat ini, paham radikalisme mudah menyebar di dunia maya, termasuk memanfaatan media sosial (medsos). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong para santri membantu pemerintah menangkalnya melalui media sosial ini.
Hal itu disampaikan Hasan Chabibie dari Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Kemendikbud dalam keterangan tertulisnya yang diterima kantor berita Antara, di Jakarta, Minggu (30/10/2016). “Para santri sudah saatnya menjadi solusi atas krisis radikalisme agama dewasa ini,” ujarnya.
Saat berbicara dalam lokakarya mengenai videotren dalam rangkaian peringatan Hari Santri di Yogyakarta itu, Hasan melihat tren kreativitas para santri di bidang multimedia bisa diandalkan.
“Kelebihan media digital sekarang adalah konvergensi. Jadi, para santri bisa memproduksi konten pada multimedia sosial," ujarnya.
Sementara itu, Direktur TV9 Hakim Jaily dalam kesempatan tersebut memaparkan konfigurasi media arus utama dan media sosial. “Peran santri di mana? Kita perlu memilih dalam bermedia, sebagai produsen atau konsumen?" ujarnya.
Oleh sebab itu, ia melihat komunitas santri yang sangat besar dapat berperan dalam memproduksi konten-konten dakwah yang kreatif dan inspiratif sekaligus mampu menangkal radikalisme.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahidil Islamiyah (RMI) NU, KH Abdul Ghaffar Rozien. Menurut dia, tidak ada kata terlambat bagi para santri untuk beraktivitas di media sosial.
“Kita harus bekerja keras dan cepat mengejarnya. Untuk itu, mari kita banjiri konten-konten positif dan inspiratif, dari dunia pesantren di media sosial," kata pemimpin organisasi yang membawahi seluruh pondok pesantren NU tersebut.
Dalam lokakarya tersebut juga diumumkan pemenang lomba videotren, yakni Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Yogyakarta sebagai juara I, PP Tebuireng, Jombang (juara II), PP Sunan Drajat, Lamongan (juara III), dan Ma'had Ali Universitas Islam Negeri Malang (juara favorit).
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz