Menuju konten utama
Hari Persahabatan Sedunia

Saling Kirim Meme: Bahasa Cinta untuk Sahabat Tersayang

Di balik manfaatnya, bertukar meme sebaiknya tidak jadi satu-satunya landasan untuk membangun relasi. Percakapan dan koneksi tatap muka tetap yang utama.

Saling Kirim Meme: Bahasa Cinta untuk Sahabat Tersayang
Header Diajeng Komunikasi Meme. tirto.id/Quita

tirto.id - Saat berselancar di media sosial dan menemukan meme yang lucu atau relate dengan kehidupan yang dialaminya, Tasya (27) langsung teringat pada Rania (28).

Bagi Tasya, hidup terasa kurang lengkap apabila ia belum mengirimkan meme—dari yang topiknya tentang pekerjaan, relasi asmara, sampai keluarga dan berbagai tema random lain—ke kawannya itu. Aktivitas berkirim meme maupun reels hampir dilakukan setiap hari di sela-sela kesibukan bekerja.

Begitu pula sebaliknya, di kala senggang, Rania membombardir Tasya dengan berbagai tautan meme yang kerap diikuti dengan aksi saling berkomentar dan menertawakan kelucuan atau keanehan konten.

"Aku bahkan punya folder khusus di Instagram buat menyimpan koleksi meme yang belum sempat aku kirimkan," aku Rania.

Bagaimana denganmu? Apakah meme termasuk elemen yang tak tergantikan dalam komunikasi sehari-hari dengan orang-orang terdekat seperti teman dan saudara?

Meme, sebuah gagasan dan tren yang disebarkan melalui komunikasi elektronik dalam berbagai bentuk berupa tanda, gambar, atau video, tentunya sudah mewarnai kehidupan sebagian besar angkatan Milenial dan Gen Z.

Seiring kemajuan teknologi, meme menjadi fenomena budaya yang mengglobal karena dapat dengan mudah disebarluaskan melalui forum internet dan jejaring media sosial.

Saint Hoax, content creator asal Suriah yang pernah disewa secara khusus oleh Met Gala untuk membuat meme dari rangkaian perhelatan mode bergengsi tersebut, memaknai meme sebagai “kartun editorial pada era internet”.

Menurut pemilik akun Instagram dengan tiga juta pengikut ini, meme tak lain merupakan sarana untuk menyampaikan ekspresi budaya, sosial, dan politis terutama melalui pendekatan humor.

Tatkala pandemi melanda dunia, meme bahkan punya kekuatan untuk membantu banyak orang melewati masa-masa suram dan mengatasi stres selama terkungkung di dalam rumah.

Hal ini dibuktikan dalam studi oleh profesor media dari Penn State University, Jessica Myrick, dan dua koleganya dalam riset yang terbit di jurnal Psychology of Popular Media (2022).

Tim peneliti melakukan eksperimen pada hampir 800 responden. Mereka dibagi dalam tiga kelompok. Grup pertama diminta untuk melihat meme yang berkaitan dengan COVID-19, grup kedua melihat meme yang bukan tentang COVID-19, dan grup ketiga melihat teks tanpa gambar yang merangkum gagasan umum meme namun tanpa ada unsur kelucuan.

Hasil riset menunjukkan, aktivitas melihat meme lucu, apapun topiknya, dapat memberikan dorongan emosi positif bagi pemirsanya. Itulah yang kemudian membantu mereka untuk menangani stres yang terkait dengan kehidupan selama pandemi global.

Melalui meme, narasi yang terus-menerus membuat stres dan menakutkan dapat bertransformasi menjadi topik yang lebih mudah didekati dengan elemen humor.

Penelitian ini sekaligus menunjukkan bahwa konsumsi media tidak melulu merupakan pengalaman yang menimbulkan stres atau membuang-buang waktu.

Menariknya, saat dunia berangsur membaik seusai pandemi, berkirim meme menjadi semakin lumrah dilakukan—bahkan dapat dibilang menjadi menjadi norma di sebagian lingkup pertemanan modern.

Hal ini, menurut Lucia Peppy Novianti, M.Psi., Psikolog, mencerminkan sebuah perubahan berkomunikasi pada era digital, persisnya ketika komunikasi bisa dilakukan dengan cara yang praktis dan lebih menyenangkan.

"Kreativitas menjadi tanda anak muda zaman sekarang dan meme menjadi bentuk pesan yang makin kreatif karena kompleks, tidak hanya melibatkan audio melainkan visual."

Melalui berbagi meme, kita juga tidak hanya ingin mengirimkan pesan, melainkan juga nuansa atau vibe emosi yang kita rasakan dengan cepat kepada seseorang.

Selain itu, berkirim meme juga jadi cara yang efektif untuk tetap terhubung dan menunjukkan kepedulian dengan temanmu.

Psikolog Mary Kempnich dari University of Oxford, dikutip dari Huffington Post, menyebut aktivitas yang terkesan remeh temeh itu sebenarnya justru menjadikan kamu teman yang baik.

"Pada dasarnya kalian menunjukkan satu sama lain bahwa kalian ada, peduli, dan ingin membuat satu sama lain tertawa tak peduli bagaimana hari kalian saat itu," jelas Kempnich.

Bentuk kepedulian ini bahkan disebut oleh konselor hubungan Louise Tyler sebagai bahasa cinta dalam pertemanan. Melansir Stylist, ia menjelaskan bagaimana meme seakan-akan memberikan pelukan digital kepada teman-teman terdekat saat mereka sangat membutuhkannya.

"Mengirim meme ke teman termasuk apa yang disebut kalangan terapis sebagai warm fuzzies atau kebahagiaan," ungkap Tyler.

Maksudnya, meme bisa menjadi semacam isyarat kecil yang menunjukkan betapa 'kamu berarti bagiku'. Di masa lalu, alih-alih meme, isyarat ini biasanya berupa pujian atau hadiah kecil.

"[Meme] ini adalah tentang momen-momen kecil dalam hubungan antarmanusia yang mengandung suntikan oksitosin, semacam ikatan atau 'hormon cinta'," papar Tyler lagi.

Mengirimkan meme bahkan bisa menjadi indikator positif bagi pertemanan karena menunjukkan kamu mengenal seseorang dengan baik. Bagaimana bisa? Hmm, tentunya kamu tidak akan berbagi meme dengan orang yang tidak ‘sefrekuensi’ alias tidak paham atau menghargai konten darimu, bukan?

"Meme dikirim ke orang-orang terdekat yang tahu guyonan kita seperti apa karena di situ kita tahu meme tersebut bisa diterima. Dan untuk mendapatkan perspektif atau pemahaman yang sama akan suatu tentunya memang sudah kenal satu sama lain," ungkap Peppy yang juga CEO layanan konseling Wiloka Workshop di Yogyakarta.

Di balik itu, ibarat dua sisi mata uang, hubungan pertemanan yang hanya mengandalkan berkirim meme berpotensi menurunkan kualitas interaksi manusia yang pada dasarnya memerlukan serangkaian proses untuk berkomunikasi.

"Dulu ada proses menulis teks atau telepon untuk berkomunikasi dengan seseorang. Namun dengan mengirimkan meme, sentuhan personal dalam berkomunikasi berkurang. Semudah pencet untuk mengirimkan meme dan selesai," imbuh Peppy.

Terlebih apabila kamu mengirimkan meme tanpa dibarengi dengan konteks. Sekedar tautan saja, misalnya.

Selain mengurangi sentuhan personal, hal itu berpotensi menimbulkan miskomunikasi atau mispersepsi meskipun dikirimkan kepada orang-orang yang masuk dalam circle-mu. Sebab, lagi-lagi, meme merupakan bahasa simbolis.

Contohnya begini. Saat dirimu sedang butuh disemangati, temanmu malah mengirimkan meme bergambar politisi yang kebetulan tidak kamu sukai. Ini bisa menimbulkan multitafsir.

"Meski dikirim di circle pertemanan, tetap harus mempertimbangkan dari sisi penerima karena meme itu stimulus persepsi. Bisa saja apa yang kita anggap lucu, tidak lucu bagi orang lain. Demi komunikasi yang sehat, sebaiknya kita tahu apa yang kita kirim," terang Peppy.

Cara menyiasatinya, saran Peppy, adalah menanyakan langsung maksud meme pada temanmu jika memang menurutmu kurang jelas.

Ya, kita perlu kembali pada prinsip utama berkomunikasi: pesan harus tersampaikan dengan baik.

Apabila kamu kurang paham dengan pesan yang dikirimkan oleh temanmu, atau temanmu terlihat kebingungan dengan pesan darimu, sebaiknya pastikan lagi dengan bertanya padanya. Langkah ini juga penting untuk mengurangi potensi miskomunikasi.

Dikutip dari Stylist, psikolog Dr Kalanit Ben-Ari mengingatkan, meme tidak boleh diandalkan untuk membangun relasi pertemanan. Kamu perlu mengimbanginya dengan percakapan telepon dan koneksi tatap muka.

"Hubungan atau persahabatan yang bermakna artinya adalah berbagi perasaan dan pemikiran dengan kata-katamu sendiri untuk memproses pengalaman dan ide serta merasakan hubungan. Hal ini tidak dapat dicapai dengan berbagi meme saja, meski meme tetap bisa jadi tambahan yang bagus dan melengkapi berbagai bentuk koneksi pertemanan," kata Ben-Ari.

Nah, bagaimana denganmu dan sahabatmu? Di samping bertukar meme, apa saja yang selama ini rutin kalian lakukan untuk memperkuat fondasi relasi?

Semoga awet selalu persahabatan kita semua! Happy International Friendship Day!

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Diajeng
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih