tirto.id - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia akan mengakomodasi hukum adat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pasalnya, di beberapa daerah, banyak kasus yang masih diselesaikan dengan menggunakan hukum adat.
“Kami mencari masukan, bagaimana menempatkan hukum pidana adat dalam konteks penyusunan RUU KUHP,” kata Ketua Tim Komisi III DPR RI, Benny K Harman, saat melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Barat (Kalbar), Kamis (10/3/2016).
Menurut dia, Kalbar dipilih menjadi salah satu tempat untuk mencari masukan terkait RUU KUHP, karena di Kalbar banyak kasus yang diselesaikan dengan mengunakan hukum adat. Sehingga menjadi salah satu tempat untuk mencari masukan terkait pelaksanaan hukum adat tersebut.
Saat ini, kata Benny, pembahasan RUU KUHP sudah masuk tahap satu, dan ada beberapa masalah terkait belum adanya kesepakatan antara pemerintah dan panitia kerja (panja) dan diperkirakan secepatnya akan masuk pembahasan tahap dua.
“Masalah-masalah yang belum ada kesepakatan tersebut, diantaranya asas legalitas, diakomodirnya atau pemberlakuan hukum adat, masalah hukuman mati, tindak pidana korporasi, dan lainnya, yang kami harapkan banyak mendapat masukan dari aparat penegak hukum di Kalbar,” ujarnya.
Dalam kunjungan kerja tersebut, Benny menambahkan, selain meminta masukan terkait penyusunan RUU KUHP kepada sejumlah aparat hukum di Kalbar, sebelumnya pihaknya juga melakukan kunjungan kerja di Bali, Banda Aceh, dan terakhir ke Sulawesi Selatan.
Sementara itu, Kapolda Kalbar Brigjen (Pol) Arief Sulistyanto menyatakan, penerapan hukum adat harus hati-hati karena dapat menimbulkan disintegrasi mengingat masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa.
“Kalau tidak diatur maka akan menimbulkan konflik, karena tidak jelas juga mana wilayah hukum adat tersebut,” kata dia menjelaskan.