tirto.id - Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan rencana Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjadi Direktur Utama PT PLN saat ini masih dalam tahap pembahasan, dan belum disepakati.
"Saya enggak bisa jawab detail, kan prosesnya masih berjalan," kata dia di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI dalam Rapat Kerja membahas Penyertaan Modal Negara (PMN) BUMN di Jakarta Pusat, Senin (02/12/2019).
Erick mengatakan pembahasan soal Rudiantara untuk menjabat posisi dirut PLN masih dalam proses penggodokan. Pertimbangan terebut masih dibahas dan belum disepakati.
"Saya rasa proses dari pada pemilihan direksi, komisaris PLN pasti ada prosesnya, seperti yang lain juga. Kalau sudah menjadi sebuah proses dan ada keputusan baru saya bisa sampaikan," terang dia.
Kabar Rudiantara menjadi Dirut PLN sebelumnya dilontarkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung usai diberondong pertanyaan soal proses seleksi calon Dirut PLN oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang bekerja di bawah arahan presiden.
Dalam waktu dekat, kata Pramono, Mantan Menteri Kominfo itu bakal menakhodai perusahaan yang tak hanya vital dan strategis, tapi juga monopolistik itu.
"Mudah-mudahan segera dilantik, yang jelas saya sudah tanda tangan," kata Pramono.
PLN bukan lingkungan yang asing bagi Rudiantara. Sebelum menjadi Menkominfo pada periode 2014-2019, Rudiantara pernah menjadi Wakil Dirut PT PLN pada periode 2008-2009 dan terlibat dalam pencarian pendanaan perusahaan—terutama untuk proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt.
Usai dari PLN, kariernya melintang luas ke berbagai sektor bisnis. Ia pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Rajawali Asia Resource dan PT Bukit Asam Transpacific Railway, Wakil Presiden Direktur PT Semen Gresik, hingga General Manager Business Development PT Indosat.
Sebagai petinggi perusahaan-perusahaan papan atas, harta kekayaan Rudiantara tercatat mencapai Rp112,64 miliar, di luar utang sebesar Rp5,88 miliar. Mengutip data e-LHKPN, Rudiantara terakhir kali mengumumkan laporan kekayaan tersebut pada 29 Maret 2019.
Kekayaan itu terbagi atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp90,83 miliar yang sebagian besar berada di Jakarta Selatan dan Bogor. Ada pula alat transportasi senilai Rp1,4 miliar; harta bergerak lainnya senilai Rp5,95 miliar; surat berharga sebesar Rp1,80 miliar; kas dan setara kas senilai Rp11,08 miliar; serta harta lainnya sebesar Rp1,56 miliar.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Ringkang Gumiwang