tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK. Apakah keputusan Presiden Jokowi tersebut membuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kecewa?
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang, berpendapat bahwa keputusan presiden bisa saja menimbulkan masalah dengan PDIP yang notabene menjadi pihak pengusul dibahasnya revisi UU KPK tersebut. Di sisi lain, PDIP adalah partai yang menjadi pendukung utama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Saya kira tidak mengganggu pemerintahan ke depan, tetapi secara politik, sikap Jokowi tersebut akan membenturkan PDIP dengan publik," sebut Ahmad Atang di Kupang seperti dikutip dari Antara, Jumat (4/3/2016).
Jokowi dinilai termasuk melakukan keputusan berani dengan tidak serta-merta mengiyakan keinginan PDIP. Namun, menurut Ahmad Atang, bukan tidak mungkin Jokowi akan “menyerah” suatu saat nanti jika terus-menerus ditekan oleh partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
"Jika Jokowi dan Megawati satu kata, maka PDIP akan ikut, dan apabila Fraksi PDIP dengan Megawati satu bahasa, maka Jokowi akan ikut dan Fraksi PDIP dengan Jokowi satu bahasa maka Megawati akan ikut," paparnya.
"Fraksi PDIP di parlemen dan koalisinya masih bersikap loyal tetapi siapa yang menjamin kalau ke depan tidak akan ada tabrakan kepentingan?" simpul Ahmad Atang.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memang telah memutuskan untuk menunda pembahasan UU KPK. “Setelah bicara banyak mengenai rencana revisi UU KPK, kita sepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda,” ucap presiden.
“Dan saya pandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan rencana revisi UU KPK dan sosialisasi ke masyarakat,” lanjut mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini.